Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Air Menjadi Sangat Mahal

22 Maret 2021   15:32 Diperbarui: 22 Maret 2021   15:46 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata, Danau Toba tidak memberikan jaminan ketersediaan air (bersih) bagi masyarakat di Pulau Samosir. Desa Parmonangan yang ada di kecamatan Simanindo misalnya, baru-baru ini dikabarkan krisis air bersih (22/3/21). Meski perangkat desa telah mencoba membuat sumur galian atau bor, air bersih tetap saja sulit didapat. Masyarakat desa menggantungkan harapan akan air bersih pada hujan, air kemasan, dan pemerintah Samosir lewat mobil tanki air. 

Hal yang hampir senada pernah saya alami dan amati sendiri ketika kerasulan di Kecamatan Ronggur Nihuta (satu kecamatan di Kabupaten Samosir). Saya tinggal di rumah Pak Camat yang juga seorang pengurus gereja di stasi Ronggur Nihuta. Boleh saya katakan bahwa kecamatan ini berada di puncak Pulau Samosir dan dari sini, tidak tampak lagi Danau Toba, sudah seperti dataran biasa. Suhu di sini tergolong dingin dan kering.

Ternyata, sudah cukup lama hujan tidak turun di kecamatan ini. Pasokan air bersih semakin sedikit. Masyarakat sungguh merasa kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan memasak, minum, mandi, dan sebagainya. Pasalnya, sungai dan air terjun (kecil) hampir berhenti mengalir. 

Memang, di beberapa tempat masih ada beberapa kolam yang tidak terlalu luas dan boleh dikatakan airnya tidak terlalu kotor. Inilah yang dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk keperluan sehari-hari. Dari sini mereka mengambil air untuk dibawa ke rumah. Di tempat yang sama pula mereka mencuci pakaian dan ada pula yang mandi.

Pak Camat pun turut terlibat menjamin distribusi air bagi keluarga yang kesulitan mengakses air. Mobil tanki air datang membawa beberapa liter air yang diambil dari Danau Sidihoni (danau yang dijuluki 'Danau di atas danau', berada di Desa Salaon Toba, Kecamatan Ronggur Nihuta). Danau ini dapat dikatakan sebagai 'gudang air' ketika musim kemarau atau pancaroba melanda kecamatan ini, walau air tidak terlalu bersih sebab di sini masih ada masyarakat yang MCK (mandi cuci kakus). Akan tetapi, dalam keadaan yang sulit, hal itu menjadi masalah berikutnya.

***

Bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran danau, barang kali perkara air tidak terlalu sulit. Mereka dapat membuat saluran air dari danau ke rumah sendiri. Bahkan, ketika musim kemarau, air masih bisa dijangkau dengan mudah. Tapi, bagi masyarakat yang tinggal di daerah dolok (dataran yang lebih tinggi) Samosir, pasokan air bisa menjadi terancam, terlebih pada musim kemarau. Begitulah kegiatan yang saya alami dan saksikan selama kurang lebih 2 minggu. Di sinilah saya begitu merasakan betapa mahalnya air. 

Selama ini, saya hanya bersimpati kepada orang di daerah tertentu karena kesulitan mendapatkan air bersih. Saya hanya menonton dan terenyuh, tanpa merasakan penderitaan mereka, terutama yang ada di Afrika sana. Kini saya merasakan dan mengalaminya langsung. Pernah juga di sebuah cuplikan video, saya melihat bagaimana mereka memanfaatkan air bekas dari hewan peliharaan untuk dikonsumsi. Miris, bukan?

***

Kalau saya bandingkan pengalaman dua minggu yang tanpa air, belum ada apa-apanya dengan mereka yang sekarat berpuluh-puluh tahun karena tidak bisa menikmati setetes air bersih. Dalam kehidupan normal, kalau berkata jujur, terkadang saya masih lalai untuk menghargai air. Misalnya, kadang kran kamar mandi tidak tertutup rapat, banyak air yang terbuang kalau mencuci, bila ada pipa yang bocor didiamkan, dan abai kalau ada benda kotor di penampungan air. Egois, bukan?

Kemahalan air bukan hanya ada pada label rupiahnya. Kemahalan air berada pada kesulitan untuk mengakses, menikmati, dan menyimpannya. Akan menjadi lebih mahal lagi, ketika air bersih sudah sangat tercemar, kotor, dan bau. Sedangkan ikan saja dapat mati kalau ditempatkan di air seperti ini, apalagilah manusia. Tidak bisa dibayangkan betapa banyak penyakit yang timbul. Lebih parahnya, organ tubuh bagian dalam terinfeksi dan akhirnya tak berfungsi lagi. Matilah...

***

Untuk itu, apa yang dapat saya petik dari pengalaman di atas? 

Pertama, air itu sungguh amat mahal. Walau ada orang yang begitu mudah mengakses air, tapi saya yakin dia pun akan mengeluarkan dana, tenaga, dan perhatian untuk itu. Apalagilah bagi orang yang tidak 'punya', akses air bersih akan menjadi sungguh mahal dan bisa jadi tidak terbeli.

Kedua, jangan lalai untuk bersyukur atas air yang masih bisa dinikmati saat ini. Ketiga, jangan boros akan air apalagi sengaja membuang air begitu saja tanpa ada guna atau manfaatnya. 

Keempat, jangan merusak atau mengganggu aliran air yang menjadi penyokong kehidupan dengan membuang sampah atau limbah yang beracun. Kalau sudah terkontaminasi racun, air tidak lagi menghidupkan, tetapi sudah mematikan. Kelima, pakailah air secukupnya, karena sungguh, air itu sangat mahal. Agar lebih membantu, bayangkan saja air itu seperti uang yang harus kita pakai dengan hemat. Jangan boros, agar persediaan tetap ada.

Keenam, mari berbagi dengan orang lain yang membutuhkan akses air bersih. Derma, bantuan, atau donasi air yang laik akan melegakan dahaga orang yang rindu akan air bersih. Sama seperti orang di sekitaran Danau Toba tadi, ada yang mudah mendapat akses untuk air, tetapi ada yang begitu kesulitan. Maka, orang yang kesulitan ini perlu ditolong. Air dapat juga menjadi penyejuk tali persaudaraan.

Ketujuh, mari kita bersama menjaga air yang mahal itu agar generasi berikutnya tidak mendapatkan air mata, tetapi mendapatkan mata air kehidupan. Berapa tahun lagi bumi ini tetap ada masih misteri. Generasi demi generasi muncul dan lahir dalam misteri perputaran bumi. Untuk itu, kita harus punya motivasi dan dorongan kuat untuk tidak ego tetapi peduli akan masa depan. Anak cucu kita kelak, jangan sampai mendapat air mata kesedihan karena sudah sulit mengakses air. Tapi, kita bertanggung jawab menjaganya untuk masa depan anak cucu.

Akhir kata, air itu sungguh amat mahal bagi kehidupan makhluk hidup. Maka, perlu dihemat dan dijaga agar persediaannya tetap ada dan tidak mengering apalagi menjadi kotor dan kumuh.

Selamat Hari Air Sedunia, 22 Maret 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun