Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gunakan "Metode THUR" dalam Mengedit Tulisan

1 September 2022   20:47 Diperbarui: 1 September 2022   20:52 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi seorang penulis, menulis dan mengedit adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.

Tentu bisa Anda bayangkan seandainya sebuah tulisan tidak melalui sebuah proses pengeditan. Di sana sini barangkali akan banyak ditemukan berbagai kesalahan.

Bisa saja itu dalam bentuk "typo" atau salah ketik, penggunaan tanda baca yang keliru, diksi yang kurang tepat, struktur kalimat yang salah, dan lain sebagainya.

Melalui proses pengeditan, seorang penulis juga bisa sekaligus melihat keterkaitan satu kalimat dengan kalimat lainnya, begitu juga dengan paragraf yang satu dengan paragraf lainnya.

Bukan hanya itu, adakala melalui proses pengeditan seorang penulis mengetahui bermakna atau tidaknya setiap rangkaian tulisan, begitu juga dengan mudah tidaknya tulisan itu dipahami. Tentu dengan cara memposisikan  diri penulis menjadi seorang pembaca.

Tetapi, perlu dipahami bahwa menjadi penulis yang sekaligus menjadi pengedit tulisannya (baca:editor) tentu bukan perkara mudah. Ada tantangan tersendiri di balik hal tersebut.

Tantangan yang saya maksudkan ketika menulis dan mengedit ternyata harus mampu menggunakan atau menyeimbangkan kedua otak, baik itu otak kanan dan juga otak kiri.

Barangkali kita tahu, bahwa otak kiri kita itu sangat berperan penting dalam menulis. Sementara otak kanan itu sangat berperan dalam mengedit tulisan.

Nah, sekarang kita langsung pada topik utamanya. Kira-kira, bagaimana sebaiknya melakukan proses pengeditan tulisan sebelum dipublikasikan?

Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penulis yang sekaligus melakukan proses pengeditan pada tulisan-tulisan saya, cenderung menggunakan empat tahapan berikut.

Tahap yang saya maksudkan adalah "Metode THUR". Metode THUR adalah singkatan dari Tunggu - Hindari -- Umpan Balik  - Rasakan.

Untuk pemaparan singkat dari Metode "THUR" tersebut, silahkan lanjutkan membaca tulisan ini.

Tunggu

Setelah selesai menulis naskah tulisan, jangan langsung melakukan pengeditan. Tunggu dulu. Berikan jeda antara menulis dan mengedit.

Berdasarkan pengalaman pribadi, ketika saya melakukan pengeditan secara langsung setelah selesai menulis tidak akan membuat hasil editan maksimal.

Barangkali karena pikiran baru saja terkuras dan letih. Bisa saja akhirnya membuat pikiran tidak fokus dan kurang mampu konsentrasi ketika langsung melakukan proses pengeditan.

Memberikan jeda untuk melakukan pengeditan akan membantu pikiran lebih jernih dan lebih mudah menemukan letak kesalahan atau kekurangan pada tulisan.

Selanjutnya, sering sekali yang menjadi pertanyaan, berapa lama jeda dari menulis dan mengedit? Menurut hemat saya, tergantung pada kesiapan penulis. Bisa saja beberapa jam kemudian, atau barangkali besok harinya juga bisa.

Hindari

Hindari mengedit tulisan ketika sedang menjalani proses penulisan. Alasannya, ketika seorang penulis mencoba mengedit tulisannya beriringan dengan proses menulis tersebut, sering sekali menimbulkan fokus terbelah.

Tulisan tidak berjalan dan berkembang sesuai harapan.

Terkadang ide tulisan juga bisa menguap ketika kita sedang menghentikan proses penulisan hanya karena ketidaksabaran untuk melakukan proses pengedit tulisan.

Jadi, hindari untuk mengedit terburu-buru.

Umpan Balik

Ketika saya sudah selesai menulis, sering sekali saya meminta masukan dan komentar dari orang di sekitar. Seperti istri, anak atau teman.

Setidaknya mereka akan menjadi pembaca kedua tulisan kita. Mereka sering sekali membantu melihat tulisan yang salah ketik (typo), kemudian membantu menginformasikan kalau tulisan saya itu sulit atau mudah dipahami, serta menarik atau tidaknya tulisan tersebut.

Kadangkala sebagai penulis sering sekali luput dengan hal-hal kecil, yang barangkali kita tidak melihatnya, tetapi sebaliknya orang lain bisa melihatnya.

Rasakan

Merasakan tulisan untuk pertama kali, itu menjadi sesuatu yang baik. Artinya kita bisa menjadi orang pertama yang merasakan tulisan kita sendiri. Bahkan melalui proses tersebut, seringkali menjadi sarana untuk mengedit tulisan sendiri.

Untuk hal ini, sesungguhnya bisa melakukannya dengan berbagai cara. Salah satunya membaca tulisan sendiri dengan bersuara. Bahkan dengan suara yang lantang.

Atau seperti pengalaman yang sering saya lakukan, saya membacakan tulisan tersebut sambil merekamnya dan kemudian saya dengar hasil rekaman tersebut.

Itu sangat membantu saya untuk menikmati tulisan dan merasakan makna dari setiap rangkaian tulisan tersebut.

Bagaimana sahabat pembaca?

Semoga keempat tahapan yang sudah saya paparkan tersebut, yang notabene berdasarkan pengalaman pribadi, dapat bermanfaat. Salam literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun