Untuk itulah, seseorang yang berencana untuk menikah, seharusnya perlu memperlengkapi diri dan memahami tentang seputar gizi sehat bagi janin dalam kandungan hingga sesudah bayi tersebut dilahirkan. Sehingga ketika seseorang benar-benar menjadi seorang ibu, pengetahuannya pun sudah memadai. Dengan begitu, permasalahan stunting pun bisa dicegah.
Nah, dari defenisi yang sudah dipaparkan di atas, maka sekarang kita beranjak pada ciri-ciri anak yang mengalami stunting.
Lebih Baik Mencegah daripada Terlambat
Ada sesuatu yang paradoks. Kalau stunting tersebut merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, maka identik masalah ini akan terjadi pada keluarga  miskin dan kurang mampu. Nyatanya, tidak. Berdasarkan fakta yang ada, ternyata tidak sedikit anak yang mengalami stunting berasal dari keluarga kaya dan mampu.
Artinya gizi tidak selalu identik dengan kemiskinan atau ketidak mampuan secara materi. Tapi juga pemahanan tentang gizi yang dikandung oleh makananan yang harus dikonsumsi.
Hal unik yang kedua yang perlu dipahami oleh orangtua, bahwa kondisi stunting pada anak ternyata tidak dapat dipulihkan kembali. Untuk itu, hal yang harus dilakukan adalah tindakan preventif ataupun pencegahan. Orangtua harus mengoptimalkan pengasuhan pada anak 1000 hari pertama kehidupan.
Jadi, orangtua harus memiliki strategi untuk penanggulangan stunting. Sehingga stunting tersebut tidak terjadi pada anak. Misalnya, dengan melakukan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif serta pemberian ASI eksklusif.
Untuk lebih lengkapnya, pembaca dapat memerhatikan infografis berikut.
Yuk mari dukung pencegahan stunting yang dimulai dari keluarga.
Salam