"Kekuatan kata-kata ternyata mempunyai dampak yang dahsyat dalam mempengaruhi keadaan seseorang atau sesuatu! (Dr. Masaru Emoto)"
Dr. Masaru Emoto namanya. Ia telah melakukan penelitian dan uji coba terhadap air dan nasi yang dibagi dalam tiga wadah berbeda. Di wadah pertama, ia menempelkan tulisan: "I love you! Kamu baik!". Di wadah kedua, tertulis ungkapan: "I hate you! Kamu jahat!". Sementara di wadah ketiga, tidak ada tulisan apa pun.
Setiap hari ia selalu menyapa nasi di dalam masing-masing wadah dengan mengucapkan kata-kata yang tertera di wadah itu. Tibalah di hari ke 27, tampaklah sebuah pemandangan yang menarik. Nasi dalam wadah pertama tidak basi, hanya berjamur dan tidak ada uap bau dari nasinya. Lalu, nasi di wadah kedua, basi dan membusuk. Sementara itu, nasi di wadah ketiga berkerak dan warnanya hitam alami.
Sama halnya dengan air yang dibagi dalam tiga wadah, dengan tulisan yang sama. Dalam bukunya "The True Power of Water", Dr. Emoto menjelaskan bahwa air yang mendapat sapaan baik dan positif akan memiliki partikel kristal segi enam yang indah. Sementara itu, air yang disapa dengan ungkapan negatif akan memiliki partikel kristal yang rusak dan tidak teratur.Â
Bahasa Destruktif vs Konstruktif
Bahasa menjadi suatu identitas bagi manusia. Bahasa juga menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Manusia yang berbudaya akan mengerti suatu bahasa dan itu menunjukkan masuk ke kategori mana dia. Misalnya, jika seseorang berbahasa Batak, bisa jadi ia adalah orang Batak. Atau, orang di luar Batak, tapi mengerti bahasa dan adat Batak, lalu senang berbahasa Batak.Â
Bahasa juga bisa digunakan menjadi indikator untuk menilai kualitas kepribadian seseorang. Yah, memang betul. Jika seseorang sudah terlatih dan terdidik untuk menggunakan bahasa yang sopan, santun, dan tahu konteks, bisa dikatakan bahwa ia tergolong orang yang baik, bertata krama, dan berpendidikan. Orang lain akan merasa senang dan nyaman berkomunikasi dengan tipe ini. Tidak ada kerisihan di dekat orang ini.
Sementara, jika seseorang sudah terbiasa (terlatih) dengan kata-kata jelek dan negatif (hari-hari: kotor), bisa jadi ia tergolong manusia yang tidak berbudi baik dan kasar. Orang banyak akan cenderung menjaga jarak dari tipe ini. Sebisa mungkin, orang tidak mau bertemu dengannya, karena jera dengan ungkapan-ungkapan kasar yang menjadi kebiasaan orang ini. Kecuali, bagi mereka yang setipe dengannya, akan merasa ungkapan kasar itu sebagai hal lumrah.
Dalam hidup sehari-hari, bahasa tidak bisa hilang dan absen dari manusia. Bayangkan saja, mulai bangun tidur, kita sudah berbahasa. Dalam sarapan, kerja, istirahat, olah raga, memasak, menulis, mencuci, berdoa, dan tidur pun kita berbahasa. Yah, dalam tidur ada mimpi. Spontan, bisa saja kita mengingau tak jelas karena mimpi dan itu pun bahasa.Â
Masalahnya, apakah bahasa yang digunakan itu adalah bahasa yang kurang atau tidak baik, sopan, santun, dan destruktif? Atau apakah bahasa yang digunakan sudah lebih displin, sopan, santun, ramah, dan konstruktif? Boleh instropeksi sendiri.
Labelling Theory
Selain sebagai komunikasi, bahasa juga dipakai oleh manusia untuk memberikan label kepada sesuatu atau orang lain. Dalam antropologi, ini disebut sebagai labelling theory. Jadi, tidak hanya di Kompasiana ada label (pilihan, featured, atau artikel utama).
Sadar tak sadar, setiap saat ada saja label yang diciptakan pikiran terhadap orang tertentu. Misalnya, kepada orang yang disayangi dan dicintai: dear, honey, my love, pahlawanku, pujaan hatiku, segala-galanyaku, dan masih banyak lagi. Silakan diutarakan di hati masing-masing. Kepada benda-benda atau hewan peliharaan, atau tanaman kesukaan, label juga diberikan. Ada perasaan bahwa benda, hewan, atau tanaman kesukaan itu bisa mengerti sapaan yang kita utarakan untuknya. Maka, mereka perlu dijaga, dirawat, dan disapa dengan kata-kata yang konstruktif.
Label juga diberikan kepada orang yang tidak disenangi: saingan, budak, si jahat, kejam, diktator, 'killer', si omdo (omong doang), dan sebagainya. Label ini bisa juga disematkan kepada benda, hewan, atau tanaman yang kurang dan tidak disukai. Ada ketidaknyamanan hati dan ketidakberterimaan perasaan terhadap orang, benda, hewan, atau tanaman tersebut, maka dicap seperti itu.
Masih sejalan dengan uraian di atas subjudul ini, bahwa keadaan ini terjadi di dalam kehidupan manusia. Ada labelling terhadap seseorang atau sesuatu yang diungkapkan secara destruktif. Ada pula labelling terhadap seseorang atau sesuatu yang disampaikan dengan bahasa yang konstruktif. Tapi, sebagai makhluk yang ingin membina diri ke arah yang lebih baik dan manusiawi, kita lebih pilih bahasa dan labelling yang positif, sopan, santun, dan konstruktif. Karena apa? Karena, sungguh ini adalah tanda martabat pribadi yang daya refleksi dan kritisisasinya mantap dan baik. Selain itu, bahasa dan labelling yang konstruktif memiliki roh dan kedahsyatan yang tak terduga-duga.
Kedahsyatan Ungkapan "I Love You!" Secara Universal
Dr. Emoto sudah pilih dan terapkan satu ungkapan yang dahsyat, yakni I love you. Mungkin, kita agak tergelitik. "Masa ke air dan nasi ini diungkapkan sih?" Tunggu dulu. Ingat, dengan percobaan inilah dunia secara luas semakin mengerti dan memaknai bahwa hal positif yang sederhana pun bisa menimbulkan efek yang sungguh dahsyat.Â
Siapa sih yang tidak tahu atau merasa asing dengan ungkapan sarat kasih: "I LOVE YOU!" Di dunia romantika, ungkapan ini sungguh amat laris dan tidak bisa hilang. Sepasang kekasih yang sedang mengadu kasih akan saling berucap, "I love you, Darling!". Orang yang sedang ditembak panah asmara akan senyum-senyum memandangi foto orang yang disukainya sambil mengucap kata-kata yang sama.Â
Betul. Ungkapan ini, tidaklah baru di dalam peradaban manusia. Akan tiba waktunya, setiap orang akan merasakan jatuh cinta dan pada akhirnya mengucapkan kalimat itu kepada orang yang dicintainya. Tak tertutup kemungkinan juga, ungkapan yang sama diucapkan kepada benda, hewan, atau tanaman yang dicintainya. Yah, I love you. Namun, mari kita memandang dan memaknai ungkapan dahsyat ini secara lebih luas.Â
1. Menerima Secara Tulus dan Hati Terbuka
Ungkapan ini, tidak hanya dipakai dalam menyatakan perasaan cinta kepada orang yang disukai dan telah dipilih mengisi relung hati. Ungkapan ini bisa dipakai dimana saja dan kapan saja serta bagi siapa saja. Yang penting, dari hati seseorang atau kita, sudah ada sikap menerima dan menghargai seseorang dan sesuatu. Menerima dengan hati yang terbuka, berarti siap menerima segala kekuatan dan kelemahan orang atau benda tersebut (just the way you are).
2. Ungkapan Berdamai
Ungkapan I love you bisa kita gunakan untuk hal-hal yang tidak kita senangi. Ketika kita tidak senang dengan seseorang atau sesuatu, bukan berarti kita tidak bisa mencintainya. Dengan mengungkapkan ini, justru kita semakin berusaha berdamai dengan hal-hal yang tidak disenangi tadi.Â
3. Ungkapan Dukungan dan Motivasi
Saat mengucapkan kalimat ini pun, kita seakan memberikan dukungan kepada orang lain. "I love you honey, mom, dad, sista, brada, dll!" Kita memotivasinya dengan cinta dan pandangan yang positif.
4. Ungkapan Kenyamanan
Semakin sering ungkapan itu diutarakan, orang yang mengucapkan dan terlebih yang mendapat ucapan akan merasa nyaman, aman, dan terlindungi. Akan semakin tumbuh benih saling percaya dan dipercaya orang lain.
5. Ungkapan Pemberi Perubahan
Dari penelitian Dr. Emoto sudah terang. Ungkapan Dr. Emoto terhadap materi percobaan memberikan perubahan. Kata positif dan konstruktif: "I love you" mengalami perlambatan pembusukan nasi. Partikel kristal yang terbentuk dari air yang disapa dengan positif juga luar biasa indahnya. Apalagi kepada manusia, ungkapan ini akan mengarahkan orang lain kepada perubahan, tentunya ke arah yang baik. Orang yang disapa akan enerjik melakukan kegiatan-kegiatannya.
6. Ungkapan Penerimaan Diri Sendiri
Yang paling membuat diri sendiri tidak nyaman adalah sikap tidak menerima diri sendiri. Ada orang yang benci tubuhnya gemuk, pendek, berkulit hitam, tinggi, putih, dan sebagainya. Yang ada hanya kutuk diri. Padahal, ini sungguh berbahaya. Sikap benci diri dan tidak percaya diri (PD) bisa mematikan potensi-potensi yang ada dalam diri. Jika berkepanjangan dan tak diobati, orang yang bersangkutan dapat bunuh diri. Maka, untuk itu perlu perubahan pola pikir untuk tidak mempersalahkan diri sendiri atas keberadaan dirinya. Perlu dikembangkan dan dilatih sikap bersyukur atas diri sendiri sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Keterbatasan fisik pun perlu dicintai. Tidak keliru dan salah kalau setiap hari kita ucapkan: "I love you my body!". Dengan semakin sering diucapkan dan dihayati, maka kita akan mampu menerima diri apa adanya.
7. Bisa Dilukiskan Menurut Pengalaman Masing-masing
Nah, sungguh luar biasa memang pengaruh ke tiga kata: I-love-you! Sederhana dan singkat, tapi sungguh dahsyat. Maka, tak usah ragu untuk melatih diri berbahasa, memberikan label, dan berbahasa yang baik dan positif. Mencintai orang, benda, hewan, atau tumbuhan berarti membuka hati menjalin relasi yang baik. Mari berlatih... dan rasakan kedahsyatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H