Pasca gugatan kepada Mahkamah Arbitrase, ketegangan di kawasan LCS terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir (2020-2024) -bahkan sebelum tahun tersebut terdapat aktivitas militer Tiongkok di LCS- Tiongkok melakukan aktivitas militer di kawasan LCS, diantaranya: Tiongkok mendirikan pangkalan militer di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan (CNBC Indonesia, 2022).Â
Tiongkok melakukan latihan militer dengan latihan manuver angkatan laut dan udara Tiongkok di LCS (Haver, 2021); Tiongkok melakukan patroli tempur, di mana pada waktu yang bersamaan terdapat latihan militer Filipina, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat (AS) di LCS (Al Jazeera, 2024).Â
Bukan hanya Tiongkok yang melakukan aktivitas militer di kawasan tersebut, melainkan negara-negara yang berkonflik juga melakukan hal serupa sebagai respon dari kehadiran militer negara lain. Melansir pada The Diplomat, Indonesia melakukan latihan militer "Super Garuda Shield" pada 2023 di tengah peningkatan konflik Laut China Selatan, di mana Indonesia mengalami ketegangan dengan Tiongkok di sekitar laut Natuna.
Klaim Tiongkok terkait Nine-Dash Line (NDL) bersinggungan dengan wilayah Indonesia, terutama kepentingan Indonesia yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Melansir dari The Diplomat, Indonesia mengajukan protes diplomatik terhadap Tiongkok atas kegiatan perikanan ilegal di ZEE Indonesia. Tiongkok meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas di Kepulauan Natuna. Ketegangan meningkat beriringan dengan kehadiran militer Tiongkok dan Indonesia di kawasan tersebut (Strangio, 2023).
Indonesia melakukan dua pendekatan dalam menghadapi konflik ini. Pertama, Indonesia dengan tegas menghadirkan militer di dekat wilayah yang berkonflik. Kedua, Indonesia melakukan upaya diplomatik untuk mencegah konfrontasi langsung dengan Tiongkok (Ng, 2020).Â
Selama ini, negara-negara yang berkonflik melakukan kerjasama militer seperti latihan bersama atau meningkatkan kehadiran militer, di mana penyelesaian masalah dengan pendekatan militer tidak sepenuhnya mereduksi konflik, melainkan menyebabkan eskalasi konflik di LCS. Â Â Â Â Â Â
Prospek Penyelesaian: Mekanisme Kerjasama di Laut
Pandangan neorealisme menunjukkan bahwa negara-negara Internasional tidak mungkin untuk bekerjasama karena keadaan anarki internasional (International anarchy), maka neorealisme mengganggap negara perlu mengedepankan pertahanan diri sendiri (Self-help). Berbeda dengan pandangan neorealisme, neoliberalisme tidak melihat dunia internasional sebagai dunia yang anarki, maka neoliberalisme mengedepankan kerjasama untuk menjaga perdamaian dunia.
Pendekatan neoliberal institusionalisme dapat digunakan untuk mencegah konflik. Pendekatan ini memungkinkan negara-negara internasional untuk saling bekerja sama. Kerjasama yang harus dilakukan adalah membuat mekanisme kerjasama 'khusus' di laut, dalam konteks ini kerjasama ekonomi di Laut China Selatan.Â
Mekanisme kerjasama ini akan berhubungan dengan membuka batas (border) -tidak sepenuhnya- untuk distribusi kebaikan. Maksudnya, negara-negara yang berkonflik perlu memiliki mekanisme kerjasama yang saling menguntungkan dalam sebuah rezim (regime) aturan yang disepakati bersama negara-negara yang berkonflik.Â
Alih-alih tunduk pada struktur internasional yang anarki, negara-negara harus diatur melalui aturan-aturan untuk mendisiplinkan perilaku mereka. Regime ini akan mengatur hubungan antar negara yang berkonflik di LCS, terutama yang berkaitan dengan perebutan sumber daya alam -atau yang berkaitan dengan nilai ekonomi-.