Mohon tunggu...
Reinard Sandya Wisanggeni
Reinard Sandya Wisanggeni Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris Seminari Menengah Mertoyudan

Oke

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesopanan yang Luntur di Sosial Media dari Anak Bangsa

7 Februari 2023   10:02 Diperbarui: 21 Februari 2023   09:34 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://sabrangindia.in/sites/default/files/inline-images/social-media-1-bCCL.jpg

Indonesia memiliki banyak kearifan lokal, dan salah satu kearifan lokalnya yang membuat warga Indonesia dipandang ramah adalah sopan santun. Meskipun sopan santun kita lebih berfokus pada hal praktis, bukan teknis. Negara-negara yang menekankan focus sopan santunnya pada hal teknis dapat dilihat di wilayah Eropa, seperti Prancis dengan etiquettenya.

Kesopanan itu banyak ditunjukkan oleh pemuda-pemuda Indonesia sekarang ini, seperti membungkukkan badan sedikit saat berjalan melewati orang yang lebih tua. Perilaku ini berdampak positif bagi warga di sekitarnya, dan tak menutup kemungkinan bagi beberapa orang untuk ikut meniru perilaku ini.

Akan tetapi, yang ingin saya tekankan di sini adalah kesopanan yang para pemuda tunjukkan di jagad maya. Terlebih, perilaku-perilaku dan fenomena yang terjadi di media sosial, di mana orang bebas mengemukakan pendapatnya.

Tak hanya pendapat, banyak pemuda Indonesia yang juga menyampaikan hinaan dan cercaannya secara anonim. Ini harus menjadi keprihatinan kita bersama, tentang bagaimana budaya sopan santun mulai luntur dalam topeng sosial media.

Dilansir dari indonesiabaik.id, pada bulan April dan Mei tahun 2020 Microsoft mengadakan penelitian kuantitatif, dan penelitian ini diberi tajuk Digital Civility Index. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tolak ukur ketidaksopanan pengguna internet di sebuah negara. Microsoft menggunakan sistem poin sebagai parameter pengukur ketidaksopanan, dari  0 sampai 100.

Penelitian ini melibatkan 16.000 responden, dan 503 di antaranya adalah warga Indonesia. Empat aspek utama dari keterpaparan responden terhadap cybercrime meliputi  perilaku, seksual, reputasi, dan pribadi. Penelitian ini kemudian dipublikasikan di bulan Februari tahun 2021.

Microsoft memaparkan hasil penelitian bahwa netizen (internet citizen) Indonesia menempati urutan terbawah, walaupun hanya di antara Asia Tenggara.  DI 2019, Microsoft mendapat hasil 67 poin, dan menjadi 76 pada tahun 2020.

Kata hanya di antara Asia tenggara sebetulnya tidak boleh disepelekan, sebab  lama kelamaan hal ini dapat berkembang. Mungkin bisa menjadi di seantero benua Asia, atau bahkan sedunia.  Hal ini akan menyebabkan stigmatisasi di mata dunia bahwa netizen Indonesia  memiliki perilaku buruk. Efek ini juga berdampak pada pemuda-pemudi di Indonesia, yang dicap tak bijak dalam memanfaatkan sosial media, mengingat pengguna sosial media memang kebanyakan orang muda.

Ironisnya, setelah pemaparan hasil penelitian tersebut, netizen muda Indonesia malah menyebarkan ujaran kebencian di akun sosial media Microsoft, tepatnya di Instagram.  Bahkan, membludaknya ujaran kebencian di kolom komentar membuat Microsoft harus menutup penulisan komentar di unggahan-unggahannya.

Di lain sisi, tak sedikit netizen muda yang merasa malu akan tingkah laku netizen-netizen yang malah menghujat. Banyak dari mereka yang prihatin akan kondisi nyata kebobrokan mental anak muda pengguna sosial media, dan mereka mengekspresikannya dalam kolom komentar di unggahan Microsoft pula.

Dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa masih banyak orang-orang Indonesia yang merasa  terganggu dengan fakta yang nyata. Maka dari itu, perlunya revolusi kognitif di Indonesia sangatlah krusial, yang memiliki tujuan utama untuk memperbaiki kebobrokan mentalitas masyarakat.

Tak hanya dengan penggalakkan sosialisasi, pemerintah juga bisa menerapkan aturan yang lebih otoritatif dan  realistis. Mempertimbangkan banyaknya masyarakat yang masih memiliki pola pikir konvensional ataupun kolot, nampaknya pemerintah perlu bertindak serius dalam menangani kemunduran ini.

Lalu, mengapa pemuda perlu bertindak sopan dalam bersosial media? Selayaknya melestarikan budaya, kesopanan juga adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Kesopanan sangat dijunjung tinggi bagi reputasi dari masyarakat sebuah negara.

Namun, apabila masih banyak pemuda berjari nakal dan berotak dangkal, bagaimana orang luar dapat betul-betul yakin bahwa masyarakat Indonesia ramah? Padahal, dulu Indonesia sering disebut-sebut sebagai negara yang berpenduduk ramah dibanding negara lainnya, sebab budaya sopan santun dan etika dasar kita dalam berinteraksi dengan orang yang tidak kita kenal.

Mengapa kita harus menjaga jari, memangnya ada yang bisa menghukum kita apabila kita menebarkan ujaran kebencian secara anonim? Tentunya, atas tanggapan dari keprihatinan ini, walaupun belum optimal, pemerintah telah menetapkan dan mengesahkan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik).

Yang saya titikberatkan adalah aspek informasi, di mana pencemaran nama baik salah satunya merupakan bentuk informasi yang salah, dan hal ini bisa berawal dari ujaran kebencian. Meskipun sebenarnya undang-undang tentang ujaran kebencian sendiri sudah ada dalam UU ITE pasal 28 ayat 2.

Atas dasar alasan-alasan yang telah disebutkan, pemuda yang tengah gencar menunjukkan eksistensi dirinya di sosial media, harus berdiskresi lebih baik dalam mengekspresikan pendapatnya. Terkadang, kesalahpahaman memang terjadi, dan meminimalisir hal tersebut adalah salah satu tujuan dari berlaku sopan.

Karenanya, apa guna sebuah topeng yang munafik, bila sejatinya 'tulang punggung' negeri ini tidak otentik? Berlaku sopan adalah keharusan, bukan pencitraan. Sudah sepatutnya jika kita tetap melestarikan budaya kesopanan ini dari lubuk hati kita, bukan dari dorongan rasa takut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun