Memang ras kulit putih asli di zaman sekarang yang mengadaptasi tren black aesthetic berlomba lomba mendapatkan kulit cokelat yang katanya eksotis.
Dalam kasus ini terlihat sangat jelas bahwa retorika white superiority adalah nyata. Karena orang kulit putih yang kita sebut “orang bule” tetap memiliki privilege atau hak istimewa dimanapun kapanpun tidak peduli segelap apapun kulitnya. Mereka tidak pernah mendapat diskriminasi dan tidak pernah dianggap rendah atau dianggap tidak berpendidikan oleh masyarakat kita. Bahkan bagi bule kulit tan atau kecokelatan sekarang dianggap berasal dari kelas atas yang menandakan mereka memiliki uang lebih banyak untuk berlibur dan berjemur.
Sementara saudara timur kita sendiri, orang-orang Papua malah sering mengalami diskriminasi dan rasisme dari masyarakat kita sendiri juga karena warna kulitnya.
Sebenarnya seperti apakah akar superioritas warna kulit ini?
Menengok dari sejarah, perbudakan ras kulit hitam disebabkan karena supremasi kulit putih yang ditanamkan oleh orang -orang Eropa bahwa ras kulit putih jauh lebih superior daripada ras lain bahkan harus berkuasa dan diperbolehkan membinasakan ras lain.
Pada masa apartheid orang yang berasal dari ras kulit hitam dipaksa melakukan pekerjaan berat di luar ruangan sedangkan mereka ras kulit putih boleh melakukan pekerjaan di dalam ruangan.
Akhirnya muncul anggapan yang langgeng dimana mana bahwa orang yang berkulit gelap dianggap orang miskin sementara orang yang berkulit putih dianggap lebih dianggap dari kalangan elite karena dipastikan tidak banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dibawah matahari.
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Sulit jika tidak dikaitkan dengan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat terhadap bangsa kita. Dimana pernah juga terjadi perbudakan di nusantara yang terlihat dari perbudakan kerja paksa, dan perempuan-perempuan yang dijadikan gundik pemuas nafsu pada masa itu. Yang menyebabkan pemikiran bahwa ras kulit putih jauh lebih sempurna dari segala aspek.
Hal tersebut terlihat di keseharian kita ketika mengetahui perempuan lokal menikahi orang bule pasti dianggap memperbaiki keturunan. “oalah pantesan anaknya cakep orang suaminya bule” ujaran seperti ini tentunya sangat familiar di telinga kita kan? Kata “memperbaiki keturunan ini sebenarnya ‘nyelekit’ seolah olah mengisyaratkan bahwa kulit gelap itu buruk dan kulit terang itu bagus.
Melalui bidang entertaimet, fashion dan produk kecantikan di negara kita pun turut melanggengkan inferioritas bangsa kita terhadap bangsa barat. Dimana aktor dan aktris yang ditampilkan dalam industry perfilman sebagai tokoh utama protagonis selalu memiliki paras seperti bule. Apalagi artis-artis Indonesia yang blasteran, didewa dewakan dan dianggap tanpa cacat bak bidadari.
Akhirnya kulit putih, hidung mancung, dan langsing yang menjadi standar kecantikan masyarakat kita hingga detik ini. Katanya sih cantik dan ganteng itu relatif. Tapi rasanya tidak mungkin ada orang yang bisa mengatakan bahwa mbak Cinta Laura Kiehl yang ‘kebule-bulean’ nggak cantik.