Sejenak, mari kita baca tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Misalnya, pada Pasal 54 diatur tentang ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraandan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Ayat (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Ayat (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara untuk peran keluarga sendiri dapat dilihat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Pada pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa "Pelibatan Keluarga adalah proses dan/atau cara keluarga untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan nasional."
Sementara kalau berbicara tentang tujuan pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan terlihat jelas pada Pasal 2 yakni  (a). meningkatkan kepedulian  dan  tanggung  jawab  bersama antara  Satuan  Pendidikan,  Keluarga,  dan  Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pendidikan; (b). mendorong Penguatan Pendidikan Karakter Anak; (c). meningkatkan  kepedulian  Keluarga  terhadap  pendidikan Anak; (d). membangun  sinergitas antara  Satuan  Pendidikan, Keluarga, dan Masyarakat; dan (e). mewujudkan  lingkungan  Satuan  Pendidikan  yang  aman, nyaman, dan menyenangkan.
Nah, kalau bentuk dari pelibatan keluarga  pada  lingkungan  keluarga dapat berupa: (a). menumbuhkan  nilai-nilai  karakter  Anak  di  lingkungan Keluarga; (b). memotivasi semangat belajar Anak; (c). mendorong budaya literasi; dan (d).memfasilitasi kebutuhan belajar Anak. Hal itu sesuai dengan Pasal 7 pada Permendibud tersebut.
Dari Undang-Undang dan Peratutran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, maka jelas ada seruan dalam mendukung pendidikan anak, dalam hal ini termasuk semangat literasi. Berharap saja ini bukan hanya sebagai wacana, tapi nyata pelaksanaannya di keluarga dan masyarakat.
Butuh Sinergi Keluarga dan Masyarakat dalam Menyelesaikan Persoalan Budaya Literasi
Mungkin pembaca pernah membaca kajian studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal  minat membaca.
Selain itu, Programme for International Student Assessment (PISA) pernah menyebut budaya literasi masyarakat Indonesia terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia, Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara tersebut.
Bukan itu saja, Â menurut data statistic UNESCO pada tahun 2012 bahwa tingkat literasi di Indonesia sangat rendah. Bahwa presentasi minat baca Indonesia sebanyak 0,001%. Artinya, dari 1.000 penduduk hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.
Ini adalah tamparan keras bagi kita bersama. Dalam hal ini, kita tidak perlu mencari salah siapa, Â yang perlu dilakukan, mari benahi bersama.
Menurut hemat penulis, jangan biarkan sekolah berdiri sendiri untk urusan budaya literasi bagi setiap anak, tetapi saatnya bergandeng tangan. Peran keluarga dan masyarakat harus menjadi bagian dalam menumbuhkan budaya literasi.
Kalau peran keluarga sudah banyak dikupas pada uraian terdahulu, maka peran masyarakat dalam menumbuhkan literasi bisa saja dengan cara membangun fasilitas rumah baca dengan melengkapi buku-buku yang dibutuhkan oleh anak. Kemudian menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menarik di rumah baca tersebut. Seningga ada daya tarik tersendiri bagi anak untuk selalu berkunjung ke rumah baca yang dibangun.