Untuk itu, walau mungkin kita punya pengalaman traumatis dengan bapak kita, sudah saatnya dengan membaca tulisan Paus Fransiskus kita membuka diri untuk berdamai dengan itu.
Kita perlu belajar bagaimana kelak menjadi bagian dari suatu keluarga. Bisa saja keluarga itu dimengerti sebagai keluarga normal (ayah, ibu, anak) atau keluarga kelompok/perkumpulan atau keluarga kongregasi/ordo/tarekat religius.Â
Agar keluarga itu bertahan dan rukun, kiranya cinta kasih, sikap menerima, berbagi, reflektif, mau bekerja keras dan tidak malu pada pekerjaan sekecil apa pun itu (asal halal), dan rendah hati (tidak ingin dipandang wow) perlu ditanam dan dipupuk sejak kecil.Â
Maka, menutup tulisan ini, saya pinjam kata-kata Paus untuk berbuat baik dengan penuh kasih meski kita orang-orang "biasa" yang bisa jadi tidak dikenal orang lain. Sebab, perbuatan kasih itulah yang amat diperlukan dunia sekarang ini. Kalau Tuhan menghendaki, akan tiba waktunya nama, jasa, dan kebaikan kita akan dikenang dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H