Mohon tunggu...
Tia Sulaksono
Tia Sulaksono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Random writer, suka menulis apapun. Buku solo: Petualangan Warna-Warni (kumpulan cerpen anak), JERAT KELAM (antologi cerpen horor). Dan 17 buku antologi puisi dan cerpen.

Perempuan biasa yang terbuat dari bahan organik tanpa pemanis buatan. Hanya ingin dikenal melalui karyanya. Betina misterius dan keras kepala. Jangan panggil bu, karena bukan ibu-ibu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sup Lada Buatan Babe

12 November 2024   22:49 Diperbarui: 13 November 2024   08:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu tak sengaja menemukan video di salah satu kanal TV. Judulnya 'Nasi Goreng Buatan Papa'. Video itu mengingatkanku pada sup buatan babe saat kami masih kecil.

Babe orang sibuk, kerja dari pagi buta hingga malam. Dari gelap hingga gelap. Berpakaian rapi jali, dan sesekali berdasi. Jika menyemprotkan parfum seperti orang berlatih kungfu. Jangan ditanya berapa botol parfum dalam sebulan yang sudah dihabiskan.

Setiap babe pulang selalu tampak lelah. Wajar, karena sebagai pekerja di belakang meja, babe lebih banyak menggunakan pikiran. Keadaan itu membuat kami tidak pernah bisa dekat dan ngobrol bersama.

Hari ini sebagian besar menceritakan Selasa yang sedang mereka lewatkan bersama bapak masing-masing. Mengesankan sekali membaca tulisan teman-teman satu persatu. Lalu bagaimana dengan Selasaku? Untukku tak ada Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, atau Senin. Kehadiran babe sebelumnya hanya jika harus membuatkan masakan untuk kami karena momy sedang tugas ke luar kota dan ART sedang tak ada.

Babe langsung ambil peran. Jurus andalannya adalah memasak sup. Sup buatan babe beda dengan nasi gorengnya papa dalam kanal TV yang pernah kutonton. Nasi goreng papa, hanya nasi, telur dengan kecap sebagai perasa. Kadang tidak karuan rasanya. 

Tapi sup babe sangat sedap. Seharusnya. Ahhh, babe selalu lupa kalo kami masih anak-anak yang tidak suka pedas. Sup babe terlalu banyak merica. Namun itulah ciri khasnya. Tiap tersaji sup sederhana di atas meja makan, beraroma bawang goreng dan terasa merica, itulah sup hasil karya babe.

Aku menyebut sepanci kecil masakan babe sebagai sup lada karena rasa yang lebih dominan dari lada. Pedas pastinya. Tapi aku sangat menikmatinya. Makan semeja dengan babe terbilang langka sekali. Seperti yang sudah kukatakan, babe sangat sibuk. Dan jika ada waktu untuk makan di rumah sudah pasti kami makan terpisah.

Babe menyiapkan sup di meja makan sepulang kerja. Sedangkan aku dan saudaraku duduk dengan canggung di salah satu kursi agak jauh dari tempat duduk babe. Tak banyak percakapan apalagi senda gurau yang jelas jadi larangan besar dilakukan di meja makan. Suara yang terdengar selain beradunya sendok dan piring adalah obrolan ringan tentang "nambah lagi supnya", "keasinan kah?" atau "makannya jangan tercecer". Dan pastinya suara desis "ssshh hah ssshhh hahhh" dari lidah kecil kami yang kepedasan. Desis kepedasan dan kecapan dari mulut, mencipta dialog yang terdengar sedikit janggal.

Dari sup itu, kami bisa merasakan makan bersama semeja. Hal yang sangat langka bagi kami. Walau tidak terlalu bisa ngobrol dengan leluasa, bercakap-cakap satu atau dua kalimat sudah cukup melelehkan suasana. Kami bisa merasakan kehadiran babe yang sebenarnya.

Kesibukan babe membuatku merasa awkward. Sejak kecil, kami hampir tak pernah berkomunikasi. Saat babe berangkat bekerja, aku belum bangun. Dan ketika pulang, aku sudah tidur. Begitu seterusnya

Sesekalinya mendengar suaranya hanya saat memarahiku. Ah mungkin aku lupa. Mungkin saja sekali, dua kali dia pernah menyapaku. Tapi aku lupa. Benar-benar lupa. Maafkan aku.

Aku bahkan tak tahu apakah babe sayang sama aku -- atau sebaliknya. Sekali lagi maafkan aku. Duduk berduapun canggung. Saking canggungnya, aku tak pernah bisa satu ruangan sama babe. Selalu saja kucing-kucingan. Jika babe masuk ruang makan, aku ke dapur. Jika babe mau lewat dapur, aku langsung naik ke loteng. Jika babe terdengar menaiki tangga, aku naik genteng. 

Jika kebetulan terpaksa duduk berdua, kami hanya saling diam. Babe baca koran, aku baca pikiran. Karena bingung mencari topik pembicaraan agar tak canggung, iseng aku buka obrolan. 

"Maaf permisi, bapak namanya siapa? Kerja di mana? Sudah punya putra?"

Hingga, sakit menjadi sebuah keajaiban. Babe pun paling rajin menanyakan bagaimana kuliahku, bagaimana kesehatanku, mengapa aku kurusan. Akupun membiasakan diri bertanya bagaimana keadannya, apa yang dikeluhkan atau maukah kusuapi. Dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Bukan seperti 'alm nenek sudah sembuh?'.

Hubungan yang mulai mencair membuat target kuliahku untuk babe. Kupacu diriku sekeras mungkin agar bisa membanggakannya. Dan akhirnya berhasil membuat babe bangga dengan menggandengnya ke atas panggung untuk menerima penghargaan sebagai mahasiswi terbaik. Meski dengan langkah terseok karena kaki kanannya lumpuh. Wajah bungah membuncah babe tampakkan, terutama ketika dekanku sendiri yang menjemput untuk turun panggung. Aku puas. Mungkin itu satu-satunya yang bisa babe banggakan dariku.

***

"Sup buatan Babe sungguh lezat," ujarku pada ruang kosong. Seharusnya kalimat itu kuutarakan bertahun lalu di hadapan babe. Namun, waktu itu mulutku serasa terkunci oleh kebekuan kami. 

Keterasingan yang berakhir di saat-saat aku melewatkan Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, atau Senin bersama babe seutuhnya. Kami berbicara selayaknya orang tua dan anak. Tak lagi berupa kecapan dan desisan di meja makan.

"Jangan terlalu kurus, hiduplah dengan baik." Itu kata-kata terakhir, kemudian disusul tawa yang menghentikan detak jantungnya. Sup lada babe kini sering kami rindukan, sama seperti nasi goreng papa dalam kanal TV waktu itu.

Happy Father's Day

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun