"Di dalam rumah ini ada Syurga yang tidak bisa dibiarkan begitu saja."
KISAH mengagumkan, saya alami sekitar lima tahun silam. Suatu malam saya bersilaturrahmi ke rumah seorang guru di timur Indonesia, tepatnya di pulau Sumbawa. Ditemani oleh seorang teman sealmamater, saya dibonceng dengan sepeda motor miliknya.
Sebelumnya, Saya telah lama mendapat info kalau isteri guru saya sedang sakit. Pas kebetulan lagi mudik di Sumbawa, saya sempatkan untuk bersilaturrahmi dengan guru dan sekaligus menjenguk isteri beliau yang sakit.
Saya dan teman disambut begitu hangat oleh beliau dan memeluk saya sambil bertanya kabar. Tampak mata beliau berbinar, berusaha tersenyum sambil mempersilahkan kami duduk di ruang tamu.
Satu per satu anak beliau datang menyalami kami. Mereka yang dulu saya kenal masih kecil, sekarang sudah besar dan menjadi santri serta mahasiswa di perguruan tinggi ternama di tanah Jawa.
Saya coba bertanya kepada sang guru perihal keberadaan semua putra putri beliau di rumah dan tidak di kota tempat mereka melanjutkan pendidikan. Dengan tegas beliau menjawab "saya panggil pulang semua anak-anak saya untuk menjaga dan merawat ibu mereka selama sakit keras. Tak mengapa mereka cuti kuliah, karena dalam kondisi begini ibu mereka sedang butuh dukungan kami semua."
Lebih lanjut beliau mengutarakan pandangan atas sikap dan keputuan memanggil pulang semua putra-puti beliau yang sedang menuntut ilmu di luar daerah demi bisa berbakti merawat ibu mereka yang sedang sakit keras. "Di dalam rumah ini ada Syurga yang tidak bisa begitu saja dibiarkan," ujar beliau lirih.
Sebuah pernyataan yang penuh makna. Saya kagum dan terharu sekali dengan sikap sang guru dan juga ketaatan putra putri beliau. Di saat orang lain sibuk dengan dunia dan kurang perhatian untuk ibu bapak mereka karena berbagai komitmen, masih ada generasi muda yang dengan tabah meninggalkan semua aktivitas penting, demi bisa merawat sang ibu yang sedang sakit.Â
Setelah beberapa menit ngobrol dengan sang guru, saya dipersilahkan bertemua dengan isteri beliau. Dalam melawan penyakit, isteri beliau tampak tabah. Kami sempat ngbrol dan bahkan berjanji mengajak beliau ke Malaysia bila sudah sembuh. Beliau hanya bisa mengangguk dan memberikan isyarat semuanya baik-baik saja.
Hanya beberapa hari setelah silaturrahmi itu, di perjalanan kembali ke Malaysia, saya mendapat kabar kalau isteri guru saya itu telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
Pengabdian putra-putri guru saya kepada ibu mereka, saya jadi teringat kisah pengabdian seorang hamba yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW yang bernama Uwais al-Qarni. Pemuda ini hidup bersama ibunya yang tua dan sakit-sakitan.
Uwais seorang muslim yang fakir miskin  di sudut negeri Yaman, hidupnya bergantung dengan ihsan jiran tetangga. Tetapi namanya istimewa sampai ke telinga nabi Muhammad SAW, bahkan nabi mengirim salam untuknya lewat Sayyidina Umar bin Khattab dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Nabi berpesan, sampaikan salam saya kepada Uwais al-Qarni dan jangan lupa minta doa kepadanya. Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali berpikir, pastilah Uwais al Qarni seorang ulama besar. Ternyata Uwais hanyalah seorang pemuda miskin yang sehari-hari mengambil upah mengembala kambing milik saudagar kaya negeri Yaman.Â
Ketika disampaikan salam nabi Muhammad kepada Uwais, dirinya menangis. Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali bertanya, apakah kamu pernah berjumpa nabi? Uwais menjawab tidak pernah. Kedua khalifah tersebut heran mengapa nabi sampai menyalaminya, padahal belum pernah berjumpa dan Uwais bukalah ulama besar atau tokoh bangsawan Arab.
Ketika ditanya mengapa selama ini tidak datang ke Mekah atau Madinah supaya bisa bertemua nabi? Uwais menjawab, sungguh saya sangat merindui Rasulullah dan tidak dapat terbendung lagi, tetapi saya ada ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan. Saya harus menjaga dan merawatnya dengan baik. Itulah alasan mengapa saya tidak bisa meninggalkan Yaman untuk berhaji ke Mekah dan bertemu Rasulullah.
Ternyata ini rahasia Uwais bin Qarni hingga namanya terukir di hati nabi Muhammad SAW dan nabi sampai mengirim salam serta meminta doa kepadanya karena berbakti dengan ikhlas kepada ibunya.
Berbakti kepada kedua ibu bapak merupakan perkara yang tidak ada tawar menawarnya. Tidak ada yang lebih berharga bagi seorang anak  selain dapat berbakti langsung kepada ibu bapak, karena mereka adalah Syurga di dalam rumah kita.[]
Semoga bermanaaf.
KL: 25042021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H