1. Era Kalasuba (Makmur)
Kalasuba berarti "indah" atau "makmur." Era ini dianggap sebagai masa keemasan, di mana masyarakat hidup dalam kesejahteraan, keadilan, dan ketenteraman. Pada masa ini, pemimpin yang adil (dalam budaya Jawa disebut "Ratu Adil") berperan penting dalam menciptakan kondisi sosial-politik yang harmonis. Korupsi dan ketidakadilan sangat minim, karena ada kesadaran kolektif (Eling lan Waspodo) di kalangan masyarakat untuk menjaga etika dan moralitas. Era ini melambangkan masa yang diidamkan, penuh dengan keadilan dan kesejahteraan sosial.
- Makmur dan Sejahtera: Seluruh rakyat menikmati kemakmuran, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan jarang terjadi, karena pemimpin berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan dan kebijaksanaan.
- Eling lan Waspodo: Masyarakat selalu diingatkan untuk "eling" (ingat) akan tanggung jawabnya dan "waspada" terhadap ancaman yang bisa menghancurkan kemakmuran ini.
- Imam Mahdi: Dalam tradisi Islam, Imam Mahdi merupakan sosok mesias yang akan datang di akhir zaman untuk memimpin dunia menuju keadilan dan kedamaian. Ini paralel dengan konsep Ratu Adil, di mana diharapkan datangnya seorang pemimpin yang akan membawa masyarakat keluar dari kegelapan dan kekacauan.
Dalam konteks modern, era ini bisa dilihat sebagai cita-cita masyarakat yang menantikan masa depan yang makmur di mana hukum ditegakkan dengan baik, dan kehidupan sosial berfungsi dengan harmoni.
2. Era Kalatidha
Kalatidha berasal dari kata "tidha," yang berarti kabur atau tidak jelas. Kata "kalatidha" dalam bahasa Jawa berarti "masa sulit" atau "masa ketidakpastian." Di era ini, nilai-nilai moral mulai memudar. Egoisme dan ketidakpedulian mendominasi, dan orang-orang mulai mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri. Baik dan buruk diabaikan, sehingga banyak terjadi penyimpangan seperti korupsi, ketidakadilan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Era Kalatidha adalah masa krisis moral dan etika, di mana sistem sosial mulai retak karena hilangnya rasa tanggung jawab kolektif.
- Manusia Egoisme, Enak Sendiri: Di era ini, manusia menjadi egois, hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kesejahteraan kolektif. Kebijakan dan tindakan yang mementingkan diri sendiri mulai merusak tatanan sosial.
- Baik Buruk Diabaikan: Dalam era ini, batas antara baik dan buruk menjadi kabur. Korupsi menjadi merajalela karena orang-orang tidak lagi mempedulikan etika dan moralitas. Penegakan hukum menjadi lemah, dan tindakan kriminal serta penyalahgunaan kekuasaan dibiarkan tanpa konsekuensi.
- Feodal: Munculnya kembali sistem kekuasaan yang sentralistik dan tidak adil. Kekuasaan terpusat di tangan segelintir orang atau kelompok elit, yang memperparah ketidakadilan dan ketidakstabilan sosial. Kesenjangan antara kaya dan miskin menjadi semakin lebar.
Dalam konteks Indonesia, era ini mencerminkan situasi di mana korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi hal yang biasa, dan nilai-nilai moral diabaikan demi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Ini bisa dikaitkan dengan kondisi politik yang dipenuhi oleh oligarki atau kekuasaan yang disalahgunakan oleh segelintir elit.