Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hari Senyum Sedunia dan GBBS Diawali dari Hati

7 Oktober 2016   13:41 Diperbarui: 7 Oktober 2016   14:13 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang (Amsal)

Dari kecil, saya senang menyanyikan lirik yang digubah dari Amsal tersebut.

Hati yang gembira adalah obat,
Seperti obat hati yang senang.
Tapi semangat yang patah keringkan tulang,
Hati yang gembira Tuhan senang.

Bahkan hingga hari ini pun, lagu itu sering saya nyanyikan dikala duka dan sedih. Menakjubkan sekali. Biasanya setelah menyanyikan lagu tersebut, rasa sedih yang sedang dialami bisa berubah menjadi gembira. Rasa duka yang menerpa bisa berubah menjadi suka. Artinya sedih atau senang, duka atau suka, semuanya adalah sikap dan pilihan. Karena Tuhan tentunya akan menyenangi pilihan yang terbaik dari kita.

Saya yakin rekan-rekan pembaca juga punya lagu kesayangan yang mampu mengubah hati jadi senang. Atau bisa jadi dengan cara yang lain untuk menjadikan hidup tetap senang dan bahagia, mungkin lewat puisi atau musik. Bila berkenan, boleh juga dibagikan loh, karena saya yakin bahwa itu juga akan bermanfaat bagi orang lain.

Kesenangan dalam hati seseorang ternyata banyak faedahnya, selain untuk diri sendiri, ternyata orang disekitar kita juga merasakannya. Seseorang yang sedang senang tentu secara natural akan akan serta merta diikuti oleh sebuah senyum yang indah dan tulus dari bibirnya. Tentu akan berbeda sekali dengan senyuman yang dibuat-buat, yang bukan berasal dari hati, mungkin kelihatannya akan lebih jelek toh?

Berbicara tentang senyum, saya memiliki pengalaman unik sejak kecil. Menurut pengakuan mama saya, bahwa waktu kecil saya berkali-kali melakukan kesalahan. Mama pun berkali-kali ingin memarahi saya, tetapi hatinya sering luluh hanya karena sebuah senyuman. 

Biasanya sebelum mama saya marah, katanya saya sering menggunakan jurus melemparkan sebuah senyuman, dan itu akhirnya dapat membatalkan niat marah mama saya. Tentu kesalahan saya bukan berarti ditolerir, konsekuensi tetap saya terima, tetapi bukan dengan sebuah kemarahan. Dari kecil saya meyakini bahwa senyuman seorang anak akan mampu menambah kebahagiaan orang tua, termasuk dalam keadaan marah sekalipun.

Bukan itu saja. Saya juga dari dulu senang senyum, atau membuat orang lain tersenyum. Makanya dari dulu sampai sekarang saya paling senang berguyon dan cerita humor ke teman-teman kerja atau siswa-siswi saya. Kenapa? Saya ingin melihat orang lain tersenyum, karena saya tahu bahwa senyum itu pun ternyata sebuah ibadah.

Saya yakin rekan-rekan pembaca sepakat, bahwa dengan tersenyum tentu kita sedang menularkan kebahagian disekitar kita, menjadikan diri kita lebih menarik, lebih mudah diajak berpikir positif, dan bahkan sangat baik untuk kesehatan. Untuk itu banyaklah tersenyum. Sebab senyum itu tidak berbayar (gratis tit tis) tetapi mampu membahagiakan orang lain.

Senyum Sebagai Simbol Keramahan

Ketika membuka facebook pagi ini, saya langsung disambut dengan status-status teman yang berisikan “Kita Semua Tersenyum! Sebarkan kebahagiaan seseorang hari ini. Selamat Hari Senyum Sedunia!”

Sumber gambar : facebook
Sumber gambar : facebook
Saya tidak tahu persis latar belakang lahirnya hari peringatan tersebut. Tetapi saya tahu bahwa dunia ini sampai kapan pun butuh senyum. Memang harus diakui bahwa dunia ini sedang mengalami krisis senyum, termasuk Indonesia. Terkadang betapa susahnya mendapatkan senyum. Manusia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, masalah semakin kompleks, kemacetan, pengangguran, kerusuhan, kejahatan, penyakit, bahkan banyak lagi penyebab terenggutnya sebuah senyuman dari bibir seseorang. Tapi, tidak ada alasan untuk tidak tersenyum, justru dalam masa-masa seperti itu senyum itu sangat dibutuhkan.

Indonesia sendiri sebagai sebuah negara yang sedang menggalakkan pariwisata, tentu sadar bahwa senyum adalah sebuah modal dasar untuk menarik wisatawan, baik dari mancanegara maupun domestik. Bisa anda bayangkan seandainya seorang wisatawan yang ke suatu lokasi wisata, tetapi penduduk setempat tidak seorang pun yang murah tersenyum dalam menyambutnya. Saya yakin, semenarik apapun objek wisatanya, kuliner, atau fasilitas pendukungnya, wisatawan akan ogah berkunjung untuk kedua kalinya ke tempat tersebut. Atau  celakanya lagi mereka justru bisa menghasut teman-temannya untuk tidak berkunjung ke tempat tersebut.

Pemerintah kita sendiri sedang menggiatkan budaya senyum bagi masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu saja, tetapi mendorong budaya bersih juga. Hal ini mengingat bahwa target pemerintah lima tahun kedepan akan berusaha meningkatkan kunjungan wisatawan hingga mencapai 50 juta orang ke Indonesia.


Melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) telah mulai dicanangkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS). Gerakan tersebut  telah dimulai pada 19 September 2015 yang lalu. Adapun tujuan gerakan tersebut yakni untuk membangun sikap mental masyarakat Indonesia agar peduli dengan kebersihan lingkungan, berkepribadian ramah dan murah senyum, sekaligus pembuka jalan bagi kekuatan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.

Bersih dan Senyum Diawali dari Hati dan Keluarga

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Menurut saya, jangan berharap banyak untuk kesuksesan GBBS tersebut, jika kita tidak mampu menaruh harapan pada diri kita masing-masing. Dari diri kita seharusnya memiliki sikap peduli akan kebersihan dan murah senyum. Demikian halnya dengan keluarga dan lingkungan kita tinggal. Kalau begitu, tentu itu akan menggelinding bagai bola salju yang berputar, sehingga untuk tingkat yang lebih luas, nasional, GBBS tersebut niscaya akan mudah terlaksana.

Pertanyaannya, apakah kita masih tetap membuang sampah sembarangan? atau membiarkan orang lain seenaknya membuang sampah di sembarang tempat? Apakah kita sudah bersedia untuk mudah tersenyum dan tulus kepada anggota keluarga dan lingkungan kita tinggal?  Jika tidak, jangan berharap budaya GBBS bisa berjalan. Jangan berharap wisatawan datang ke negeri ini.

Salam Bersih dan Murah Senyum!

Facebook II Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun