Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Kecil Itu, Menjadi Bukti Pelibatan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas

13 Maret 2019   22:19 Diperbarui: 13 Maret 2019   22:29 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mengajar hanyalah soal memberitahukan, anak-anak saya (baca: siswa) akan menjadi orang-orang yang hebat sekali; saya sudah memberi tahu mereka segala sesuatu yang perlu mereka ketahui. Tetapi, hanya sekedar tahu saja.

Proses belajar mengajar tidak hanya itu. Belajar yang maksimal selalu merupakan hasil dari keterlibatan siswa yang maksimal pula.

Demikian sebuah pernyataan dari sebuah buku yang pernah saya baca, "Mengajar untuk Mengubah Hidup" yang ditulis oleh Dr. Howard G. Hendricks.

Kalau bicara tentang proses pelibatan siswa dalam pembelajaran, maka seharusnya yang banyak berperan dalam pembelajaran tersebut bukan guru saja. Tetapi siswa. Siswa harus aktif!

Mengapa pelibatan (peran aktif) siswa dalam proses pembelajaran di kelas menjadi begitu penting?

Menurut hemat saya, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi keuntungan dari pelibatan siswa dalam setiap pembelajaran.

Pertama. Agar siswa mendapatkankan sebuah pengalaman baru dari apa yang sedang dikerjakannya. Dapat dipastikan pengalaman tersebut akan jauh lebih diingat oleh seorang siswa ketika mengerjakannya daripada diperoleh dengan pemberitahuan saja.

Mungkin pembaca sering mendengar peribahasa Cina Kuno berikut.

Aku mendengar, dan aku lupa

Aku melihat, aku ingat

Aku melakukan, dan aku mengerti

Bahkan berdasarkan "pyramid of learning" (anonim) bahwa apa yang dilakukan seseorang jauh lebih diingat daripada sekedar apa yang dibaca, didengar, dilihat, dilihat dan didengar, dikatakan dan dituliskan.

Pyramid of learning (sumber : shutterstock)
Pyramid of learning (sumber : shutterstock)
Sementara menurut Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul "Myelin",  bahwa terlalu seringkali kita memaksimalkan "brain memory" kita. Padahal, manusia juga memiliki "muscle memory" yang jauh lebih dahsyat jika dimaksimalkan.

Kalau pemanfaatan "brain memory" tentu kita sedang berinvestasi pada otak saja, sementara dengan pemanfaatan "muscle memory" kita sedang membangun orientasi pada tindakan, membentuk budaya disiplin, intrapreneuring, tata nilai, kinerja dan yang lainnya.

Rhenald dalam bukunya ternyata menganalogikan hal tersebut dengan kereta Jabodetabek dan kereta api Shinkansen. Kalau "brain memory" tersebut diibaratkan sebagai kereta Jabodetabek yang mengandalkan lokomotif di kepalanya, maka "muscle memory" tersebut diibaratkan kereta api Shinkansen.

Nah, dengan pelibatan siswa dalam pembelajaran, tentu saja bukan hanya mengembangkan "brain memory" siswa, tetapi "muscle memory"nya juga.

Kedua. Pentingnya pelibatan siswa dalam proses pembelajaran tentu tidak terlepas dari proses membangun percaya diri, melatih daya analisa dan kritisi, menumbuhkan semangat mencoba dan belajar dari berbagai kegagalan yang sedang dihadapinya.

Pembelajaran dengan Pelibatan Siswa di Kelas

Sekitar empat  minggu lamanya (dari pertengahan Februari hingga pertengahan Maret 2019), saya mendampingi siswa mengerjakan sebuah penugasan di dalam kelas. Tugas yang dimaksud adalah membuat sebuah buku kecil berdasarkan hasil wawancara dengan orangtua mereka.

Menugaskan siswa melakukan wawancara dan membuatnya menjadi sebuah buku kecil, sesungguhnya bukan saja melatih dan mengasah kemampuan menulis mereka. Tetapi, menjadi kesempatan membangun relasi dan komunikasi antara orangtua-anak serta sebagai sarana membagi pengalaman hidup orangtua kepada anaknya.

Tentu ada banyak pengalaman orangtua di masa lalu yang berharga dan dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup bagi sang anak, guna merajut dan mempersiapkan masa depan mereka.

Kalau dikaitkan dengan topik pelajaran yang sedang berjalan, yakni tentang topik "Mobilitas Sosial" maka diharapkan siswa dapat memahami hakikat dari mobilitas sosial, faktor pendorong dan penghambat terjadinya mobilitas sosial, serta saluran mobilitas sosial yang menjadi kesempatan bagi orangtua mereka ketika mengalami perpindahan posisi dalam masyarakat.

Dengan wawancara tersebut, maka mereka tidak saja belajar tentang "Mobilitas Sosial" di ranah teori, tetapi praktika.

Untuk mewujudkannya, maka pada tahap pertama siswa secara bersama diajak membayangkan dan memikirkan tentang informasi atau fakta apa yang akan digali dari orangtua mereka berdasarkan materi pelajaran yang sedang mereka pelajari.

Kemudian mereka dibimbing untuk menuangkannya satu persatu dalam bentuk pertanyaan.

Setelah itu, ketika siswa kembali ke rumah, diharapkan mereka akan melalukan wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah disusun di dalam kelas. Dan tidak tertutup kemungkinan, pertanyaan tersebut pun akan terus berkembang ketika orangtua sedang bercerita kepada anak.

Langkah berikutnya, mereka mengolah data tersebut di dalam kelas dan membuatnya dalam sebuah tulisan yang menarik dan menginspirasi.

Tiga minggu berkutat dengan data hasil wawancara, akhirnya para siswa berhasil menuliskannya dalam bentuk buku kecil.

Sebagai guru (pembimbing), saya menyimpulkan bahwa dari proses pembelajaran yang melibatkan siswa ini, ternyata mereka dapat belajar banyak hal. Mulai dari merancang peratanyaan yang baik, melakukan wawancara dan melatih komunikasi yang efektif, menyimpulkan dan mencatatkan setiap hasil wawancara dengan orangtua, hingga proses penulisan di dalam kelas.

Ternyata itulah kekuatan dari pelibatan siswa dalam pembelajaran di kelas. Mereka bukan saja memperkaya "brain memory" mereka, tetapi juga "muscle memory".

Semoga proses pembelajaran demikian, memperkaya pengalaman siswa serta dapat memetik berbagai makna dari kehidupan. Salam.

Sumber Referensi :

G. Hendricks, Howard. (2016). Mengajar untuk Mengubah Hidup. Yogjakarta: Yayasan Gloria

Kasali, Rhenald. (2010). Myelin, Mobilisasi Intangibeles Menjadi Kekuatan Perubahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun