Kalau guru mendidik anak pintar menjadi pintar, itu biasa. Tapi, kalau guru mampu mendidik anak yang biasa-biasa saja dari sisi kemampuan dan menjadi pintar, itu baru luar biasa.
Begitu juga dengan sekolah. Kalau sekumpulan anak-anak pintar masuk ke sebuah sekolah dan kemudian sekolah itu menjadi sekolah unggulan atau sekolah favorit, sepertinya tidak sulit mencari sekolah yang demikian. Tapi jikalau sekumpulan anak-anak terbatas kemampuannya masuk ke sebuah sekolah dan kemudian mereka mampu berprestasi bahkan mengharumkan nama sekolah, ini baru namanya hebat.
Perbincangan seperti itu, bukan sekali dua kali kami diskusikan dengan rekan sesama guru. Perbincangan itu semata-mata sebagai pengingat atau mungkin teguran kepada kami guru agar memandang murid itu sama atau tidak membeda-bedakannya. Artinya, tidak hanya senang ketika bertemu atau mengajar anak didik yang kemampuannya di atas rata-rata. Tapi bersedia dan tulus juga menerima atau mengajar anak yang kemampuannya di bawah rata-rata.
Singkatnya, jangan pernah memilih-milih anak untuk dididik, hanya karena kemampuan atau kepintarannya.
Tapi nampaknya di masyarakat hal itu sudah tertanam kuat. Bahwa setiap menjelang tahun ajaran baru, sekolah unggulan atau favorit umumnya akan mulai melakukan pemerimaan siswa baru berdasarkan nilai atau prestasi secara ketat. Hal itu sah-sah saja sebenarnya untuk menjaga kualitas. Hanya dengan sistem yang demikian akan menutup rapat-rapat kesempatan bagi orang yang kurang mampu atau kurang pintar, yang sesungguhnya kemampuan atau kepintaran itu pun bukan sesuatu yang statis, tapi dinamis.
Sistem demikian pun semakin diperkuat oleh orangtua yang dengan gencarnya mencari sekolah unggulan atau sekolah favorit. Tidak peduli tempatnya jauh dari rumah yang mungkin menyebabkan anak kecapekan atau memungkinkan sering terlambat menuju sekolah tersebut.
Mungkin berbeda dengan prinsip yang saya dan orangtua anut. Walau secara nilai (baca Nilai Ebtanas Murni), saya bisa masuk SMA negeri favorit waktu itu, tapi karena sekolah tersebut jauh (sekitar 12 km), maka saya justru memilih sekolah yang lebih dekat dengan rumah (sekitar 5 km). Hasilnya, saya masih sempat bermain sepulang sekolah dengan teman-teman. Memiliki banyak waktu dengan keluarga.
Ternyata sistem yang sudah berjalan begitu lama, di awal tahun ajaran ini mengalami perubahan. Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pun mulai dilakukan. Sontak masyarakat luas dan sekolah mulai bereaksi. Ada yang pro, ada pula yang kontra.
Untuk memahami Sistem Zonasi tersebut lebih jauh, saya pun  menghadiri acara Kompasiana Perspektif di Kemdikbud (6/8/2018) yang  bertemakan " Optimisme menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan  Indonesia" yang langsung dibawakan oleh Dr. Ir. Ari Santoso, DEA  (Kepala Biro Humas Kemdikbud).
Sistem Zonasi  itu sendiri telah memiliki dasar hukum melalui Permendikbud Nomor 14 tahun  2018. Khususnya pada pasal 16 ayat 1 dan 2 dikatakan : (1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. (2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Sementara untuk mengakomodir yang berasal dari luar radius zona terdekat dari sekolah, masih ada kesempatan lain. Tentu disesuaikan dengan hal-hal yang telah diatur dalam Permendikbud tersebut. Lebih jelasnya, dapat dibaca pada Pasal 16 ayat 6a dan 6b. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat menerima calon peserta didik melalui: (a). jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari Sekolah paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima; dan (b). jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili diluar zona terdekat dari Sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Sesungguhnya, apa tujuan pemerintah mengeluarkan aturan tentang Sistem Zonasi tersebut?
Ari Santoso sebagai narasumber Kompasianan Perspektif memaparkan bahwa yang menjadi tujuan dari Sistem Zonasi tersebut adalah untuk menjamin pemerataan akses  pendidikan, mendorong kreativitas pendidik dalam kelas yang heterogen,  mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, menghilangkan  eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri, dan membantu analisis  perhitungan kebutuhan dan distribusi.
Selanjutnya meningkatkan akses layanan pendidikan pada kelompok rentan, meningkatkan keragaman peserta didik di suatu sekolah, membantu pemerintah dalam memberikan bantuan yang lebih tepat sasaran, mencegah penumpukan SDM berkualitas suatu wilayah, mendorong pemda dalam pemerataan kualitas pendidikan.
Kemudian beliau melanjutkan bahwa harapan dari  kebijakan zonasi tersebut sesungguhnya tidak terlepas sebagai kebijakan  yang utuh dan terintegrasi. Dengan adanya kebijakan tersebut maka  proses pendataan kualitas sekolah di seluruh Indonesia akan lebih mudah,  sehingga realisasi kebijakan lainnya pun akan jauh lebih mudah. Tentunya ini tidak lepas juga dari Nawacita pemerintahan kita saat ini.

Tentu tidak ada perubahan yang langsung mulus berjalan, pasti di sana sini ada yang pro kontra. Saya yakin bahwa pemerintah, dalam hal ini kementerian pendidikan selalu terbuka untuk setiap masukan.Â
Dan sebagai  tindak lanjut pasca dari Sistem Zonasi tersebut, Ari Santoso juga menyampaikan untuk keberhasilannya, agar tetap akan dilaksanakan evaluasi pelaksanaannya, mengumpulkan praktik baik sistem zonasi, pemetaan daya tampung, pemetaan dan perencanaan bantuan sarana dan prasarana, dan analisis perhitungan kebutuhan, distribusi, dan peningkatan kualitas guru.
Nah, sebagai penulis yang juga berprofesi sebagai guru, berharap Sistem Zonasi ini bisa berjalan dengan baik. Sehingga apa yang menjadi salah satu tujuan NKRI yang berhubungan dengan pendidikan yaitu "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" dan yang tertuang pada  UUD 1945 pasal 31  ayat 1 yakni "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan" dapat terwujud dengan baik.
Salam Pendidikan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI