Seorang religius/biarawan-ti harus dengan senang hati diutus atau ditempatkan oleh pimpinan/superior/provinsial di mana saja. Hal ini merupakan efek logis dari kaul ketaatan yang diikrarkannya.
Demikian pula halnya dengan saya dan empat saudara Kapusin dari Ordo Kapusin Provinsi Medan (disingkat: OKPM). Kami taat dan dengan senang hati, diutus oleh Provinsial OKPM untuk menjadi staf pembina (formatores) para postulan (calon) Kapusin di rumah pembinaan yang terletak di Siantar Sitanduk.Â
Siantar Sitanduk merupakan salah satu desa dengan penduduk terbanyak dan terpadat di Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Desa tetangga yang dekat dengan Sitanduk yakni Tarabintang, Marpadan, Mungkur, Sibongkare Sirata, Sibongkare Sianju, Sihombu, Sihotang Hasugian (Sihas) Toruan, dan Simbara.
Di desa ini, penduduk umumnya bertani dan berkebun (karet, kelapa sawit, dan cokelat). Lahan yang dapat diolah masih sangat luas.Â
Alam desanya sungguh indah, sejuk, dan amat segar sebab jutaan pohon masih berdiri tegap menghiasi perbukitan yang menjulang megah. Aliran air sungai masih sangat segar, walau tidak bening karena warna airnya kecokelat-cokelatan mengikuti warna tanah dan jubah Kapusin. He he he.Â
Masyarakat setempat mayoritas berdarah Batak Dairi. Bahasa sehari-hari yang digunakan di desa ini juga Batak Dairi, seperti kade (apa), mike (kemana), oda lot (tidak ada), dor mo (cepatlah), katerra (bagaimana) dan lain-lain. Kalau mau belajar, silakan berkunjung ke desa ini.
Tantangan yang dihadapi
Akan tetapi, ada beberapa kesulitan yang dihadapi kalau hendak berkunjung ke desa ini.Â
Pertama, akses jalan masih belum sepenuhnya bagus. Di beberapa tempat, masih ada jalan yang berbatu lepas.
Kedua, sangat sulit mendapatkan sinyal handphone dan akses internet. Di desa ini, belum ada satu pun tower pemancar jaringan. Padahal, di masa pandemi yang mengharuskan PBM (proses belajar mengajar) via daring, anak-anak sekolah menjadi kesulitan mengakses internet.
[Barangkali, ini menjadi satu faktor kami jarang publikasi anggitan ke Kompasiana ini. Kalau pun ada, itu terjadi ketika kami berada di luar desa. Yeayy...]
Menurut kesaksian beberapa masyarakat, sudah pernah mereka menyampaikan usulan agar di desa atau setidaknya di dekat desa itu didirikan satu tower pemancar sinyal. Namun, karena berbagai alasan sampai sekarang belum ada tower yang berdiri. Wahh... kapan, yah? Anak sekolah butuh banget lho.
Ketiga, aliran listrik kurang stabil dan kerap diputus. Bahkan, bisa sampai berhari-hari. Alhasil, peralatan elektronik pun banyak yang rusak dan terbakar. Aktivitas harian pun terganggu.Â
Sudah jaringannya sulit didapat, listriknya pun diputus. Wuihh... yang sabar yah Amang!
Keempat, akses pendidikan masih minim. Di desa ini hanya ada satu SDN dan satu SMPS. Tidak ada satu pun SMAS/N. Jumlah tersebut masih amat kurang memadai.
Penantian kasih
Seperti judulnya, menanti kasih, demikian kami menantikan salam kasih dari dunia luar (he he he) untuk kami yang tinggal di Desa Siantar Sitanduk.Â
Kami berharap bahwa ke depannya dalam waktu dekat ini, perangkat desa+pemerintah daerah+bila perlu pemerintah di pusat memberikan cintanya (sedikit saja) ke desa ini.
Terlebih, kami menantikan kasih yang dapat diterima alat komunikasi elektronik ini agar alat ini berfungsi seyogyanya. Juga, anak dan adik-adik didik kami di SD dan SMP dapat mengakses informasi dari luar untuk pendidikan mereka. Agar, mereka tidak jauh ketinggalan dari anak-anak sekolah yang ada di kota sana.
Apakah kasih kami akan dibalas?
Kami sangat berharap dengan penuh sukacita.
Salam hangat
dan
salam sehat dari kami masyarakat Siantar Sitanduk.
Njuah-juah ...
Horas ma di hita ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H