Mohon tunggu...
Ari Fuatik
Ari Fuatik Mohon Tunggu... lainnya -

nyaris tak punya kegemaran selain bermain dan menonton sepakbola.\r\n\r\nContact: arifunatik@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bapak, Tolong Biarkan Mereka Bermain Bola...

4 Desember 2012   07:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:12 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Berdasarkan hasil survey yang tidak saya lakukan, saya mendapati semakin banyak pencinta sepakbola tanah air yang terus mendukung Tim Nasional. Siapa pun yang akhirnya turun ke lapangan mengenakan kaus merah dengan komposisi daur ulang beberapa botol minuman, dengan lambang Garuda di dada kiri mereka. Mereka tak memedulikan itu. Seperti mereka tak memedulikan pertengkaran bapak-bapak pengurus sepakbola nasional dan bapak-bapak yang mengaku ingin menyelamatkannya.

Beberapa di antara mereka, para pencinta sepakbola tanah air itu, punya lima juta rupiah nganggur –atau kurang, atau lebih; dari orangtua mereka, dari hasil kerja mereka, atau dari kompensasi sepeda motor dan laptop yang mereka gadaikan. Ditambah waktu luang dan keinginan yang kuat, mereka gunakan uang itu untuk membeli tiket pesawat dan biaya hidup di Kuala Lumpur. Satu hari saat Timnas AFF dikalahkan Malaysia, atau 4 hari dengan turut menyaksikan kemenangan pertama Timnas atas Singapura setelah 13 tahun, atau seminggu sejak matchday pertama saat Timnas ditahan imbang Laos.

Selain mereka, banyak juga yang membatalkan agenda jalan-jalan sore pada hari Minggu, mempercepat jam pulang kantor dan menembus kemacetan jalan agar tiba di rumah lebih cepat pada hari Rabu, dan melupakan Sabtu malam, agar dapat menonton pertandingan Timnas di televisi.

Banyak dari mereka yang sebelumnya tak pernah mendengar nama Raphael Maitimo, Novan Setya, atau Vendry Mofu. Banyak dari mereka, adalah para suporter klub lokal yang bermain di Liga Super, bukan Liga Primer. Liga yang punya banyak pemain lebih matang, tapi tak mengutus satu pun pemain ke Timnas. Kecuali akhirnya Bambang Pamungkas.

Mereka tak peduli itu semua. Mereka cuma peduli dan ingin mendukung Skuat Garuda. Titik! Tok! Bagaimana pun bentuknya, dukungan itu berarti sangat besar. Bohong kalau ada yang bilang Timnas AFF kemarin punya lebih banyak pembenci daripada pencinta.

Saya tentu saja tidak boleh bilang bahwa jumlah pembenci Timnas sama dengan nol. Dan saya tidak sedang berusaha mengatakan itu. Tapi, siapa pun yang pernah berhubungan dengan penelitian di laboratorium, akan mengerti bahwa satu-dua data ngaco bisa diabaikan. Data-data valid yang menghasilkan regresi linier-lah yang dipakai, sebagai indikasi bahwa produk dan metode penelitian sudah dijalankan dengan benar.

Dalam hal ini, tak ada pilihan lain kecuali mengambil kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia mendukung Timnas. Maka mari jadikan sekian banyak yang membenci Timnas sebagai data ngaco. Dan perlakuan yang paling pantas untuk data ngaco adalah pengabaian. Itu ilmiah!

Selain itu, hal yang menurut saya istimewa adalah, dalam urusan mendukung Timnas di berbagai ajang, kita sama sekali tidak asing dengan kekalahan. Dalam urusan kekalahan, kita kaya pengalaman. Positifnya, kita jadi tidak larut dalam perasaan sedih dan kecewa yang berlebihan. Berulang kali, tapi kita tak pernah bosan.

Secara teknik, kemampuan mengumpan, koordinasi antarlini, dan lain sebagainya –seperti ulasan para analis- butuh banyak perbaikan. Seperti kesimpulan yang sudah-sudah. Karena lapangan sepakbola adalah panggung perulangan demi perulangan.

Selalu begitu, tapi kita tak pernah berhenti mendukung Timnas. Kita masih menonton mereka bertanding, walau sebelumnya sudah memperkirakan akan kalah. Perkiraan yang objektif, sama sekali tidak ada kaitannya dengan nasionalisme, karena kualitas tim lawan lebih baik. Kita tidak acuh, karena kita punya harapan. Harapan kemenangan. Kemenangan yang selalu kita rindukan.

Seperti kemenangan melawan Singapura setelah sekian lama itu. Karena keterbatasan daya ingat, saya memilih untuk lebih mengenang itu daripada dua hasil lainnya di AFF kemarin.

Jadi, kalau bapak-bapak yang kurang perhatian itu terus berusaha mencuri perhatian dengan pertengkaran yang mereka buat, mereka akan sadar kalau tidak dipedulikan. Seandainya pun mereka tidak sadar, ketidaksadaran mereka juga tidak akan dipedulikan. Terbukti, perpecahan yang mereka pamerkan di belakang meja dan depan kamera tak membuat Timnas yang bertanding di lapangan kehilangan dukungan.

Di lain kesempatan; biarlah Tonnie Cussel yang umpan panjangnya kerap salah, atau Johnny van Beukering yang kelebihan berat badan, bersaing dengan para pemain lain untuk memperjuangkan posisinya di Timnas. Tak peduli dari klub IPL atau ISL –urutan berdasarkan abjad, tidak ada hubungannya dengan kualitas.

Saat mereka mengenakan kaus merah dengan lambang Garuda di dada kiri, mereka akan didukung banyak orang yang tidak peduli pertengkaran bapak-bapak itu, yang membolehkan dan tidak membolehkan mereka bermain atas dasar asal-usul mereka.

Karena sebelum bertanding, para pemain itu selalu menyanyikan Indonesia Raya. Lagu yang sama dengan yang dinyanyikan para pendukung itu saat upacara bendera.

NB: Sebelum memikirkan lebih dalam tentang paparan data-data di tengah tulisan, silakan baca kalimat pertama.

Surabaya, 3 Desember 2012 15.50

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun