Bersama Danamon, Seru dan Inspiratif!
Dua kata cukup mewakili pendapat saya tentang empat kegiatan Danamon yang pernah saya ikuti, serudan inspiratif. Bagi saya pribadi, kegiatan tersebut sangat menambah pengetahuan dan wawasan, mempertajam keahlian, serta memperdalam kecintaan sebagai seorang penulis di Kompasiana. Bukan itu saja, kegiatan-kegiatan Danamon tersebut ternyata mampu menularkan dampak besar bagi masyarakat luas, tentunya melalui tangan-tangan penulis di Kompasiana.
Adapun keempat kegiatan yang saya maksudkan, pertama, nangkring Danamon bersama Kompasiana yang mengusung tema “Mantap Melaju Menjangkau Komunitas Melalui Media Sosial”. Untuk detailnya kegitan tersebut bisa membaca artikelku yang berjudul Danamon Berselancar di Era Generasi Milenial.
Kesempatan yang kedua, yaitu kegiatan yang bertema “Ekspolari Kuliner Bogor dan Pegang Kendali Instagrammu”. Dalam kegiatan ini Danamon mengajak salah satu komunitas yang ada dibawah naungan Kompasiana, yakni KPK (Komunitas Penggila Kuliner). Untuk kegiatan ini, saya tidak lupa menuliskan sebuah reportase singkat dengan judul Dari Surya Kencana Menuju Surya Kencana, Pengalaman Bersama KPK dan Danamon.
Padakesempatan ketiga, saya kembali mengikuti kegiatan bersama Danamon dengan tema “Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional”. Untuk informasi kegiatan ini, saya menulis sebuah artikel dengan judul Bersinergi mempertahankan Kearifan Lokal dan Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan.
Logo Bank Danamon
Saatnya Sineas Perempuan Pegang Kendali di Film Nasional
Keseruan pada tiga kegiatan sebelumnya bersama Danamon ternyata semakin sempurna ketika keempat kalinya saya ikut meramaikan kegiatan yang bertema “Saatnya Sineas Perempuan Pegang Kendali di Film Nasional”. Kegiatan ini sendiri merupakan kerjasama antara Danamon dengan KOMIK (Komunitas Film Kompasiana).
Kegiatan yang diselenggarakan Sabtu (6/5) di Lau’s Kopitiam Setiabudi One, Karet Kuningan, Jakarta Selatan, sedang mengisyarakatkan kepada masyarakat luas bahwa perjuangan emansipasi wanita yang dipelopori R.A. Kartini ternyata belum selesai. Masih perlu dilanjutkan.
Masih banyak isu perempuan yang harus diangkat ke permukaan serta diperjuangkan demi tegaknya persamaan hak dan kedudukan perempuan. Tentu ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya melalui perfilman nasional. Untuk itulah Danamon benar-benar hadir menginspirasi. Tentu seperti tema yang diusung agar perempuan "Saatnya Pegang Kendali".
Dalam kegiatan ini, sekitar 25 Komik’ers hadir dan berpartisipasi melalui sharing dan diskusi tentang Peran Perempuan dalam Perfilman Nasional. Adapun yang menjadi narasumber dari sharing dan diskusi tersebut adalah Swastika Nohara (Script writer Film Cahaya dari Timur dan 3 Srikandi) dan Balda Zain Fauziyyah (Blogger Film). Sementara yang berlaku sebagai moderator, Dewi Puspasari (salah seorang pengurus KOMIK). Sesuai temanya, cukup adil juga kalau ketiga sosok yang tampil di depan adalah kaum perempuan.
Penulis script film Srikandi ini pun menegaskan, bahwa dari film yang kita produksi selama ini ternyata sudah ada yang mampu bersaing untuk tingkat internasional. Tetapi sebaliknya, ada juga yang belum bisa bersaing. Tapi ibarat piramid yang runcing, masih lebih banyak yang tidak bisa bersaing dibanding yang sudah. Apalagi jika kita bandingkan dengan perfilman di Hollywood.
Untuk itu, pekerjaan rumah kita sebenarnya masih besar. Sebab bicara tentang film tidak semata bicara tentang kualitas, tapi juga tentang marketing dan distribusi, bahkan faktor-faktor pendukung lainnya.
Berkaitan tentang isu perempuan dalam film, Swastika menyampaikan masih banyak isu-isu perempuan dalam masyarakat yang bisa diangkat. Sebenarnya isu dulu dan kini pun masih banyak yang relevan. Untuk itu, bagaimana peran dan perjuangan perempuan dalam perfilman nasional masih perlu ditingkatkan, sehingga isu-isu perempuan semakin terangkat ke permukaan. Dengan demikian diharapkan melalui isu tersebut, banyak solusi yang lahir dan muncul kesadaran baru untuk menghargai perempuan, baik secara hak dan kedudukannya.
Secara khusus, peran perempuan dalam industri perfilman pun masih sangat perlu lebih ditingkatkan. Bukan hanya yang berada di depan layar saja, tetapi termasuk yang ada di belakang layar.
Memang saat ini, peran perempuan sudah semakin beragam dan mulai melakukan regenerasi. Baik sebagai penulis script, sutradara, produser. Bukan itu saja, untuk peran kameramen, audio, make up, penata artistik dan busana pun tidak lepas dari perempuan. Peran ini sebenarnya tidak bisa kita abaikan. Masalahnya peran mereka sering tidak terlihat dan terabaikan. Sebab mereka sebenarnya banyak yang bekerja di belakang layar. Dalam film pun nama mereka sebenarnya sudah tampil, tapi selalu berada di akhir film, itupun ketika lampu sudah dinyalakan petugas. Mbak Swastika menyampaikan sambil tersenyum.
Berbeda dengan aktris perempuan yang benar-benar bisa di kenal luas, Karena mereka memang ada di depan layar. Dan langsung bisa disaksikan oleh penonton. Kebesaran nama seperti Christin Hakim yang keberadaanya sudah mendapat pengakauan. Sosok yang pernah membintangi film Cut Nyak Dien ini, begitu dikenal luas di era 70-an hingga 80-an berkat tampilnya di layar lebar.
Sebagai perempuan yang terjun langsung di perfilman (penulis naskah), Swastika berharap peran perempuan kembali berkibar kedepannya, dan tidak lagi banyak menonjolkan sisi-sisi eksploitasi terhadap perempuan, seperti era sebelumnya. Sebab masih banyak sisi-sisi perempuan lainnya yang relevan dan perlu diangkat. Untuk itu, Swastika Nohara pun tidak jemu-jemunya untuk belajar dan berkarya dalam membuat naskah film. Seperti film Srikandi yang baru-baru ini tampil di layar lebar. Walaupun tantangannya sebagai penulis naskah film sangat berat, tetapi dia sangat optimis untuk menghadapinya.
Di sisi lain, Balda Zain Fauziyyah (Blogger Film), juga turut meramaikan sharing dan diskusi kali ini. Bagi masyarakat luas peran seorang blogger film ternyata sangat dibutuhkan. Salah satu peran mereka adalah merekomendasikan film yang layak untuk ditonton, kelemahan dan keunggulan sebuah film, atau hal-hal yang menarik dari film tersebut. Bahkan kehadiran mereka tentu dapat membantu calon penonton untuk memutuskan menonton sebuah film.
Sebagai blogger film, Balda mengutarakan bahwa seorang blogger harus tahu betul poin-poin yang perlu diulas atau di-review. Bahkan ketika mau terjun sebagai blogger film pun harus terlebih dahulu memastikan diri benar-benar suka dan mau menonton film. Masalahnya bagaimana mungkin bisa menjadi seorang blogger film tapi tidak suka menonton.
Satu saran lagi dari Balda yang perlu diperhatikan oleh seorang blogger film, bahwa jangan pernah melakukan reviewmelalui trailersemata. Sebab ada trailer film yang bagus tapi kenyataannya film tersebut tidak menarik. Sebaliknya ada traileryang kurang bagus tapi ternyata filmnya sangat menarik. Jadi alangkah bijaknya seorang blogger film jika terjun langsung menonton film terlebih dulu sebelum membuat ulasan.
Dalam melakukan ulasan terhadap sebuah film pun, setidaknya ada beberapa poin penting yang menjadi fokus seorang blogger film. Berdasarkan pengalamannya sendiri, terlebih dahulu Balda akan mengulas di awal tentang alasannya menonton film tersebut, atau ketertarikan lain yang membuatnya hingga memutuskan untuk menonton.
Selanjutnya, Balda biasanya menuliskan sinopsis dari film tersebut. Tetapi jangan sampai kebablasan menulisnya. Setidaknya Balda sendiri memiliki trik untuk membuat pembaca sinopsis lebih penasaran, misalnya dengan kalimat tanya, “Apakah Kartini akan sampai ke Belanda? Saksikanlah lanjutannya dalam film tersebut!”
Setelah menyelesaikan sinopsis, baru masuk tahap berikutnya yakni membuat penilaian terhadap film tersebut. Untuk penilaian biasanya Balda membuatnya dalam bentuk esai dengan hahasa sehari-hari (tidak formal).
Adapun aspek-aspek yang perlu dinilai dari sebuah film seperti plot atau alur cerita, termasuk plot twist-nya (perubahan mendadak atau tajam dari cerita. Dalam menilai hal itu pun perlu menggunakan pandangan yang lebih luas dan bahkan menggunakan berbagai referensi. Berikutnya kita bisa menilai sinematografi atau sisi visualnya. Misalanya gambar yang terkadang tidak bicara tetapi dapat memberi makna yang berbeda. Ensemble cast dan soundtrack. Hingga pada akhirnya, blogger film harus memberikan sebuah rekomendasi kepada pembaca.
Dari Sineas Ke Prima
Di akhir sesi, setelah ulasan seputar perfilman, kemudian moderator juga memberikan kesempatan kepada perwakilan dari PRIMA. Dalam hal ini diwakili oleh Adi Nugraha. PRIMA sendiri merupakan bentuk layanan yang menghubungkan antar bank. Danamon merupakan salah satu bank yang menggunakan layanan PRIMA tersebut.
Kehadiran PRIMA tentu untuk memudahkan pelayanan perbankan bagi para nasabah. Adapun layanan yang dimaksudkan seperti ATM PRIMA, DEBIT PRIMA dan TOP UP FLASH.
Adapun keuntungan menggunakan ATM PRIMA adalah berhubungan dengan kenyamanan nasabah dalam bertransaksi, transfer berlangsung secara real time on-line, efisiensi waktu ketika tidak menemukan ATM bank yang kita miliki, serta mesin ATM yang sudah banyak.
Produk yang kedua dari PRIMA adalah Prima Debit. Sebagai nasabah dari Bank peserta jaringan PRIMA, kita pun dapat menggunakan kartu ATM-nya untuk berbelanja di lebih dari 418.000 mesin EDC di berbagai merchant berlogo PRIMA DEBIT atau DEBIT BCA di seluruh Indonesia.
Adapun yang menjadi keuntungan menggunakan PRIMA DEBIT yakni tidak dikenakan biaya transaksi tambahan, tidak perlu bawa uang tunai, memberi kenyamanan dalam berbelanja, serta menggunakan PIN dalam bertransaksi sehingga dijamin lebih aman.
Serta yang terakhir, kita sudah bisa memanfaatkan layanan prima untuk melakukan top up Danamon Flazz. Bagaimana? Menguntungkan bukan? Pastikan bahwa ATM yang kamu miliki terdapat jaringan PRIMA dan lebih komplitnya dilengkapi dengan Danamon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H