Dunia telah dikagetkan dengan penemuan virus baru di awal tahun 2020 bernama Virus Corona atau yang lazim disebut dengan COVID-19 (Corona Virus Disease-19). Virus ini ditemukan pertama kali di kota Wuhan, China pada bulan November 2019. Menurut WHO, virus corona adalah keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia.
Pada manusia corona diketahui menyebabkan infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (WHO, 2020)
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2020).
Implementasi Pembalajaran jarak jauh seperti ini sangat mendukung dan sejalan dengan salah satu kebijakan pemerintah yaitu PPKM (Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang dilakukan untuk mengurangi interaksi banyak orang yang dapat memberikan akses penyebaran virus Corona.
Pandemi Covid-19 mengharuskan seseorang untuk menjauh dari kerumunan dan menjaga jarak. Semua kegiatan yang tadinya dilakukan dengan tatap muka harus diganti dengan kegiatan virtual. Termasuk kegiatan belajar dan mengajar di Universitas tetap berjalan walau tidak dengan tatap muka. Pembelajaran jarak jauh ini menjadi suatu tantangan untuk Universitas dalam menjalankan tujuan pendidikan.
Secara langsung dan tidak langsung tentu saja ini berdampak kepada dosen maupun mahasiswa. Perubahan metode pembelajaran menjadi salah satu faktor pencetus perubahan psikologis salah satunya yaitu kecemasan. Kecemasan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, karena cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi. Cemas yang berkepanjangan dan terjadi secara terus-menerus ini disebabkan stres yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika tidak teratasi dapat menimbulkan masalah psikologis yang lebih serius seperti depresi (Hasanah et al., 2020).
Kecemasan, stres dan depresi mahasiswa semakin bertambah dengan adanya pandemi Covid-19 dengan metode pembelajaran daring. Mahasiswa dengan gangguan kecemasan terus menerus menyebabkan mahasiswa depresi berkelanjutan, kurangnya dukungan orang tua juga memicu mental sehingga membuat anak merasa membebani orang tuanya.
Mahasiswa mememilih tidak melanjutkan perkuliahannya karena merasa tidak percaya diri dan menjadi beban orang tua ketika dikombinasikan dengan penurunan penghasilan keluarga. Untuk sebagian besar mahasiswa juga merasa bahwa pembelajaran daring ini dinilai tidak efektif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2019, tingkat penetrasi internet di pedesaan rata-rata 51,91%,sedangkan di perkotaan 78,08% (Badan Pusat Statistik, 2019).
Hal ini menunjukkan kualitas jaringan data yang rendah dan sinyal internet yang tidak stabil ketika sedang mengikuti perkuliahan membuat mahasiswa merasa kesulitan untuk menerima dan memahami materi yang diberikan. Kepemilikan media guna mendukung proses pembelajaran saat pandemi juga menjadi penentu. Karena kita juga perlu menyadari bahwa tidak semua mahasiswa berasal dari keluarga kelas menengah ke atas dan tidak semua mahasiswa memiliki gawai dan laptop yang canggih guna mendukung pembelajaran secara online.
Ada yang mempunyai pun tetapi susah dalam mendapatkan akses jaringan internet sehingga terkadang dalam mengerjakan ujian, tugas maupun kuis para mahasiswa mengalami kesulitan. Belum lagi terkadang tugas yang diberikan melebihi kapasitas. Mahasiswa kesulitan untuk membagi waktu dalam mengerjakan tugas kuliah dan tugas pekerjaan di rumah.
Sehingga dari berbagai fenomena yang mewarnai kondisi pembelajaran daring saat pandemi menjadikan mahasiswa jenuh,merasa kehilangan momen perkuliahan seperti saat sebelum pandemi dan mata kuliah yang diajarkan pun tak jarang kurang dimengerti oleh mahasiswa. Adapun sumber stress akademik meliputi : situasi yang monoton, kebisingan, tugas yang terlalu banyak, harapan yang mengada-ngada, ketidakjelasan, kurang adanya kontrol, keadaan bahaya dan kritis, tidak dihargai, diacuhkan, kehilangan kesempatan, aturan yang membingungkan, tuntutan yang saling bertentangan, dan deadline tugas perkuliahan (Hasanah et al., 2020)
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Salah satu tujuan dari SDGs adalah Good Health and Well Being (kesehatan yang baik dan kesejahteraan) yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia.
Pembelajaran jarak jauh dinilai tidak sejalan dengan tujuan SDGs Good Health and Well Being karena memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan mahasiswa terutama pada psikologis nya. Tulisan ini hendak menawarkan solusi menjaga kesehatan psikologis mahasiswa dalam mengikuti pembalajaran daring selama pandemi Covid-19.
Sederhananya, solusi ini menawarkan sebuah metode pendampingan yang melibatkan pihak kampus dan mahasiswa. Kenyataannya, pembelajaran jarak jauh selama pandemi memicu tingkat stres dan kesehatan psikologis mahasiswa. Oleh karena itu, penulis menawarkan sebuah solusi “Tell us your problems (Telusur) : Pendampingan Psikologis Mahasiswa dalam Menghadapi Permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh”.
Program “Tell us your promblems (Telusur)" adalah program Pendampingan Psikologis Mahasiswa dalam Menghadapi Permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh. Tujuan program ini yaitu untuk mengurangi masalah mahasiswa selama pembelajaran jarak jauh yang menjadi faktor pemicu tingkat stres dan kesehatan psikologis mahasiswa. Program “Tell us your promblems (Telusur) ini nantinya akan bekerja sama dengan pihak kampus dan mahasiswa dalam upaya pendampingan ataupun konseling mahasiswa dari jarak jauh.
Sebagaimana yang dapat kita ketahui bersama, terdapat beberapa dampak psikologis yang dirasakan mahasiswa dalam masa proses perkuliahan daring. Hal ini menyebabkan sebagian dari mahasiswa mengalami penurunan dalam hal prestasi dan akademiknya. Penurunan dalam hal prestasi dan akademik pula semakin menambah stres yang tidak dapat dihindarkan.
Bahkan bisa memunculkan berbagai hal yang dapat dipikirkan oleh mahasiswa yang bersangkutan, contohnya saja mahasiswa berpikiran untuk berhenti kuliah, memilih cuti bahkan sampai berpikiran untuk memilih menikah saja.
Padahal jika hal yang seperti disebutkan tadi terjadi, dapat menghambat kelulusan mahasiswa dalam artian waktu studi mahasiswa dikampus akan lebih lama dengan cuti yang ia ambil, apabila sampai memilih berhenti kuliah pun sangat disayangkan sekali karena sudah melewati beberapa semester yang telah dijalani,dan untuk pilihan menikah justru nantinya mahasiswa yang bersangkutan akan sulit membagi waktu antara keluarganya atau kuliahnya hingga akhirnya bisa saja ia berhenti kuliah dan lebih memilih mengurus keluarga barunya.
Pihak kampus sendiri tidak memberikan larangan kepada setiap mahasiswanya untuk menikah saat masa studi, tetapi alangkah lebih baiknya sebelum mahasiswa mengambil keputusan terkait beberapa hal yang telah disebutkan diatas tadi para mahasiswa yang bersangkutan dapat memikirkan kembali atau menimbang keputusan yang akan ia ambil nantinya melalui proses pendampingan atau konseling jarak jauh melalui Program “Tell us your Problem (Telusur).
Program ini hanyalah sebuah gagasan ide, dan jika tulisan ini banyak diminati maka akan dipertimbangkannya realisasi program ini yang akan dikelola oleh pencetus program yaitu tim Telusur yang merupakan beberapa kumpulan mahasiswa yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan psikologis mahasiswa lainnya. Program disahkan oleh rektor universitas dan ditanggung jawabi oleh fakultas.
Tim Telusur akan mengajukan ke fakultas untuk membentuk tim khusus yang nantinya akan ditempatkan di setiap Prodi. Tim khusus inilah yang nantinya juga akan menjadi konsultan dalam program “Tell us your problems (Telusur)”. Konsultan merupakan ahli psikolog yang direkrut oleh universitas dan juga dosen yang ahli dalam ilmu psikologi. Banyaknya konsultan disetiap prodi diserahkan ke masing-masing prodi.
Tim Telusur akan membentuk akun sosial media berupa instagram dan whatsapp khusus untuk program ini. Nantinya, mahasiswa yang merasa kondisi psikisnya sedang tidak baik-baik saja, atau mengalami masalah serta kesulitan- kesulitan saat masa pembelajaran jarak jauh dapat langsung menghubungi Tim Telusur melalui akun sosial media Telusur. Selanjutnya, akan dibuatkan jadwal kepada konsultan dan akan melakukan konseling dihari yang sudah ditentukan. Konseling dapat dilakukan dari berbagi platform digital seperti zoom, googlemeet, whatsapp dan sebagainya sesuai kesepakatan antara mahasiswa dan konsultan.
Saat konseling mahasiswa bisa menceritakan apa saja, bertanya apa saja mengenai kesulitan-kesulitan yang dia hadapi terutama yang menghambat pembelajaran nya dimasa pandemi ini. Konsultan akan memberikan solusi terbaik untuk mahasiswa tersebut seperti strategi relaksasi, cara mengendalikan emosional, menjalin hubungan sosial dan sebagainya.
Mahasiswa juga akan diberi sebuah buku saku. Buku saku ini berisi goals atau hal-hal yang harus dilakukan mahasiswa tersebut selama hingga masa konseling selesai. Konseling selanjutnya akan dijadwalkan beberapa hari kemudian setelah pertemuan pertama tergantung kepada tingkat keparahan kondisi psikologis mahasiswa.
Tim Telusur akan mengunggah video-video motivasi dan cara-cara bagaimana menjaga kesehatan psikologis dalam menghadapi pembelajaran jarak jauh di akun sosial media Telusur yang bisa diakses oleh seluruh mahasiswa. Video-video ini juga akan disebar ke grup-grup whatsapp kelas di setiap prodi sehingga sekiranya mahasiswa yang tidak mau menceritakan atau terbuka dengan masalah yang sedang ia hadapi akan terbantu dalam memperbaiki kesehatan psikologis dirinya dengan menonton nya.
Sejalan dengan salah satu tujuan Suistainable Development Goals (SDGs) Good Health and Well Being 2030, kesehatan mental menjadi unsur penting dalam mengukur kualitas kesehatan seseorang. Dengan adanya program ini, mahasiswa yang merasa tertekan dengan kehidupannya, mahasiswa yang tidak memiliki teman cerita atau mahasiswa yang merasa tidak ada yang bisa menolong dirinya disaat kesulitan dapat memulihkan kondisi mereka perlahan-lahan.
Dengan kondisi yang sudah kembali baik, maka keinginan untuk melakukan hal- hal yang baik dan positif pun akan bertambah. Mahasiswa akan mendapatkan semangat belajarnya kembali, akan lebih tertata hidup dan pemikirannya karena sudah mengetahui strategi bagaimana untuk tetap menjaga kesehatan psikologisnya. Kesehatan mental mahasiswa yang baik maka akan menghasilkan generasi yang baik dan berkualitas. Tidak apa-apa membutuhkan bantuan profesional untuk membantu kita, hal tersebut bukanlah kelemahan, melainkan tanda keberanian karena kita sadar ada yang salah dan untuk itu kita membutuhkan bantuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H