Tentu bukan hal baru. Bahkan dari berbagai sumber menyampaikan bahwa konflik LCS ini telah mencuat sejak 1970-an.
Hanya Indonesia mulai terlibat dengan sengketa LCS ini yakni sejak 2010. Tepatnya ketika China melakukan klaim terhadap ZEE Indonesia di bagian utara Kepulauan Natuna.
Kemudian berlanjut ketika kapal penangkap ikan asal China melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna pada tahun 2016. Hingga sekarang, sengketa itu masih terus berlanjut.
Sebagai negara berdaulat, permasalahan ini tentu tidak boleh didiamkan begitu saja. Jika tidak ditangani serius, bukan tidak mungkin akan menjadi ancaman besar terhadap kedaulatan negara kita ke depannya.
Selain itu, akan menimbulkan keraguan dan ketakutan bagi masyarakat yang melakukan aktivitas di wilayah sengketa tersebut, yang walaupun itu sangat nyata adalah bagian dari wilayah kita.
Pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia, baik itu di masa sekarang atau di masa mendatang.
Menurut hemat saya, ada satu kata yang bisa kita lakukan bersama, yakni sinergi. Semua anak bangsa harus memiliki kesepakatan, bahwa pertahanan negara bukan saja urusan tentara, tetapi juga masyarakat sipil.
Bukankah hal itu jelas termaktub dalam Pasal 30 ayat 1 UUD 1945? Bahwa, "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara."
Bahkan di ayat berikutnya  (Pasal 30 ayat 2) disampaikan kalau rakyat itu dalam hal pertahanan negara adalah kekuatan pendukung.
Selain di dalam UUD 1945 itu, kita juga bisa menemukannya pada Undang - Undang No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.
Kontribusi Pelajar dalam Mendukung Pertahanan dan Kedaulatan Bangsa
Nah, kalau bicara tentang pernyataan "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara," maka sesungguhnya pelajar juga sejatinya memiliki andil dalam mendukung pertahanan dan kedaulatan bangsa.