Sebagai orang tua, beruntung sekali di sekolah tempat anak saya belajar ada kegiatan SLED. Kegiatan tahunan tersebut ternyata mampu membangun interaksi dan komunikasi antara orang tua atas pengalaman belajar anak.
Saya pun dapat mengetahui tantangan atau hambatan yang dihadapi anak saya dalam belajar, bagaimana cara anak mengatasi tantangan atau hambatan tersebut, serta bagaimana pertumbuhan anak saya dalam hal kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Menurut hemat saya, kegiatan SLED semacam ini adalah kegiatan yang bermanfaat. Jadi, pendidikan anak itu sesungguhnya, bukan hanya tanggung jawab sekolah atau guru, tetapi harus melibatkan orang tua secara proaktif. Dan SLED tersebut, merupakan salah satu cara pelibatan orang tua atas pendidikan anak.
Ngomong-ngomong, kalau kita bicara tentang seberapa pentingkah pelibatan orang tua untuk urusan pendidikan anak? Serta, apakah dampaknya terhadap kemajuan pendidikan anak?
Kalau melihat kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tepatnya pada pasal 7 ayat 2 disampaikan demikian. "Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya."
Di sana sangat jelas tertera, orang tua dari anak usia wajib belajar, artinya wajib belajar anak itu adalah 12 tahun. Jadi, sampai anak menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, maka orang tua berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagi anak, keluarga atau orang tua itu merupakan bagian dari sosialisasi primer mereka. Keluarga atau orang tua sangat berperan menanamkan nilai dan norma yang dibutuhkan anak yang nantinya dapat digunakan sebagai modal memasuki kehidupan yang lebih luas, yakni kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Sesungguhnya, ada banyak hal-hal yang bisa ditanamkan orang tua kepada anak mereka melalui sosialisasi primer tersebut, yang sekaligus sebagai bentuk dari pendidikan dasar anak tersebut.
Pertama, pembentukan karakter anak. Melalui orang tua, tentu diharapkan terbentuknya karakter anak yang baik dan benar. Tentunya, proses pembentukan karakter tersebut dapat tercipta melalui keteladanan serta penanaman nilai-nilai yang benar di rumah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan yang lainnya.
Kedua, menumbuhkan motivasi belajar anak. Sebagai orang tua, yang sudah banyak merasakan garam kehidupan, ada banyak pengalaman hidup yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi anak. Melalui keberhasilan dan kegagalan orang tua, tentu diharapkan menjadi inspirasi pembelajaran dan motivasi hidup bagi anak untuk belajar dan mewujudkan tujuan pendidikan mereka.
Ketiga, membiasakan komunikasi dari rumah. Dengan komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak, tentu diharapkan menjadi upaya membangun kejujuran dan menumbuhkan kepercayaan dalam relasi keluarga. Sehingga setiap permasalahan atau keluh kesah anak, akan tersampaikan kepada orang yang tepat, sehingga mendapat solusi dan dukungan yang tepat pula.