Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Danamon Menginspirasi: Bangkitnya Sineas Perempuan yang Prima di Kancah Perfilman Nasional

23 Mei 2017   11:56 Diperbarui: 23 Mei 2017   12:18 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dokumen admin KOMIK

Sumber : dokumen admin KOMIK
Sumber : dokumen admin KOMIK
Dari perbincangan kali ini, Swastika mengatakan bahwa 10 tahun terakhir perfilman Indonesia mengalami perkembangan pesat dan semakin beragam. Secara kualitas jauh lebih baik dan eksplorasinya juga sangat kaya.

Penulis script film Srikandi ini pun menegaskan, bahwa dari film yang kita produksi selama ini ternyata sudah ada yang mampu bersaing untuk tingkat internasional. Tetapi sebaliknya, ada juga yang belum bisa bersaing. Tapi ibarat piramid yang runcing, masih lebih banyak yang tidak bisa bersaing dibanding yang sudah. Apalagi jika kita bandingkan dengan perfilman di Hollywood.

Untuk itu, pekerjaan rumah kita sebenarnya masih besar. Sebab bicara tentang film tidak semata bicara tentang kualitas, tapi juga tentang marketing dan distribusi, bahkan faktor-faktor pendukung lainnya.

Berkaitan tentang isu perempuan dalam film, Swastika menyampaikan masih banyak isu-isu perempuan dalam masyarakat yang bisa diangkat. Sebenarnya isu dulu dan kini pun masih banyak yang relevan. Untuk itu, bagaimana peran dan perjuangan perempuan dalam perfilman nasional masih perlu ditingkatkan, sehingga isu-isu perempuan semakin terangkat ke permukaan. Dengan demikian diharapkan melalui isu tersebut, banyak solusi yang lahir dan muncul kesadaran baru untuk menghargai perempuan, baik secara hak dan kedudukannya.

Secara khusus, peran perempuan dalam industri perfilman pun masih sangat perlu lebih ditingkatkan. Bukan hanya yang berada di depan layar saja, tetapi termasuk yang ada di belakang layar.

Memang saat ini, peran perempuan sudah semakin beragam dan mulai melakukan regenerasi. Baik sebagai penulis script, sutradara, produser. Bukan itu saja, untuk peran kameramen, audio, make up, penata artistik dan busana pun tidak lepas dari perempuan. Peran ini sebenarnya tidak bisa kita abaikan. Masalahnya peran mereka sering tidak terlihat dan terabaikan. Sebab mereka sebenarnya banyak yang bekerja di belakang layar. Dalam film pun nama mereka sebenarnya sudah tampil, tapi selalu berada di akhir film, itupun ketika lampu sudah dinyalakan petugas. Mbak Swastika menyampaikan sambil tersenyum.

Berbeda dengan aktris perempuan yang benar-benar bisa di kenal luas, Karena mereka memang ada di depan layar. Dan langsung bisa disaksikan oleh penonton. Kebesaran nama seperti Christin Hakim yang keberadaanya sudah mendapat pengakauan. Sosok yang pernah membintangi film Cut Nyak Dien ini, begitu dikenal luas di era 70-an hingga 80-an berkat tampilnya di layar lebar.

Christine Hakim yang berperan sebagai Chut Nyak Dhien (sumber gambar : http://www.atjehcyber.net/2013/07/christine-hakim-melihat-kondisi-aceh.html)
Christine Hakim yang berperan sebagai Chut Nyak Dhien (sumber gambar : http://www.atjehcyber.net/2013/07/christine-hakim-melihat-kondisi-aceh.html)
Tetapi masa-masa yang demikian kemudian sempat meredup di tahun 90-an. Bukan hanya aktris wanita saja, tapi memang untuk keseluruhan perfilman Indonesia meredup. Sepertinya perfilm Indonesia sedang mati suri. Syukurlah di pasca reformasi bangkit kembali, salah satu diantara film yang mendapat sambutan hangat seperti film yang pernah dibintangi Sherina. Secara otomatis peran perempuan pun terangkat kembali.

Sebagai perempuan yang terjun langsung di perfilman (penulis naskah), Swastika berharap peran perempuan kembali berkibar kedepannya, dan tidak lagi banyak menonjolkan sisi-sisi eksploitasi terhadap perempuan, seperti era sebelumnya. Sebab masih banyak sisi-sisi perempuan lainnya yang relevan dan perlu diangkat. Untuk itu, Swastika Nohara pun tidak jemu-jemunya untuk belajar dan berkarya dalam membuat naskah film. Seperti film Srikandi yang baru-baru ini tampil di layar lebar. Walaupun tantangannya sebagai penulis naskah film sangat berat, tetapi dia sangat optimis untuk menghadapinya.

Di sisi lain, Balda Zain Fauziyyah (Blogger Film), juga turut meramaikan sharing dan diskusi kali ini. Bagi masyarakat luas peran seorang blogger film ternyata sangat dibutuhkan. Salah satu peran mereka adalah merekomendasikan film yang layak untuk ditonton, kelemahan dan keunggulan sebuah film, atau hal-hal yang menarik dari film tersebut. Bahkan kehadiran mereka tentu dapat membantu calon penonton untuk memutuskan menonton sebuah film.

Sebagai blogger film, Balda mengutarakan bahwa seorang blogger harus tahu betul poin-poin yang perlu diulas atau di-review. Bahkan ketika mau terjun sebagai blogger film pun harus terlebih dahulu memastikan diri benar-benar suka dan mau menonton film. Masalahnya bagaimana mungkin bisa menjadi seorang blogger film tapi tidak suka menonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun