Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleransi Itu Warisan Berharga

11 Juli 2020   11:44 Diperbarui: 11 Juli 2020   11:33 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya, para pendiri bangsa pun membuat berbagai kesepakatan bersama (konsensus). Bahkan hingga sekarang keberadaannya tetap dipertahankan. Dari beberapa konsensus yang dimaksud, saat ini dapat kita lihat pada 4 pilar bangsa kita yang menjadi kekuatan utama dalam mempertahankan berbagai keragaman perbedaan di negeri ini. Kita mengakui bahwa Pancasila sebagai ideologi negara. UUD 1945 sebagai konstitusinya. Pengakuan bahwa kita berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menyatakan walau kita berbeda tetap satu jua.

Tetapi amat disayangkan, ternyata dalam kehidupannya nyata, acapkali perbedaan itu diingkari. Salah satu bentuk pengingkaran tersebut adalah intoleransi. Kalau melihat faktanya, bahwa intoleransi terhadap perbedaan agama merupakan salah satu kasus yang paling sering kita saksikan dan diperbincangkan di berbagai media massa maupun media sosial.

Berdasarkan siaran pers yang dirilis oleh SETARA Institute (31 Maret 2019) bahwa "Sepanjang tahun 2018, SETARA Institute mencatat 160 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dengan 202 bentuk tindakan, yang tersebar di 25 provinsi." [1] Sementara berdasarkan data yang dirilis Imparsial bahwa "Selama 2019 terdapat 31 kasus intoleransi atau pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Jenisnya beragam, mulai dari pelarangan pendirian tempat ibadah, larangan perayaan kebudayaan etnis, perusakan tempat ibadah hingga penolakan untuk bertetangga terhadap yang tidak seagama." [2]

Ternyata banyak juga ya? Itu masih bicara tentang intoleransi terhadap agama, belum lagi intoleransi terhadap perbedaan yang lainnya. Tentu di era keterbukaan informasi, kita dengan mudah memeroleh fakta-fakta yang berhubungan dengan hal tersebut di berbagai media, seperti media online dan media sosial.

Perlu kita sadari, jika sikap intoleransi terus bertumbuh di tengah-tengah masyarakat yang beragam, hal itu sudah barang tentu mencederai upaya yang telah rintis oleh para pendahulu dan pendiri bangsa. Padahal, perbedaan yang begitu beragam di negeri ini adalah sesuatu yang menjadi keunggulan, kebanggaan dan kekayaan bangsa. Saya mengatakan demikian, karena tidak banyak negara di dunia ini seperti bangsa kita yang memiliki ragam perbedaan tetapi tetap berdiri kokoh.

Saya jadi teringat dengan Yugoslavia yang disebut-sebut sebagai miniatur keragaman di Eropa saat itu. Pada akhirnya negara tersebut tidak mampu mempertahankan keutuhannya. Alhasil awal tahun 90an negara ini pun pecah berkeping-keping (bubar). Sebutan miniatur perbedaan itu pun terbantahkan. Jika kita bandingkan negara kita dengan negara tersebut, kita sangat jauh lebih beragam dari negara tersebut. Tetapi satu hal yang perlu kita syukuri bahwa kita masih tetap bertahan kokoh hingga saat ini. Bukankah ini disebut sebagai suatu keunggulan? Hal itu patut kita banggakan sebagai bagian dari bangsa yang beragam ini.

Sesungguhnya, apakah yang membuat kokoh atau retak (pecahnya) sebuah bangsa jika dikaitkan dengan keragaman perbedaan? Begini. Kokoh atau terciptanya persatuan maupun kesatuan, hanya jika masyarakat terbuka dan mau menerima perbedaan. Atau bisa dibilang masyarakat yang mampu melihat persamaan dalam berbagai perbedaan. Sebaliknya masyarakatnya akan retak bahkan dapat menimbulkan perpecahan ketika masyarakat gagal menerima perbedaan atau tidak mampu melihat persamaan dalam perbedaan.

Untuk itu, sesungguhnya hal apa yang harus dilakukan masyarakat untuk menyikapi ragam perbedaan tersebut? Menurut hemat saya, ada beberapa kunci utama terciptanya kerukunan dan sikap toleransi di masyarakat.

Pertama, masyarakat harus memiliki paradigma yang benar tentang perbedaan. Seperti yang sudah saya paparkan terdahulu, bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Tuhan dengan perbedaan. Kemudian, sepakat bahwa perbedaan itu adalah kekayaan dan kebanggaan bangsa. Bahayanya kalau seseorang tidak memiliki paradigma yang benar, maka orang tersebut akan mudah terpengaruh atau terperangkap pada berbagai "isme", seperti fanatisme, etnosentrisme, primordialisme, rasisme, chauvinisme, dan lain sebagainya.

Kedua, ketika seseorang telah memiliki paradigma yang benar, setiap orang harus mengahayati paradigma itu dengan cara yang benar pula. Artinya antara pemahaman dan penghayatan harus sejalan. Untuk itu apa yang harus dilakukan? Boleh dengan cara melakukan refleksi dan evaluasi diri. Sebagai bagian dari masyarakat yang beragam, tentu kita dapat melihat sisi-sisi kekuatan diri yang dapat dipertahankan dalam mewujudkan sikap toleransi dalam tindakan. Atau sebaliknya mengenali sisi-sisi kelemahan diri yang harus dibenahi demi kesanggupan melakukan praktik toleransi di masyarakat yang beragam. Untuk membantu refleksi dan evaluasi diri tersebut, tentu dapat menggunakan panduan pertanyaan yang berkaitan dengan sikap toleransi.

Misalnya apakah saya orang yang mudah berempati, terbuka dengan orang lain, suka menolong orang lain selama ini? Apakah saya sudah menjadi orang yang senang bergaul, masih memiliki kecenderungan ekslusif, dan lain sebagainya. Masih banyak lagi pertanyaan refleksi yang bisa kita kembangkan demi peningkatan penghayatan terhadap sikap toleransi. Nah, melalui refleksi dan evalusi diri tersebut, diharapkan kita akan semakin matang dan memiliki kedewasaan dalam memiliki penghayatan terhadap sikap toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun