Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

SLC sebagai Pelibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Era Kekinian

24 Maret 2018   20:31 Diperbarui: 25 Maret 2018   19:49 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu sebelum terselenggaranya kegiatan "Student Led Confrence" (SLC) di sekolah anakku, tepatnya hari Jumat (24/3/2018). Hampir setiap hari dia mengingatkanku untuk menghadiri kegiatan tersebut.

Dari semangat dan antusiasnya mengundangku untuk hadir dan berada di tengah-tengah kelasnya, saya pun mengerti bahwa kegiatan tersebut adalah sesuatu yang spesial dan istimewa baginya.

Sebelumnya, perlu saya sampaikan bahwa SLC tersebut adalah perayaan perkembangan akademis anak yang ditampilkan melalui presentasi portofolio. Portofolio tersebut bisa berupa hasil ulangan, hasil penugasan, atau karya-karya lainnya.

Menariknya, porofolio tersebut ternyata bukan semata menampilkan hasil terbaik mereka. Sebaliknya ada pula hasil yang gagal atau kurang memuaskan.

Tentu harapan sekolah atau gurunya, agar orangtua bisa benar-benar melihat proses perkembangan pembelajaran anak yang terjadi selama di kelas. Dengan demikian diharapkan orangtua dan anak bisa merayakan perkembangan akademis tersebut secara bersama. Anak bisa mendapatkan pujian untuk setiap keberhasilannya dan dorongan untuk belajar dari setiap kegagalan tersebut.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Bagi anak kami, ini adalah SLC yang ke-6 selama di sekolah dasar. Dan ini merupakan SLC yang terakhir. Sebab anak kami sekarang sudah di kelas 6 SD. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun ini ternyata sangat membekas baginya dan tentu bagi saya orangtuanya.

Sebagai orangtua, saya pribadi sangat menyambut positif kegiatan SLC tersebut. Mengingat penyelenggaraan kegiatan tersebut memiliki banyak hal yang positif bagi anak serta tercipta kesempatan yang baik bagi orangtua termasuk hubungan dengan sekolah. Berikut adalah hal-hal positif yang saya maksudkan.

Pertama. Anak belajar bertanggung jawab dengan perannya sebagai seorang pelajar. Merpertanggungjawabkan setiap kepercayaan yang diberikan orangtua. Bahkan melalui portofolio tersebut, dia sedang belajar menjadi kesatria yang tidak hanya berani menyampaikan keberhasilan tapi berani menyatakan kegagalannya juga.

Kedua. Anak belajar mengkomunikasikan setiap proses perjuangannya dalam menjalani pembelajaran di kelas, hingga pada hasil yang dicapainya.

Ketiga. Anak belajar jujur dan terbuka untuk hal-hal dialaminya selama di sekolah. Terutama menyampaikan kegagalannya serta alasan penyebabnya. Apabila kejujurannya direspon orangtua dengan baik, maka anak tersebut pun akan berani terbuka kepada orangtua untuk setiap masalah yang dihadapinya. Sehingga orangtua bisa menolong dan membimbingnya. Dengan demikian hal itu bisa menjadi aset bagi orangtua. Terutama ketika ada masalah anak, dia tidak akan mencari solusi ke tempat yang salah.

Perlu kita sadari bahwa ketiga hal tersebut, tanggung jawab, kejujuran dan kemampuan komunikasi adalah barang langka di era kekinian yang perlu dirawat dan dikembangkan pada anak.

Bukan itu saja, SLC ini bisa menjadi sebuah kesempatan bagi setiap orangtua untuk memberikan perhatian khusus pada proses perkembangan akademik anak. Tidak hanya melulu melihat hasil akhir dari nilai rapot saja.

Disamping itu, SLC memberi kesempatan bagi orangtua untuk membangun dan menjaga komunikasi dengan anak. Serta sinergi antara orangtua dan sekolah (guru) untuk memberikan pembelajaran yang terbaik bagi anak.

Dalam sebuah tulisan yang pernah saya baca di Sahabat Keluarga ada empat cara menjaga sinergi orangtua dan guru. Pertama, guru harus menjadikan orangtua sebagai mitra dalam mendidik anak. Kedua, sampaikan concern orang tua mengenai anak kepada guru. Ketiga, orangtua harus menghargai saran dari guru. Dan keempat, orangtua juga berperan aktif tentang anak jika ada yang tidak terpantau guru, hal yang wajar mengingat guru memiliki banyak murid yang perlu diperhatikan.

Setidaknya melalui SLC, sinergi sekolah (guru) tersebut bisa tetap terjalin.

Pentingnya Pelibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Era Kekinian

Menurut hemat saya, hal-hal yang saya maksudkan dan saya sampaikan di atas adalah hal penting atau pintu masuk dalam sebuah proses pelibatan keluarga (orangtua) dalam penyelenggaraan pendidikan di era kekinian.

Mengingat peluang dan tantangan pendidikan anak yang semakin kompleks, maka pendidikan pun bukan semata-mata tugas sekolah (guru), tetapi perlu keterlibatan orangtua. Mengingat bahwa waktu anak sesungguhnya lebih banyak di rumah.

Apalagi di era kekinian, bahwa pendidikan formal dan nonformal semakin terintegrasi dengan teknologi informasi. Gawai dan internet menjadi dua hal penting yang akan banyak digunakan oleh anak. Bahkan gawai dan internet pun sekarang ini semakin murah dan mudah saja diperoleh. Artinya potensi anak untuk menggunakannya dari hari ke hari akan semakin meningkat.

Sementara kita ketahui bahwa penggunaan gawai dan internet menjadi sesuatu yang bisa menguntungkan sekaligus merugikan anak. Atau, ada yang bisa memanfaatkannya secara positif, tapi tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk hal negatif. Fakta tentang ini, pembaca sendiri sudah dapat mengamatinya di masyarakat.

Maka dari itu, peran orangtua bukan sebatas memberikan fasilitas. Tapi pengawasan pun jauh lebih penting dilakukan. Sehingga anak pun bisa selalu mendapat bimbingan dan tuntutan dari orang yang tepat. Itulah sesungguhnya mengapa pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan menjadi begitu penting. Jadi tidak sepenuhnya urusan pendidikan diserahkan kepada pihak sekolah.

Bahkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.30 tahun 2017 pasal 2 jelas diatur tentang tujuan pelibatan keluarga tersebut, yakni: (a). meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab bersama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan; (b). mendorong penguatan pendidikan karakter anak; (c). meningkatkan kepedulian keluarga terhadap pendidikan anak; (d). membangun sinergitas antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat; dan (e). mewujudkan lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan.

Sementara berbicara tentang bentuk pelibatan keluarga pada satuan pendidikan sangat jelas diatur dalam pasal 6. Salah satunya, menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Dan masih banyak lagi diatur di pasal tersebut.

Nah, berarti ketika saya menghadiri SLC yang diadakan oleh sekolah, artinya saya sudah menjadi orangtua yang ikut menjalankan amanah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.30 tahun 2017. Bukan begitu? Bagaimana dengan Pembaca?

_________________

Sumber Referensi :

1. Orang Tua dan Guru Harus Kerjasama Sinergis

2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.30 tahun 2017

*) Tulisan ini juga telah ditayangkan di blog pribadi penulis, 24 Maret 2018 (www.thurprosmart.wordpress.com)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun