Mohon tunggu...
Tiara Rizki Aulia
Tiara Rizki Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa HI Universitas Islam Indonesia

Welcome

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Neoliberalisme dalam Sengketa Kuil Preah Vihear

7 Januari 2021   19:37 Diperbarui: 8 Januari 2021   20:49 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.angkorsmilingtour.com/preah-vihear-temple-tour/

Kamboja dan Thailand merupakan dua negara yang dulunya mempunyai hubungan yang sangat baik dan erat. Hubungan keduanya jauh dari kata pertikaian dan kemungkinan besar hal ini disebabkan banyak persamaan antara kedua negara ini dan salah satunya dari segi agama yang sama-sama menganut agama budha. 

Namun hubungan yang baik itu kemudian berubah menjadi konflik yang panjang. Persengketaan wilayah Kuil Preah Vihear adalah awal mula terjadinya konflik antara Thailand dan Kamboja. Konflik itu bermula dari ketidakjelasan perbatasan wilayah Kamboja dan Thailand berdasarkan peta yang telah dibuat oleh pemerintahan Perancis dan pemerintahan Siam (Thailand) terutama di wilayah Kuil Preah Vihear. Wilayah kuil Preah Vihear merupakan wilayah yang diperebutkan oleh keduanya. 

Thailand dan Kamboja memperebutkan wilayah Kuil Preah Vihear karena kaya akan sumber daya minyak, mineral, dan gas alam. Kepemilikan wilayah Kuil Preah Vihear akan menjamin terpenuhinya kebutuhan sumber daya alam yang melimpah serta energi untuk negara yang memilikinya.

Tahun 1953 Kamboja mendapatkan kemerdekaan dan Thailand semakin memperkuat kepemilikannya atas kuil tersebut dengan menempatkan pos polisi di Pegunungan Dangrek. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Thailand ini kemudian diprotes oleh pihak Kamboja di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sihanouk. 

Dari tahun 1953-1958 Kamboja telah mengusahakan negosiasi untuk permasalahan ini, tetapi tidak menemukan hasil dan Thailand tidak bersedia menarik mundur pasukan polisi nya dari Pegunungan Dangrek. 

Keputusan Thailand yang tidak berubah membuat Kamboja memutuskan untuk membawa kasus ini ke ICJ (International Court of Justice). ICJ kemudian memanggil keduanya untuk menyelesaikan konflik, proses penyelesaian dimulai dari mendengarkan pendapat dari masing-masing negara. Keduanya sama-sama berasumsi bahwa wilayah Kuil Preah Vihear merupakan bagian dari wilayah negaranya. ICJ kemudian juga mengambil fakta sejarah sebagai bahan pertimbangan keputusannya. 

Berdasarkan sejarah perjanjian Perancis dan Siam (Thailand) pada tanggal 1904 yang merumuskan mengenai wilayah pegunungan Dangrek dan Kuil Preah Vihear dan keduanya sepakat untuk membentuk komisi untuk memetakan garis batas negara. Anggota komisi tersebut terdiri dari petugas Perancis dan Siam. 

Namun petugas dari Siam kurang mampu dalam memetakan wilayah sehingga menyebabkan petugas Perancis lebih banyak melakukan survey pemetaan dan melaporkan hasilnya kepada komisi. Dari hasil survey tersebut didapatkanlah adanya penyimpangan garis batas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan penyimpangan itu membuat seluruh tanjung di pegunungan Dangrek juga Kuil Preah Vihear masuk ke dalam kawasan Kamboja. 

Tahun 1962 ICJ mengeluarkan keputusannya dan menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear merupakan bagian wilayah Kamboja dan Thailand harus menarik mundur pasukannya dari wilayah tersebut. Konflik meredam dan keduanya tidak membahas lagi mengenai hal ini.

Di dalam neoliberalisme konflik antara Thailand dan Kamboja merupakan efek dari adanya anarkhi internasional yang mewarnai interaksi antar negara(Koehane,1984). Neoliberalisme menganggap kedua negara ini memiliki kepentingan masing-masing dalam mempertahankan klaim mereka atas kepemilikan Kuil Preah Vihear, yakni wilayah tersebut memiliki sumber daya alam yang melimpah. 

Adanya kepentingan yang sama itu tidak lantas membuat kedua negara berkerjasama untuk menjaga kuil tersebut bersama-sama.  Dan juga dalam pandangan neoliberalisme terdapat situasi strukturalis yang mana merupakan faktor pendorong para aktor untuk berkerjasama dengan rezim. Jelas ada alasan yang mendorong Kamboja untuk melakukan kerjasama dengan ICJ,yakni ketika tidak ada respon yang positif dari pihak Thailand untuk menyelesaikan sengketa ini secara bilateral. 

ICJ merupakan rezim internasional yang menjadi penengah konflik antara kedua negara tersebut. Dalam pandangan neoliberalisme rezim berfungsi untuk mewadahi atau memfasilitasi terciptanya kesepakatan bersama atas suatu permasalahahan yang sulit dicapai ketika melakukan diplomasi secara bilateral ,selain itu rezim juga berperan untuk mengurangi ketidakpasian infromasi yang terjadi pada para aktor,dan itu terlihat ketika Kamboja yang melihat adanya ketidakpastian siapa yang memiliki hak atas wilayah Kuil Preah Vihear dan juga tidak adanya respon yang positif dari pihak Thailand untuk menyelesaikan secara bilateral,maka Kamboja memutuskan untuk membawa kasus ini ke pihak ketiga yakni ICJ agar dapat memfasilitasi kesepakatan dan penyelesaian antara Thailand dan Kamboja dan sekaligus mengurangi ketidakpastian dengan memberikan informasi  atas  kepemilikan wilayah sengketa melalui fakta sejarah.  Setelah mendapatkan keputusan dari ICJ bahwa Kamboja merupakan pemilik atas Kuil Preah Vihear,ICJ memerintahkan Thailand untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah tersebut dan hal itu sesuai dengan fungsi rezim dalam pandangan neoliberalisme yakni membantu membentuk reputasi negara dengan patuh dengan komitmen yang dikeluarkan oleh rezim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun