Anak-anak yang sering dilabeli ambis---singkatan dari ambisius---kini menjadi sorotan di banyak lingkungan, baik di sekolah, kampus, maupun tempat kerja. Namun, label ini sering kali datang dengan konotasi negatif. Banyak yang menganggap anak ambis terlalu berlebihan, egois, atau bahkan tidak peduli dengan lingkungan sosial. Pertanyaannya adalah: apakah sikap ambisius ini selalu salah, atau ada hal lain yang mendasari ketidaksukaan terhadap mereka?
Mengapa Anak Ambis Tidak Disukai?
Ketidaksukaan terhadap anak ambis sering kali muncul dari persepsi bahwa mereka terlalu menonjol. Mereka dianggap terlalu berorientasi pada pencapaian pribadi, misalnya berlomba-lomba mendapatkan nilai terbaik, menjadi pemimpin di berbagai organisasi, atau selalu ingin "terlihat" unggul di hadapan guru atau atasan.
Bagi sebagian orang, sikap seperti ini dianggap mengintimidasi. Rekan-rekan mereka mungkin merasa tertekan karena standar tinggi yang diciptakan oleh anak ambis. Rasa iri atau minder juga bisa menjadi pemicu. Selain itu, anak ambis sering dianggap "menghalalkan segala cara," meskipun asumsi ini tidak selalu benar.
Dibalik Ambisi: Perspektif yang Jarang Dilihat
Namun, penting untuk melihat sisi lain dari cerita ini. Anak ambis sering kali memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan mereka, bukan semata-mata untuk "mendominasi" orang lain. Dalam banyak kasus, mereka tumbuh di lingkungan yang menuntut mereka untuk berprestasi, baik karena dorongan keluarga, tekanan sosial, atau cita-cita besar yang ingin mereka wujudkan.
Misalnya, seorang anak yang aktif dalam berbagai kegiatan mungkin memiliki mimpi besar untuk membantu keluarganya keluar dari kesulitan ekonomi. Atau, ada pula yang merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui pendidikan atau karier mereka.
Alih-alih memandang mereka sebagai ancaman, kita bisa mencoba melihat bahwa ambisi mereka adalah bentuk pengabdian kepada masa depan.
Ambisi Tidak Sama dengan Egoisme
Salah satu kesalahan terbesar dalam menilai anak ambis adalah menganggap mereka egois. Padahal, banyak dari mereka yang sebenarnya peduli dengan lingkungannya. Mereka hanya memiliki cara berbeda untuk mengekspresikan kepedulian tersebut.
Sebagai contoh, seorang siswa yang selalu ingin menjadi ketua kelompok mungkin tampak seperti ingin mengontrol, tetapi bisa jadi ia hanya ingin memastikan bahwa pekerjaan selesai dengan baik. Di dunia profesional, mereka yang ambisius cenderung mendorong tim untuk mencapai target yang sulit.