Ke mana muara dari inovasi disruptif yang berpotensi menghancurkan itu?
Pertanyaan itulah yang akhir-akhir ini terus menghantui para pelaku ekonomi dan bisnis. Kita paham, gelombang diskontuinitas belum berakhir, tetapi justru dalam atmosfer yang demikian, satu per satu wirausaha baru tampil mendominasi dengan platform baru.
Bahkan bisa dibilang, kita adalah saksi peralihan raksasa yang terjadi saat ini.
Begitu sebuah kutipan yang yang pernah penulis baca dalam buku The Great Shifting yang ditulis oleh Rhenald Kasali. Tentu kutipan tersebut akan mampu menggetarkan para pelaku ekonomi dan bisnis melihat banyaknya usaha yang mengalami disrupsi belakangan ini.
Orang bijak pernah berkata, "Suatu hal yang pasti adalah perubahan, yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri." Memang hampir seluruh pelaku ekonomi dan bisnis dunia saat ini sedang menghadapi tsunami perubahan. Jadi hanya mereka yang mampu berselancar pada tsunami perubahan tersebut yang akan dapat bertahan, unggul dan memenangkan pertarungan.
Utamanya, ketika dunia sedang diperhadapkan dengan gencarnya perubahan di era Industri 4.0 seperti sekarang. Bukan itu saja, tetapi semakin cepat menggelindingnya. Bagaikan bola salju yang semakin lama semakin membesar. Bola salju itu pun siap memorakporandakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Untuk itulah, Kementerian Perindustrian telah merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta jalan) yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industri 4.0. Hal ini berguna untuk mencapai sasaran, sementara langkah kolaboratif diperlukan untuk melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi. Dengan demikian, semua siap beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan sudah barang tentu mampu bersaing di dalamnya.
Jadi, semua pihak harus berbenah. Bukan hanya sekedar berubah, tetapi harus berubah secara fundamental. Sebab jika diamati, sesungguhnya banyak yang telah berubah, tetapi masih tetap saja mengalami disrupsi. Apa yang salah?
Dalam buku The Great Shifting sendiri dikatakan, bahwa harus bisa menampilkan gagasan fundamental dalam gelombang peralihan tersebut. Misalnya dari peradaban industri menuju ke peradaban digital, dari perusahaan konvensional menjadi platform, bahkan hingga perubahan perilaku kehidupan harus menjadi sebuah keniscayaan.
Revitalisasi Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) Tanggulangin yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dengan menggandeng kerjasama pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, barangkali merupakan strategi agar tidak masuk pada perangkap disrupsi tersebut.
Sebelumnya, perlu pembaca ketahui bahwa Tanggulangin ini merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Kecamatan Tanggulangin sendiri berada di sebelah selatan ibukota Sidoarjo. Hanya berjarak 9 km dari pusat kota Sidoarjo. Sementara di sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Tulangan, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Porong, sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Candi, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Candi dan Porong.
Dalam sebuah siaran pers yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian (pada www.kemenperin.go.id ) mengatakan bahwa sasaran program revitalisasi Sentra IKM Tanggulangin bertujuan untuk memacu produktivitas dan daya saing para pengrajin yang mayoritas memproduksi barang kulit seperti tas, koper dan produk unggulan lainnya. Di samping itu diharapkan mampu memberikan daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.
Sebagai strategi revitalisasi Sentra IKM Tanggulangin, secara teknis dilakukan cara transformasi fisik, ekonomi dan kultural. Sehingga dengan transformasi tersebut dapat menciptakan Kawasan Wisata Terpadu yang memiliki konsep 3 in 1, yaitu wisata belanja, wisata budaya dan kuliner, serta wisata edukasi industri.
1. Faktor Historis
Kalau menggunakan kacamata historis, maka sentra industri Tanggulangin ternyata memiliki jejak sejarah yang panjang, serta telah memberi pengaruh besar bagi masyarakat setempat untuk sisi kehidupan bisnis dan ekonomi.
Secara khusus untuk aktivitas produksi tas dan koper kulit di Tanggulangin ternyata sudah dimulai sejak tahun 1939. Kemudian di tahun 60-an, semakin berkembang tenaga terampil dalam membuat tas dan dompet.
Karena jumlah pengrajin terus berkembang, maka pada tahun 1975 didirikanlah Koperasi Industri Tas dan Koper (INTAKO) yang bertujuan mewadahi pelaku IKM tas dan koper di Tanggulangin.
Amat disayangkan, pada tahun 2000 industri ini mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya dikarenakan adanya bencana lumpur Lapindo dan kemudian kehadiran produk-produk kompetitor seperti produk dari Cina.
Jadi, faktor historis seperti ini harusnya menjadi perhatian dan inspirasi bagi semua pihak yang bersentuhan langsung dengan Sentra IKM Tanggulangin. Apalagi kita ketahui kehadiran Sentra IKM Tanggulangin ini adalah aset. Dapat menjadi penggerak roda perekonomian rakyat serta menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah.
2. Menarik Wisatawan
Ketika pemerintah pusat sedang giat-giatnya menggalakkan pariwisata, maka dukungan pemerintah daerah dan masyarakat sangat diharapkan.
Seperti keberadaan Sentra IKM Tanggulangin menjadi salah satu yang mampu menarik wisatawan. Bahkan menurut pemerintah daerah setempat mengatakan bahwa saat ini, kunjungan wisatawan ke Sentra IKM Tanggulangin sudah mulai mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sidoarjo, jumlah mengatakan bahwa kunjungan wisatawan dalam negeri pada tahun 2014 sebanyak 104.053 orang, mengalami peningkatan sekitar 135 persen sehinggamenjadi 244.974 orang pada tahun 2016.
Artinya peningkatan wisatawan, sudah barang tentu dapat meningkatkan geliat aktivitas perekonomian masyarakat. Bukan saja yang berkaitan dengan masyarakat pengrajin, tapi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang lainnya seperti kuliner, penginapan dan jasa transportasi akan turut merasakan manfaatnya.
Seperti yang sudah disebutkan terdahulu, bahwa revitalisasi ini akan dapat melahirkan Kawasan Wisata dengan konsep 3 in 1 yakni berdampak pada kemajuan wisata belanja, wisata budaya dan kuliner, serta wisata edukasi industri.
3. Bonus Demografi
Mengingat tahun 2020-2030 bangsa kita berkesempatan mendapatkan bonus demografi, artinya sekitar 70% persen penduduknya berada pada usia produktif. Kondisi ini akan menguntungkan ketika lapangan kerja bagi masyarakat terbuka luas. Sebaliknya, jika tidak tersedia lapangan kerja, maka yang ada malahan bukan bonus demografi tapi petaka demografi.
Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi petaka demografi tersebut, maka dengan menggalakan IKM adalah salah satu solusi yang efektif. Mengapa?Sebab IKM sendiri adalah satu industri yang memungkinkan dijadikan sebagai insutri padat karya yang akan dapat menampung tenaga kerja.
4. Shifting ke Desa
Kembali ke buku The Great Shifting. "Jika global disrupsi memindahkan penduduk ke kota dan melahirkan megacities, Indonesia justru berpaling ke desa". Alasannya, sejak Undang-Undang Desa disahkan pada 2014, pemerintah sedang mulai fokus kepada pengembangan desa. Dana yang begitu besar digelontorkan pemerintah pusat melalui APBN, sudah barang tentu akan mampu menggerakan perekonomian desa.
Dengan demikian, revitalisasi Sentra IKM Tanggulangin adalah strategi menangkap peluang dan menggerakan desa-desa yang ada. Sehingga pemerataan perekonomian dan bisnis perkotaan dan pedesaan dapat terwujud.
Pada akhirnya, diharapkan program rebranding Sentra IKM Tanggulangin ini dapat menjadi pintu masuk menyusuri era industri 4.0 yang sedang berlangsung seperti yang terjadi belakangan ini.
Salam Perubahan!
Sumber Referensi :
Kasali, Rhenald. 2018. The Great Shifting. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H