Mohon tunggu...
Tia Sulaksono
Tia Sulaksono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Random writer

Perempuan biasa yang suka menulis apapun

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Pucat Berkarat

12 September 2024   19:32 Diperbarui: 12 September 2024   19:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Alisku menaut. Perkenalanku tak bersambut. Gadis beraroma biskuit panggang menjauh lima meter dariku tanpa menyebutkan namanya. Gadis mahal, pikirku berbangga hati, hingga dua orang lelaki menyapanya dengan Vanilla, dan dia menyambut ceria.


Kuberalih memandangi kopi hitamku. Kosong. Jiwaku ikut kosong. Kini yang tercetak di sana hanya bayangan matahari sebulat telur ceplok. Betina tadi menyuguhkan pemandangan berbeda, perasaan juga. Haiku Matsuo Basho menggema di telinga. Seekor katak nyemplung ke kolam sunyi meninggalkan bunyi plung. Setelah katak pergi, kesunyian lebih terasa lagi. Seperti itu gambarannya.


Huft hah. Perasaan macam apa ini? Hidup di dunia selama 23 tahun tak pernah merasakan hal seaneh ini. Teringat akan cerita teman-teman dekatku kala jatuh cinta di masa putih biru. Ah, tak mungkin. Cinta itu hanya fatamorgana.


Cinta itu tidak ada, fatamorgana belaka selama bapakku adalah dukun. Hanya dengan membakar dupa, mulut komat kamit membaca mantra, dan menyembur sebuah foto, cinta dapat dihadirkan. Kemudian lenyap begitu saja ketika daya magisnya sudah hilang dan bapakku berhenti di bayar tentu saja.


Jin peliharaan bapakku takkan bekerja jika tak disuap -- jin yang menurutku bodoh karena beberapa kali gagal ketika diberi perintah. Semakin mahal harga mahar, makin lama cinta bertahta. Begitu kata-kata bapak yang sering kudengar.


Namun cinta tak pernah hadir menggetarkanku selama ini. Mungkin saja aku tak percaya akan keberadaannya. Mungkin saja ini karma -- balasan bapakku yang sering mempermainkan hati. Akhirnya hatiku mati suri.


Aku lebih memilih memanjakan sapi. Memijatnya dan memberikan mereka rasa bahagia sebelum diperah pemilik peternakan. Entah musim kawin keberapa yang kulewatkan, aku masih saja bercengkerama bersama para sapi.


Aku lelah menunggu rasa itu hadir. Daun ketelapun sudah mengeluarkan umbi. Dan sekarang lelaki berkarat ini merasa jatuh cinta -- mungkin. Bapak, bisakah menolong anakmu ini?


***


Aroma bebungaan menguar di antara kabut dini hari bercampur dupa. Menyelimuti dua mahluk yang kadang tampak, kadang tenggelam di balik putihnya asap. Aku memandang mereka dari jauh dengan hampa. Seperti sudah terbiasa melihatnya.


Bapakku seorang dukun sakti kata orang. Kesaktiannya tentu saja diturunkan padaku perlahan, secara sengaja ataupun tidak. Karena aku adalah anak satu-satunya. Untuk saat ini kemampuanku hanya melihat dan berkomunikasi dengan jin berbentuk menyeramkan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun