Mohon tunggu...
Tia Esti Pebriyanti
Tia Esti Pebriyanti Mohon Tunggu... Administrasi - Pelajar

Hallo, saya Tia Esti Pebriyanti. Saya mahasiswa KIMIA UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Mulai membuat akun ini, saya ingin belajar menulis selain laporan praktikum.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesalahan dalam Pertemanan

4 Oktober 2019   01:18 Diperbarui: 4 Oktober 2019   01:22 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diawali karena sebuah pertemuan yang tidak sengaja. Ketika itu, aku menjadi pendatang baru di sebuah kota. Sedang mencari udara segar, saat itu aku masih berusia lima tahun. Tak sengaja bertemu dengan seorang anak kecil perempuan dengan postur tubuh yang kurus, kulit putih bersih, dengan rambut yang bergelombang sedikit keriting berwarna coklat. Aku berpikir dia seorang yang datang jauh dari negara lain. Selain dia, aku bertemu dengan seorang anak kecil perempuan lainnya. Total aku bertemu dengan seorang anak peremuan kala itu, tiga orang. Aku diajak berkenalan dan juga diajak bermain bersama. Ya karena saat itu aku memang tidak tahu apapun.

Berawal saat itu, diriku tumbuh dengan sebuah keterbiasaan, bukan hal biasa yang bagus, melainkan yang buruk. Terjadi begitu saja, anak perempuan yang aku temui dengan kakak perempuan dan teman perempuannya, menarik paksa diriku untuk duduk di pojokan sebuah kamar. Mereka terlihat senang, seolah mendapatkan mangsa yang bagus. Masih teringat, saat itu rambutku yang baru saja diuntun oleh ibuku, basah seketika dengan cairan perawatan muka ataupun badan, entahlah itu. Wajahku diperlakukan seenaknya. entah dipakaikan apa. Aku hanya bisa terdiam dengan rasa takut yang kalut. Dan entah mengapa saat mereka melakukan kegiatan tersebut, tidak ada orang dewasa satupun yang memeriksa ke dalam kamar padahal aku diperlakukan seperti itu di dalam kamar orang dewasa yang katanya kamar saudara dari anak perempuan yang aku temui tadi.

Sudah aksi yang mereka lakukan, aku hanya bisa terdiam dan akhirnya ada orang dewasa yang memeriksa kamar dan seraya berkata "Kalian ngapain? Aduuhhh itu skincare tante! Kalian ngapain sih?" sembari memijat pelan pelipisnya. "Udah sana keluar. Buang-buang barang tante kalian tuh. Ini tuh beli pake uang bukan daun." ucap orang dewasa itu, saudara anak perempuan dengan nada yang tentunya sangat marah. Aku keluar dari kamar orang dewasa itu juga diikuti oleh ketiga anak perempuan dibelakangku. Ketika sampai di halaman rumah, ada seorang wanita, mungkin ibu dari salah satu ketiga anak perempuan itu. "Aduuhhhh ini kenapa?" ucap histeris wanita tersebut seraya menunjuk kearahku. Aku hanya terdiam dan tidak mengerti kenapa hal seperti ini terjadi. Berbuat salah pun tidak, hanya mengajak untuk berteman.
Mereka bertiga seolah tidak mempunyai salah apapun, dan langsung saja meninggalkanku ditempat. Langsung saja aku pulang menuju rumah, karena takutnya ibuku mencariku karena hampir petang aku belum saja pulang.

"Assakamualaikum mah." ucapku seraya mengucapkan salam.
"Waalaikum-- Eh kamu kenapa itu Yaa Alloh basah basah gitu rambut kamu." ibuku terlihat terkejut karena keadaanku. Ya untung saja yang basah hanya rambut juga wajahku saja.
"Kamu kenapa?" ibuku bertanya. Jujur, aku takut sekali saat itu. Mulutku tidak bisa berucap apa yang telah terjadi, yang bisa aku lakukan hanya diam. Dan ketika itu pula ibuku menyeretku ke dalam kamar mandi, memandikan lagi aku.
"Kamu tadi kemana?" tanya ibuku di sela sela kegiatannya mencuci rambutku.
"Ke sana" jawabku singkat. jujur karena aku sangat takut.
singkat cerita, begitu masa kecilku dulu, pertama kali saat mendapatkan teman.

Singkat cerita, aku mulai tumbuh dewasa dan temanku semakin bertambah. Selain perempuan yang saat kecil itu, yang bernama Jackline, aku pun mempunyai teman bernama Wisly dan Alyra. Mereka bertiga sangat baik kepadaku. Sungguh, mereka seperti keluarga, ibuku, temanku, suadara, ya pokoknya lebih dari apapun. Segala keadaan, baik buruk maupun senang telah kami lewati berempat secara bersamaan. Tak ada yang pernah meninggalkan satu sama lain, ya terkecuali terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing sudah hal yang biasa.

Suatu hari, saat aku juga mereka bertiga menjadi salah satu bagian dari kepanitiaan acara yang dilakukan sekolah, dari hari itu lah mereka mulai menunjukkan sikap serta sifat asli mereka. Aku masih ingat, kami bertiga baru saja menginjak tahun pertama di sekolah. Aku akui, bahwa Jackline tak seperti Wisly juga Alyra. Entah salah apa yang aku perbuat hingga membuat mereka mendiamiku tanpa alasan. Pulang sehabis rapat pun tidak pulang bersama.

Saat itu, hujan turun seketika membasahi semesta. Memang, musim sedang buruk-buruknya kala itu. Dan, ya sehabis rapat pun, mereka masih mendiamiku. Dan paling menyesakkan bagiku, mereka berdua sempat berbagi payung, seolah-olah tak memikirkan aku yang tengah berada di belakang mereka, Wisly dan Alyra.
"Gak bareng mereka?" teman laki-laki ku, Raka.
"Em, gatau hehe" jawabku seadanya. Ya memang kenyataan, keberadaanku saja dihiraukan.
"Yaudah, bareng aja. Hujan nih, keburu besar nanti hujannya." titah Raka kepadaku seraya mengajakku pulang bersama. Sebagai jawabannya aku hanya mengangguk.

Aku dan Raka benar-benar melewati mereka tanpa sepatah dua kata ya atau bisa dibilang basa basi untuk pergi duluan, sopan santun namanya. Aku bisa melihat mereka berdua seolah olah tak melihatku. Sepanjang perjalanan pun aku terus berpikir, apa salahku sehingga mereka berdua menjauhiku tanpa sebab apapun.

Akhirnya, setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya keadaanku juga Wisly dan Alyra kembali membaik. Pulang bersama, melakukan hal-hal yang konyol hingga membuat perut kram. Memang, jika sudah bersama mereka, tak lupa ditambah dengan Jackline semua hal itu serasa menyenangkan, serius.

Dan saat kami berempat menginjak tahun akhir di sekolah alias kelas dua belas, kami mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tapi, untuk sekedar kumpul bersama kami masih bisa menyempatkan. Walau itu banyak tugas, walau itu terlalu banyak kerjaan, kami selalu menyempatkan berkumpul sekedar membahas hal yang tidak pentingpun. Aku tidak tahu, jika hanya karena kesalahan kecil, dapat membuat kami rengggang cukup jauh.

Bermula aku yang tidak bisa ikut bermain dengan mereka karena aku tengah berada di luar rumah alias aku sedang pergi. Wisly, sempat menghubungiku untuk bermain dan juga berkumpul seperti biasa. Tetapi, aku menolaknya dengan halus karena memang aku sedang tidak berada di rumah. Posisinya, aku sedang dengan temanku yang lain dengan tidak mengajak mereka bertiga terlebih dahulu. Aku tidak tahu, dengan karena itu mereka bertiga lebih tepatnya mereka berdua Wisly dan Alyra mulai menjauhiku.
Yang semulanya jika bertemu menyapa, ini sama sekali tidak. Seperti layaknya orang asing yang tak saling mengenal. Cukup miris membayangkannya, aku hanya melakukan kesalahan kecil, mereka besar-besarkan. Jikalau mereka pun melakukan kesalahan, aku terima itu semua. Aku tak ambil pusing, karena aku tahu dibalik kesalahan setiap orang pasti memiliki alasan tertentu.

"Tumben banget sendiri pulangnya"sindir teman kelasku.
Aku tak menjawab, aku hanya diam. Sudah cukup muak mendengar pernyataan seperti itu. Apa salahnya pulang sendirian? Toh merugikan juga tidak.

Hari semakin berlalu, hubunganku dengan mereka bertiga tak berkunjung membaik. Ada rasa egois di dalam diriku. Karena, aku ingin mereka yang mulai berbicara kepadaku mengenai kesalahanku dan menyudahi semua drama ini.
Dengan begitu, terpaksa aku harus bersikap seolah-olah tak ada salah dan setiap bertemu mereka aku tak menyapa. Karena aku tahu respon apa yang akan aku terima. Aku hafal betul sikap mereka. Tapi, aku tak mungkin selalu menerima sikap mereka yang seperti itu dalam jangka yang panjang.

Menurutku, mereka terlalu egois terhadap perasaan. Mereka berbuat salah, jujur aku bisa memaafkan mereka walau kesalahan itu sangat fatal menurutku. Aku tak berani bersikap dingin, karena aku berpikir mereka temanku lebih dari apapun, tak pantas menerima perlakuan seperti itu.

"Jackline, apa ini semua salah aku?" tanyaku kelada Jackline.
"Aku tidak berani untuk memihak siapapun. Aku tidak memihakmu, dan aku pun tidak memihak mereka berdua. Yang aku tahu, mereka hanya kecewa kepadamu, Tania. Mereka kecewa mengapa kamu mengajak temanmu itu dibanding mereka berdua. Aku sih tidak masalah kamu ingin mengajakku ataupun tidak. Toh itu urusanmu."
"Tapi, kenapa harus dengan menjauhiku? Coba kamu bayangkan Jackline, kamu tiba-tba dijauhi tanpa sebab, sedangkan kamu bertanya kepada mereka, mereka hanya jawab 'tidak apa-apa'. Tidak apa-apanya mereka itu berbeda dengan sikap yang mereka tunjukkan, Jackline. Sumpah, ingin nangis rasanya jika harus menghadapi seperti ini terus. Harus merasakan sikap tiba-tibanya mereka. Aku hanya ingin, jika diantara kita berempat ada yang melakukan kesalah, apa salahnya sih untuk dibicarakan? komunikasikan paling penting dalam kehidupan. Dengan diam, tak bisa menjelaskan semua, Jackline"  suaraku mulai serak. Sebisa mungkin aku menahan tangisku agar tak pecah seketika.

"Aku mengerti, Tania. Aku mengerti. Tapi, kejadian ini ada kesalahpahaman yang tersirat. Aku tidak bermaksud untuk menyalahkan kamu, Tania. Tapi, coba beri penjelasan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi." ucap lembut Jackline seraya menepuk pundakku.
"Jackline, kamu lupa? Jikalau sudah begini bagaimana sikap Wisly dan Alyra kepadaku. Aku sudah menduga hasilnya seperti apa, Jackline."
"Tania, itu hanya sugestimu. Kamu jangan mau termakan oleh sugestimu sendiri, Tania. Aku yakin, mereka pasti mendengarkanmu. Aku yakin itu." Jelas Jackline dengan penuh kepastian. Aku hanya diam untuk menanggapi pembicaraanya.

Setelah diberi pesan oleh Jackline agar aku memberi penjelasan, jujur aku tak memberi penjelasan apapun. Aku terlalu egois. Sampai berminggu-minggu, aku tak lagi bermain ataupun berkumpul lagi dengan mereka. Aku tak lagi tahu-menahu apa yang telah terhadap mereka. Tali yang kami rajut putus seketika. Entah bagaimana untuk menyambungkannya kembali. Karena aku terlalu egois.

Sebuah komunikasilah yang menjadi kesalahan fatal. Aku yang tak mau berbicara, begitupun dengan mereka. Aku yang selalu termakan sugesti, mulai berhenti berharap apakah pertemanan akan terjalin kembali atau tidak.
Akhir cerita yang sudah kualami ya seperti ini. Komunikasi dan egois, saling berpegangan erat. Itu sumber masalah dari kisah pertemananku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun