Maka, Gereja Katolik berani bersaksi bahwa dengan melihat, mempelajari, menedalani, dan menghayati keutamaan Yusuf - bapak yang sederhana - Gereja sampai pada figur Bapa di surga.
Meniru Teladan Yusuf
Saya merasa sangat tertarik akan Surat Patris Corde. Di dalam tulisan Paus Fransiskus tersebut, tercermin suatu seruan sekaligus ajakan kepada dunia untuk belajar dari pribadi Yusuf yang gemilang.Â
Kisah hidup Yusuf memang tidak sepopular orang kudus lainnya. Ia boleh dikatakan hanya bekerja "di balik layar". Namun, perannya yang tak popular itu justru memikat hati Paus dan lahirnya suatu refleksi atas hati bapa yang sesungguhnya.Â
Mari kita berpikir dan berpandangan secara umum, walaupun akan sulit. Bagi saya, Yusuf menjadi model untuk semua umat manusia secara keseluruhan, pars pro toto. Berbicara tentang Yusuf, bisa berbicara tentang kaum bapak secara umum pun umat manusia secara keseluruhan.Â
Ketulusan hati, kerja keras, sikap menerima, terbuka untuk kebaikan bersama, dan ketakwaan terhadap Tuhan perlu dipelihara atau dipelajari. Sebenarnya, dalam diri setiap orang, keutamaan seperti ini sudah terpatri secara metafisik. Hanya, mengapa tidak muncul, karena kurang optimalisasi melatih diri dan refleksi.
Hati seorang bapak adalah hati yang menaungi dan melindungi anak dan istri. Hal ini perlu disadari oleh kaum bapak. Setelah mengikrarkan janji pernikahan, selekas itulah ia punya tanggung jawab menafkahi, menjaga, memelihara, dan membuat keluarga menjadi bahagia.Â
Sudah seyogyanya seorang bapak bekerja secara kreatif menghidupi anak istrinya, bukan dihidupi karena bermalas-malasan. Walau akan ada kesulitan, seperti Covid 19 ini, si bapak tetap setia pada keluarganya dan tidak malu akan situasi keluarga.Â
Ketakwaan si bapak akan sangat berpengaruh kepada keluarga, sebab dengannya anak, istri, dan orang banyak akan mampu merasakan kasih Allah yang sesungguhnya.
Bagi siapa saja yang juga membaca tulisan ini, marilah kita semakin mencintai bapak kita. Kita dukung juga mereka. Terakhir kali berbagi paket makanan, saya sungguh tersentuh dengan seorang bapak yang mengambil paket itu bukan untuk dirinya, tetapi untuk anaknya yang ada di becaknya.Â
Baca Juga:Â Resensi Buku "Mencintai Santo Yusuf" Menguak Misteri Tunangan Maria
Kami saksikan itu di balik kaca mobil yang kami pakai untuk berbagi makanan. Ia hanya minum saja, sementara anaknya lahap makan. Tidak akan ada kita sekarang ini, kalau bapak kita tidak ada.Â