Anak adalah anugerah Tuhan. Tentu setiap keluarga mendambakan kehadirannya. Bagi sebagian besar keluarga, merasa akan ada yang kurang tanpa kehadiran mereka di dalam sebuah keluarga tersebut.
Kemudian, semua orangtua mengharapkan anaknya lahir, bertumbuh dan berkembang secara normal dan sehat. Tapi, terkadang faktanya berbeda dengan yang diharapkan. Antara das sein dan das sollen, bisa saja ada kesenjangan.
Sesungguhnya banyak masalah yang terjadi menyangkut tentang pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Salah satunya adalah stunting.
Akhir-akhir ini, istilah stunting mungkin makin sering saja kita dengar dan dijadikan sebagai bahan diskusi. Bahkan beberapa waktu lalu, ada juga calon kepala daerah dalam sebuah debat kandidat membahas tentang stunting secara serius.
Betapa pentingnya memang memecahkan masalah stunting tersebut. Memecahkan masalah stunting, sama saja kita sedang melakukan penyelamatan dan memajukan sumber daya manusia pada generasi masa depan bangsa. Â
Sesungguhnya apakah yang dimaksud dengan stunting tersebut?
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Perlu dipahami, bahwa masalah stunting bisa saja terjadi sejak janin dalam kandungan dan baru akan terlihat pada saat anak tersebut sudah berusia dua tahun. Artinya, gizi seorang ibu yang sedang mengandung pun harus benar-benar serius diperhatikan. Jadi, bukan hanya mulai memikirkan gizi seorang bayi ketika sudah dilahirkan.
Semua pasti tahu, apa sesungguhnya resiko dan kekurangan gizi pada janin hingga bayi. Hal ada berdampak langsung pada pertumbuhan dan perkembangan kesehatan, fisik, maupun mental bayi kedepannya. Seperti menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa, hingga kemampuan kognitif para penderita juga berkurang.
Kekurangan gizi pun ternyata dapat meningkatkan angka kematian pada bayi dan anak.
Secara jangka panjang, hal itu akan berdampak pada kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia dan kemerosotan sumber daya manusianya.
Untuk itulah, seseorang yang berencana untuk menikah, seharusnya perlu memperlengkapi diri dan memahami tentang seputar gizi sehat bagi janin dalam kandungan hingga sesudah bayi tersebut dilahirkan. Sehingga ketika seseorang benar-benar menjadi seorang ibu, pengetahuannya pun sudah memadai. Dengan begitu, permasalahan stunting pun bisa dicegah.
Nah, dari defenisi yang sudah dipaparkan di atas, maka sekarang kita beranjak pada ciri-ciri anak yang mengalami stunting.
Lebih Baik Mencegah daripada Terlambat
Ada sesuatu yang paradoks. Kalau stunting tersebut merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, maka identik masalah ini akan terjadi pada keluarga  miskin dan kurang mampu. Nyatanya, tidak. Berdasarkan fakta yang ada, ternyata tidak sedikit anak yang mengalami stunting berasal dari keluarga kaya dan mampu.
Artinya gizi tidak selalu identik dengan kemiskinan atau ketidak mampuan secara materi. Tapi juga pemahanan tentang gizi yang dikandung oleh makananan yang harus dikonsumsi.
Hal unik yang kedua yang perlu dipahami oleh orangtua, bahwa kondisi stunting pada anak ternyata tidak dapat dipulihkan kembali. Untuk itu, hal yang harus dilakukan adalah tindakan preventif ataupun pencegahan. Orangtua harus mengoptimalkan pengasuhan pada anak 1000 hari pertama kehidupan.
Jadi, orangtua harus memiliki strategi untuk penanggulangan stunting. Sehingga stunting tersebut tidak terjadi pada anak. Misalnya, dengan melakukan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif serta pemberian ASI eksklusif.
Untuk lebih lengkapnya, pembaca dapat memerhatikan infografis berikut.
Yuk mari dukung pencegahan stunting yang dimulai dari keluarga.
Salam
___________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H