Beberapa waktu lalu, saya terkagum-kagum dibuat sebuah tayangan televisi swasta. Mau tahu alasannya? Saya menyaksikan sebuah desa yang memiliki lapangan sepakbola keren, layaknya lapangan bertaraf internasional.
Mungkin pembaca ada yang sudah sempat menyaksikan tayangan tersebut. Desa yang penulis maksudkan adalah Desa Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Bagi pembaca yang belum sempat menyaksikannya, silahkan tonton video berikut!
Hebat bukan? Tidak tanggung-tanggung loh, rumput yang digunakan untuk lapangan sepakbola tersebut adalah rumput Zoysia Matrella yang biasa digunakan di negara-negara maju seperti di Eropa.
Barangkali ada yang bertanya dalam benak, bagaimana sebuah desa memiliki dana yang begitu besar untuk pembangunan lapangan semodern itu? Singkatnya, Dana Desa. Selengkapnya tentang Dana Desa, akan dikupas pada bagian tulisan berikut.
Nawacita dan Pembangunan Desa
Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menetapkan Nawacita sebagai visi dari pemerintahannya. Salah satu bagian dari Nawacita tersebut adalah "Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah desa".
Untuk mewujudkan visi tersebut, tentu pemerintah butuh berbagai regulasi yang mendukungnya.
Nah, keberadaan Undang-Undang RI No.6 Tahun 2014 tentang Desa dari pemerintahan terdahulu, merupakan sebuah payung hukum yang kuat untuk membangkitkan percepatan pembangunan desa yang dimaksud.
Dalam undang-undang tersebut jelas tertuang tujuan dari pembangunan desa. Misalnya, pada pasal 78 ayat 1 dikatakan bahwa "Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan."
Sementara untuk mendukung pelaksanaan pembangunan desa dalam segala aspeknya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, UU Nomor 6 Tahun 2014 memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa. Dana Desa tersebut dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang diberikan kepada setiap desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa.
Berdasarkan infografis yang penulis kutip dari media sosial Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) maka sejak tahun 2015 hingga 2017 telah dikucurkan sejumlah Dana Desa dan terus mengalami peningkatan. Untuk tahun 2015 sebesar 20,8 Triliun, 2016 sebesar 47,0 Triliun, 2017 sebesar 60 Triliun.
Untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat, melalui Dana Desa tersebut telah dibangun jalan desa 158.619 km, jembatan 1.028.225 meter, pasar desa 7.421 unit, BUM DESA 35.145 unit kegiatan, tambatan perahu 4.711 unit, embung 3.026 unit, irigasi 39.656 unit, sarana olahraga 11.399 unit.
Sementara untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, maka telah berhasil membangun penahan tanah 179.625 unit, air bersih 942.927 unit, MCK 178.034 unit, Polindes 8.028 unit, drainase 39.920 meter, PAUD 48.694 unit, Posyandu 18.477 unit, sumur 37.662 unit.
Nah, Desa Cisayong sendiri telah memanfaatkan Dana Desa tersebut untuk memenuhi salah satu prioritas yang diharapkan pemerintah pusat yang telah mengucurkan APBN tersebut.
Bagaimana dengan desa lainnya? Semoga berlomba berinovasi membangun desa masing-masing. Berharap pemanfaatannya tepat sasaran sesuai prioritas yang ada.
Shifting ke Desa Sebuah Keniscayaan
Kemajuan Desa dengan dukungan Dana Desa, bukan tidak mungkin membuat sebuah perubahan besar-besaran di negeri ini. Mengutip pernyataan Rhenald Kasali dalam bukunya "The Great Shifting" yakni "Jika global descruptions memindahkan penduduk desa ke kota dan melahirkan "megacities", Indonesia justru berpaling ke desa, sebuah keniscayaan".
Pernyataan tersebut dikuatkan dengan keseriusan dan fokus pemerintah perhatiannya ke desa. Pintu masuknya sendiri adalah Undang-Undang Desa 2014 ditambah dengan kebijakan pada APBN Dana Desa yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Niscaya akan terjadi sesuatu hal yang paradoks. Kalau penduduk dunia saat ini sekitar 54% berada di perkotaan, bahkan diprediksi tahun 2035 akan meningkat menjadi 66%. Semoga tidak dengan Indonesia.
Mungkinkah itu terjadi? Semuanya tergantung pada keyakinan dan upaya kita. Pemerintah daerah, masyarakat desa serta para stakeholder.
Salam Shifting ke Desa!
___________
Sumber Referensi :
Kasali, Rhenald. 2018. The Great Shifting. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Undang-Undang RI No.6 Tahun 2014 tentang Desa (www.dpr.go.id)
https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018
Media Sosial (IG) @kemendespdtt @ditjenkp
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H