Selain merasa waktu bermain dengan teman-temanku terganggu, menulis surat itu membosankan. Butuh waktu. Masalahnya, saya harus kerja dua kali. Pertama, harus mendengar terlebih dahulu apa yang ingin disampaikan oleh ibuku. Setelah itu, baru saya rangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat, hingga menjadi pesan menarik.
Jujur, saat itu terkadang hati dongkol. Tetapi setelah dewasa, baru saya mengerti dan menyadari penuh apa maksud dan tujuan mulia yang dilakukan oleh ibu.
Didikan seorang ibu memang seringkali disalah mengerti oleh seorang anak, baru menyadari didikan tersebut sangat berharga kemudian hari. Terutama ketika didikan tersebut menghasilkan buah yang manis kelak.
Akhirnya, setiap bulan saya selalu dapat kiriman wesel pos yang isinya honor menulis. Uangnya saya tabung, dan beberapa tahun kemudian, saya mengajak ibuku berkunjung ke rumah adik-adiknya di Jakarta, Tegal dan Solo sebagai wujud terima kasihku.
Ketika duduk di bangku SMA, untuk pertama kali saya memberanikan diri mengikuti lomba menulis nasional. Alhasil, tulisanku berhasil meraih juara ketiga. Hal itu membuatku semakin percaya diri menulis.
Sekarang disiplin dan konsistensi menulis telah melekat dalam diriku. Saya menyadari penuh, bahwa tanpa didikan seorang ibu, saya tidak dapat membayangkan bagaimana menjadi terampil menulis.
Perlu sahabat pembaca ketahui, ibuku bukan seorang penulis. Bahkan tidak pernah belajar teori menulis di kelas pelatihan. Kalau dari pendidikan, ibuku hanya tamat sekolah dasar. Ibuku pernah bercerita, pendidikannya hanya sebatas sekolah dasar, hanya demi keenam adiknya
Tetapi saya salut, pendidikan ibuku yang hanya sekolah dasar, bukan berarti tidak punya dasar untuk mendidik. Buktinya ibu berhasil membuatku menjadi penulis. Bahkan hingga sekarang sudah berhasil mengantongi lebih dari 70 prestasi nasional dalam menulis.
Ibuku memang hebat, telah berhasil mempertemukanku dengan potensi dan bakatku. Tentu ibuku punya caranya tersendiri. Cara yang unik dan terbilang sukses untuk ukuranku. Untuk itu, ibuku layak disebut sebagai sekolah pertamaku.
Ibu adalah Sekolah Pertama
Setiap ibu memang memiliki cara masing-masing untuk mendidik, sesuai pengalaman dan latar belakangnya. Tetapi satu fakta yang tidak dapat dibantah, bahwa seorang ibu adalah sekolah atau guru kita yang pertama.