Kalau pulang ke kampung halaman, selain dapat bertemu dengan keluarga besar, saya tidak mungkin melewatkan dua hal ini. Pertama, menikmati keindahan alam yang Tuhan ciptakan. Kedua, merasakan kekayaan kuliner dari pangan lokal yang penuh nutrisi.
Setidaknya, itulah caraku menghilangkan kepenatan selama tinggal dan beraktivitas di kota metropolitan (Jabodetabek). Selain itu, sebagai bentuk syukur dan dukungan atas keindahan alam dan kekayaan kuliner (baca: pengembangan wisata). Apalagi hal ini sedang menjadi prioritas pemerintah, untuk menggalakkan pariwisata yang akan berpengaruh pada sumber devisa negara dan upaya meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan rakyat.
Pagi itu (26/12/2019) walau langit "tidak bersahabat", mendung dan sesekali bergerimis, tidak menyurutkan langkah kami untuk melakukan perjalanan dari Kota Pematang Siantar (rumah mertua) menuju kawasan wisata Tongging.
Sebab kalau bukan hari itu, maka kami akan kehilangan kesempatan berharga untuk berkunjung ke daerah wisata saat pulang kampung. Mengingat waktu berlibur kami sangat terbatas, dan kami akan segera kembali ke kota perantauan, tempat tinggal kami saat ini.
Setelah lebih kurang dua setengah jam di dalam kendaraan, akhirnya kami memilih untuk singgah sejenak ke sebuah tempat wisata di Tongging yaitu "Bukit Gajah Bobok". "Bukit Gajah Bobok" adalah sebuah bukit yang bentuknya menyerupai gajah yang sedang bobok.
Tetapi kami tetap bersyukur, karena anak-anak kami ternyata tetap dapat menikmati petualangan tersebut. Anak-anak senang melakukan pendakian sekitar 700 meter ke atas bukit. Sementara bagi kami orang yang dewasa, sangat menikmati upaya mengabadikan berbagai momen penting di atas bukit yang lumayan "instagramable".
Hari menjelang pukul 12.00 Wib, perut mulai keroncongan. Wajar, karena cuaca saat itu sangat dingin dan banyak menguras energi untuk mendaki bukit.
Setelah menikmati kawasan wisata Bukit Gajah Bobok, kami turun dari bukit tersebut dan bersepakat mencari wisata kuliner yang berupa makanan lokal, yang bernutrisi tinggi tentunya. Pilihan kami akhirnya jatuh ke tempat makan yang menyediakan ikan.
Saudara kami menawarkan tempat makan yang menjadi langganan mereka selama ini. Tempat makannya lumayan menyenangkan. Bentuknya lesehan dan berada di pinggiran danau (Danau Toba).
Serunya, kami dapat langsung melihat dan memilih ikan yang akan kami konsumsi dari keramba yang ada di pinggiran danau tersebut. Untuk pilihan ikan, di keramba tersebut terdapat beberapa jenis ikan seperti ikan mas dan ikan nila. Pilihan kami pun akhirnya jatuh pada ikan nila.
Sebagai bahan informasi, ikan nila yang hidup di air tawar ini ternyata salah satu pangan lokal yang yang memiliki nutrisi tinggi. Perlu Anda ketahui bahwa dalam 100 gram ikan nila, ternyata memiliki kandungan protein sekitar 26 gram protein dan hanya 128 kalori.
Selain itu, ikan ini merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk tubuh. Tentunya karena ikan nila tersebut kaya akan niacin, vitamin B12, fosfor, selenium, dan kalium.
Selengkapnya, dalam 100 gram ikan nila tersebut ternyata mengandung 128 kalori, 26 gram protein, 3 gram lemak, 24% vitamin B3 (dari rekomendasi harian), 31% Vitamin B12 (dari rekomendasi harian), 20% Fosfor (dari rekomendasi harian), 78% Selenium (dari rekomendasi harian), 20% Kalium (dari rekomendasi harian).
Karena kandungan protein, vitamin, mineral tergolong tinggi dan sekaligus rendah lemak, maka ikan nila itu sangat baik dikonsumsi orang yang sedang sakit atau lanjut usia (lansia) yang memiliki risiko penyakit jantung, kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi.
Bagi Anda yang tidak suka makan ikan karena alasan bau amis, maka ikan nila bisa menjadi pilihan. Ikan nila termasuk ikan air tawar yang tidak terlalu bau amis, mudah untuk diolah dan memiliki cita rasa yang gurih.
Saya dan keluarga pun tidak sabar menyantap hidangan tersebut. Apalagi dengan kondisi lapar berat. Rasanya, "maknyus!" meminjam jargon yang sering digunakan  oleh Bondan Winarno. Saya dan keluarga pun sangat menikmati.
Setelah selesai menikmati hidangan, perut kenyang, kami pun menyusuri jalanan dan melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Sipiso-piso.
Antara Pangan Lokal  dan Tempat Wisata, Ternyata Sepaket
Dengan pengalaman ini, saya semakin menyadari, bahwa ternyata pangan lokal dan tempat wisata itu ternyata sepaket adanya.
Kalau pemerintah saat ini sedang menggalakkan 10 destinasi wisata "Bali Baru", maka sebagai masyarakat kita harus turut menggalakkan dan melakukan promosi untuk berbagai jenis pangan lokal. Sebab dengan dukungan tersebut dapat mengangkat ekonomi masyarakat setempat.
Kita tahu, pangan lokal telah memiliki sejarah yang panjang di negeri ini. Sebelum maraknya impor pangan, sejak dulu masyarakat Indonesia telah banyak bergantung pada produksi pangan lokal. Bukan saja sebagai sumber makanan, tetapi juga sebagai sumber penghasilan masyarakat.
Disaat maraknya impor pangan saat ini, hendaknya kita kembali bangkitkan kedaulatan pangan lokal. Kalau bukan kita yang mencintai pangan lokal, siapa lagi yang akan mempertahankan keberadaan pangan lokal? Caranya mari kita beli dan konsumsi pangan lokal.
Bukankah suatu kebanggaan kalau ekonomi rakyat bangkit karena kedaulatan pangan lokal? Kita tahu bahwa pangan lokal merupakan sebuah potensi ekonomi yang hebat jika dikelola dengan baik. Salah satu strateginya, tentu dengan sektor pariwisata seperti yang sudah saya paparkan di atas.
Kuliner Pangan Lokal dengan Berbagai Variasi Masakan
Dalam kaitannya dengan pariwisata, tentu kuliner pangan lokal harus mampu memberikan kesan dan keunikan bagi para pelancong. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas masyarakat dalam menyajikan kuliner pangan lokal dengan berbagai variasi.
Saya pribadi, sangat suka menikmati kuliner pangan di kawasan Danau Toba (Tapanuli). Setidaknya, ada beberapa masakan khas yang menjadi makanan favoritku kalau berkunjung ke kawasan tersebut.
Beberapa variasi masakan yang saya maksudkan seperti naniarsik, naniura, dan natinombur. Mau tahu apa maksud dari berbagai jenis masakan tersebut?
Naniarsik adalah ikan mas yang dimasak dengan berbagai jenis bahan dan bumbu khas Tapanuli. Adapun beberapa bahan dan bumbu khas yang dimaksud seperti bawang batak (lokio), bunga rias (kecombrang), andaliman, kunyit dan yang lainnya.
Naniura adalah ikan mas yang diolah tanpa dimasak dengan api, tetapi dengan asam. Walau hanya diolah dengan asam, tetapi ikan mas ini tidak berbau amis dan sangat nikmat karena dicampur bumbu khas Tapanuli.
Natinombur adalah ikan yang dipanggang (seperti  ikan mas, ikan mujahir, ikan nila atau pun lele) dengan bumbu resep khas seperti andaliman, kemiri, bunga kecombang, dan juga bumbu lainnya.
Tentu dengan variasi makanan yang demikian, akan membuat kuliner pangan lokal akan semakin kaya dengan pilihan. Dengan demikian, kuliner pangan lokal, terutama yang berupa jenis ikan-ikanan tidak akan membosankan.
Nah, mau menikmati kuliner pangan lokal yang demikian? Silahkan berkunjung langsung ke daerah wisata yang ada di sekitar kawasan Danau Toba ya! Salam kuliner [Thurneysen]
-----
Anggota Tim HASIMA:
- Adhi Nugroho
-Â Thurneysen Simanjuntak
- Andriana Rumintang
-----
Sumber Referensi:
alodokter.com
sehatq.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H