Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Danamon Berselancar di Era Generasi Millenial

14 Oktober 2016   16:21 Diperbarui: 16 Oktober 2016   13:09 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : marselusalbert - WordPress.com

Bahkan Iskandar Zulkarnaen (Assistant Manager Kompasiana) mengatakan demikian. Bahwa dalam sebuah komunitas yang terpenting sebenarnya bukan masalah kumpul-kumpulnya saja di tempat tertentu. Tetapi yang lebih penting adalah kemauan orang yang ada di dalamnya untuk menjalankan fungsinya dan mencapai tujuan dari komunitas tersebut. Tentu diharapkan terjadi sebuah interaksi yang intens.

Mencontohkan dengan Kompasiana. Bahwa media ini dari awal telah terbentuk sebuah komunitas yang didasarkan tujuan dan kepentingan yang sama dari para pembaca yang ingin terlibat dalam menulis. Artinya, komunitas ini terbentuk atas dasar basis konten dalam menulis.

Seiring perkembangannya, dari para Kompasianer (jurnalis warga di Kompasiana) maka komunitas ini bertransformasi dengan melahirkan komunitas-komunitas baru atas dasar ketertarikan yang sama. Basis konten dan minat penulisan yang sama, seperti orang-orang yang tertarik kuliner,  nonton, wisata (travelling). Bahkan hingga saat ini di Kompasiana sendiri sudah terbentuk hingga 30 Komunitas yang resmi. Komunitas tersebut bertujuan mengukuhkan semangat bersama serta dengan demikian lebih mudah diidentifikasi oleh para pembaca.

Sumber : dokumen pribadi
Sumber : dokumen pribadi
Demikian halnya dengan komunitas Nebengers. Komunitas yang digagas oleh Andrea Aditya membangun sebuah komunitas berangkat dari isi kemacetan yang semakin menggila. Dengan konsep ‘nebeng’ kedaerah tujuan yang sama akan meminimalkan angkutan yang ada di jalan raya. Atau berusaha mengurangi atau meminimalkan kemacetan, tentu dengan memaksimalkan penggunaan twitter.

Hambatan pertama sekali dari komunitas ini adalah masalah kepercayaan, atau bahkan keraguan akan timbulnya kejahatan. Tetapi untuk meminimalkan hal yang demikian, maka komunitas nebengers mulai memperhatikan profil dari yang ingin menumpang, bukan itu saja mengamati dari setiap tweet-nya dan konten-konten yang berada dalam twitter tersebut. Dengan harapan penumpang tersebut adalah yang memiliki niat yang benar.

Tetapi berjalan dengan waktu komunitas ini melakukan transformasi diri. Untuk meningkatkan tingkat keamanan dan kenyaman, maka mulailah dibuat aplikasi untuk melihat reputasi penumpang (digital reputation). Bahkan melalui aplikasi tersebut banyak kemudahan-kemudahan yang diperoleh seperti tujuan perjalanan dan data diri.

Dari dua komunitas tersebut, sangat jelas kita lihat pentingnya transformasi komunitas tersebut. Tetap pada esensinya bahwa komunitas yang dimaksud masih tetap mengandalkan media digital dan media sosial dalam membangun interaksi, walaupun adakalanya tetap pertemuan dengan tatap muka langsung melalui acara nangkring atau pun kopi darat.

Danamon Memilih ‘PDKT’ Melalui Media Sosial

Latar belakang Bank Danamon mulai lebih serius melirik media sosial karena antara perbankan dengan media sosial sepertinya masih ada gap. Sementara masa sekarang ini adalah eranya media sosial. Tentu para nasabah dan calon nasabah pun hampir bisa dipastikan juga memiliki media sosial.  Danamon pun mulai memikirkan bagaimana cara mendekatkan diri dengan mereka, saatnya mendengar nasabah sehingga bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan mereka.

Menurut Gandhi, bahwa semua momen yang ada saat ini adalah milik dunia. Untuk itu Bank Danamon harus melakukan transformasi. Bila tidak, maka akan punah seperti Dinosaurus. Itulah alasan mengapa Bank Danamon juga menggunakan pendekatan dengan media sosial. Disamping itu, harapan Danamon melakukan bahwa seseorang memilih menjadi nasabah Bank Danamon bukan karena keterpaksaan, tapi karena pilihan.

Gambar berikut adalah merupakan bukti bahwa pengguna internet di dunia dalam setiap menit sangat tinggi. Bisa disimpulkan bahwa memanfaatkan sarana internet adalah sebuah peluang besar bagi semua pihak, termasuk Bank Danamon. Belum lagi kita bandingkan dengan di Indonesia, bahwa pemanfaatan sarana digital begitu tinggi serta platform-platform media sosial pun ramai dikunjungi. Bukankah kekliruan besar bila industri perbankan tidak serius membidik media sosial? Atau membangun komunitas melalui media sosial?

sumber : https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia
sumber : https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia
sumber : https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia
sumber : https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia
Sebenarnya tiga tahun lalu Bank Danamon sudah ada media sosial, tetapi tahun 2015 media sosial dilirik lebih serius sebagai media komunikasi dengan nasabah. Bahkan lebih dari itu, media sosial saat ini dianggap sebagai asset perusahaan yang harus dikelola secara serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun