Darah Pang Pang mengalir ke wajahku. Air mataku tidak dapat mengalir, perasaan di hatiku sudah tidak dapat kukendalikan lagi, emosiku memuncak, pikiranku sudah tidak jernih lagi dan sekarang aku hanya dapat melihat wajah Pang Pang dimana air mata menetes dari kedua matanya yang besar.
Setelah Bibi Mery menusuk Pang Pang, kulihat ia sangat seperti orang yang kehilangan arah. Ia tertawa sambil berlari menjauhiku. Dia berlari ke jalan raya dan tiba-tiba truk sampah menabrak Bibi Mery, hingga ia tidak dapat bergerak lagi. Bisa dikatakan dia meninggal di tempat saat itu juga. Yang terpikir di benakku saat itu hanyalah, Pang Pang pasti bahagia sekarang. Karena ia dapat membalas Bibi Mery di sana.
Setelah aku mengalami peristiwa yang membuat driku hampir gila ini, aku membawa jasad Pang Pang ke Taman Impian, tempat dimana aku selalu bermain bersamanya. Aku menggali tanah dengan tangan kosong dan meletakkan jasad Pang Pang disana. Tanganku penuh dengan luka akibat gesekan tanah dan bebatuan yang tajam.
Setelah aku menguburnya, aku berjalan pulang ke rumah bibi. Sesampainya aku di rumah bibi, aku melihat makanan Kenny yang berserakan di lantai. Setelah kuperhatikan dengan jelas. Kulihat ada banyak serpihan kaca di dalamnya, saat itu di hatiku berkata, “ Inilah yang dirasakan Bibi Mery.” Perasaan yang membunuh diriku karena kehilangan Pang Pang ini, dirasakan juga oleh Bibi Mery.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H