Oppenheimer pun menyesal untuk penemuannya itu. Pernah mendengar nama Oppenheimer? Mungkin, bagi sebagian orang, nama tersebut tidak asing lagi. Tapi bagi sebagian orang, mungkin belum pernah mendengarnya.
Oppenheimer adalah fisikawan Amerika Serikat yang turut dalam "Manhattan Project". Proyek ambisius Amerika Serikat untuk mengembangkan bom atom untuk menghancurkan musuhnya pada Perang Dunia II.
Penyesalan Oppenheimer, tepatnya ketika bom atom yang diciptakannya itu telah berdampak pada kehancuran kota Hirosima dan Nagasaki. Belum lagi ratusan ribu orang yang tewas dan terpapar radiasi akibat dari ledakan bom atom tersebut. Sungguh peristiwa yang tragis.
Akibat ledakan bom atom itu memang telah berhasil membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Bahkan mempercepat berakhirnya Perang Dunia II, namun ketakutan terhadap nuklir pun tidak serta berakhir.
Pasca Perang Dunia II, dunia masih terus dihantui dengan perlombaan senjata nuklir antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, tepatnya pada masa Perang Dingin (1945-1991). Padahal, Amerika Serikat dan Uni Soviet tadinya bersahabat di dalam Blok Sekutu semasa Perang Dunia II. Tetapi perbedaan ideologi (liberalis vs komunis) telah membuat mereka berseteru.
Selama hampir lima dekade Perang Dingin, dunia sering sekali dikejutkan dengan berbagai pengembangan dan pengujian senjata nuklir oleh kedua belah pihak. Seperti pada tahun 1952, Amerika melakukan pengujian "superbomb" hidrogen, yang diduga dapat mengakibatkan kerusakan yang sangat dahsyat.
Uni Soviet pun tidak ketinggalan, juga melakukan berbagai pengembangan dan pengujian senjata nuklir yang berdampak terhadap ketegangan dunia yang terus meningkat.
Bentuk-bentuk persenjataan nuklir yang dikembangkan pun semakin beragam. Ada senjata nuklir berupa rudal jarak pendek, rudal jarak menengah, rudal antar-benua, kapal selam bertenaga nuklir, dan yang lainnya.
Tahun 1991, Perang Dingin pun berakhir, tepatnya sejak keruntuhan Uni Soviet. Ternyata tidak serta merta membuat perkembangan dan pengujian senjata nuklir di dunia berakhir.
Masih ada saja negara di dunia yang terus melakukan perkembangan dan pengujian senjata nuklir. Seolah tidak pernah tersentuh rasa kemanusiaan dengan berbagai tragedi buruk yang diakibatkan ledakan senjata nuklir.
Akhir-akhir ini, kawasan Asia Timur disuguhi ketegangan., salah satunya dipicu persaingan senjata di Semenanjung Korea.
Misalnya saja, adanya serangkaian uji coba rudal jelajah bermuatan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara. Belum lagi Korea Utara telah melakukan perjanjian strategis dengan Rusia. Sementara Korea Selatan dan Jepang membuat kerja sama militer dengan Amerika Serikat (AS).
Sebenarnya hal seperti ini bukan sesuatu yang baru, tetapi sejak lama Korea Utara telah mencoba mengembangkan senjata nuklir yang berdampak kepada ketegangan dengan negara tetangganya Korea Selatan.
Akhir tahun 1970-an misalnya, Korea Utara telah mengerjakan versi rudal Scud-B Soviet dengan jangkauan sekitar 300 kilometer. Kemudian mengembangkan rudal jarak jauh, seperti Taepodong-1 (2.500 km) dan Taepodong-2 (6.700 km) dari 1987-1992.
Setelah tahun-tahun tersebut, dari 2006 hingga sekarang, Korea Utara tidak henti-hentinya melakukan berbagai uji coba senjata nuklir, yang sangat mengkhawatir di semenanjung Korea, kawasan Asia Timur dan bahkan dunia.
Nah, kekhawatiran ancaman nuklir ini, sudah saatnya menjadi momentum untuk membangun solidaritas antar bangsa serta komitmen pembatasan senjata nuklir.
Saya jadi teringat dengan sejarah terbentuknya Gerakan Non Blok (GNB) tahun 1961. Gerakan ini hadir untuk membangun solidaritas yang tidak memihak kepada kedua belah pihak yang sedang bertikai, baik itu Blok Barat maupun Blok Timur.
Semangat menjadi penengah dan meminimalkan pertikaian yang dilakukan GNB saat itu harus menjadi inspirasi untuk semangat membangun solidaritas untuk mewujudkan perdamaian dunia di masa kini.
Setidaknya kehadiran negara penengah saat ini, dapat membangun diplomasi dan negosiasi yang kuat terhadap negara Korea Utara dan Korea Selatan. Begitu juga kepada negara Rusia dan Amerika Serikat yang turut membangun perjanjian strategis kepada dua negara tersebut.
Peran PBB sebagai organisasi internasional, menurut hemat saya memegang peranan penting juga untuk mendorong perdamaian kepada negara yang berpotensi untuk mengganggu keamanan kawasan. Bahkan bila diperlukan dapat memberikan ketegasan melalui sanksi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Satu hal lagi yang tidak kalah penting, bahkan sudah sangat genting dipikirkan dan dikerjakan, yakni upaya untuk melakukan pembatasan-pembatasan senjata nuklir. Sejarah mencatat bahwa upaya pembatasan senjata nuklir di masa Perang Dingin turut meminimalkan ketegangan yang ditimbulkan perlombaan senjata nuklir.
Mengedepankan kemanusiaan dan kepentingan masyarakat dunia sudah harus menjadi prioritas saat ini. Terlebih melihat berbagai dampak dan kerugian yang pernah ditimbulkan keberadaan senjata nuklir tersebut.
Mengingat sejarah dijatuhkannya bom atom "Little Boy" di kota Hirosima (6 Agustus 1945) dan "Fat Man" di kota Nagasaki (9 Agustus 1945) harus menjadi ingatan bagi masyarakat dunia akan dahsyat kerugian yang ditimbulkan oleh ledakan bom atom tersebut.
Seperti yang pernah disampaikan Bung Karno, jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah). Salam damai untuk dunia.
Sumber Referensi:Â
1. Kompas.com
2. Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H