Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menelisik Kaburnya Batasan Etika antara Murid dan Guru

12 April 2018   15:56 Diperbarui: 13 April 2018   11:55 2410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kira-kira apakah cukup signifikan pergeseran sikap penghormatan dari seorang murid kepada gurunya bila ditilik pada karakter umum murid zaman dulu dan sekarang?

Dari berbagai cerita murid zaman dahulu, diceritakan bagaimana hormatnya seorang murid kepada gurunya baik itu wali kelas, guru mata pelajaran, dan secara keseluruhan guru di sekolahnya. Apalagi tingkat penghormatan seorang murid kepada guru ngajinya yang setiap habis magrib dan habis subuh mengajarkan ilmu membaca al-Qur'an. 

Pokoknya waktu itu seorang murid sangat patuh dan hormat kepada gurunya. Dan kepatuhan itu diekspresikan dalam berbagai cara seperti membantu guru mengerjakan kerja di sawah, membawa kayu bakar, sayuran, beras dan apa saja yang bisa diberikan kepada sang guru. Sikap membantah, mengintimidasi, menyakiti, dan bahkan sampai membunuh tentunya jarang sekali terengar. 

***  

Dalam dunia pendidikan zaman sekarang ini, sering kita dengar berbagai cerita tentang guru di institusi pendidikan, seperti nasib guru honorer, gaji yang kecil, beban guru yang berat, kendala kepangkatan, intimidasi murid dan orang tua murid kepada guru, bahkan kekerasan yang berujung maut pun dialami guru zaman sekarang. 

Kisah-kisah pahit yang tidak manusiawi yang melibatkan insan pendidik pengemban amanat agama, masyarakat, dan negara itu bukan berarti nilai dan norma pendikan telah bergeser dari makna asal yang ditanamkan oleh leluhur kita sehingga sikap murid juga ikut bergeser, tetapi yang terjadi adalah adanya sosialisasi yang tidak sempurna dari agen dasar yakni keluarga di saat paradigma ilmu pengetahuan terbawa arus modernisasi dan globalisasi.   

Oleh karena itu, sosialisasi dalam keluarga tidak lagi boleh mengacu pada standar lama dan menggunakan pola lama tetapi sudah harus disesuaikan dengan konsep perkembangan zaman, sehingga apa yang disosialisasikan benar-benar berdasarkan realitas kehidupan masyarakat dan sesuai keperluan anak zaman sekarang. 

Intinya, keluarga bukan saja mengajarkan konsep baik dan buruk saja tetapi mensosialisasikan pada bagaimana mengantisipasi serangan-serangan arus modernisasi supaya anak memiliki bekal menghadapi berbagai kondisi yang terjadi dalam masyarakatnya.

***

Terjadinya degradasi moral generasi muda Indonesia dewasa ini seolah-olah yang salah adalah kurikulum belajar, padahal sejak awal kemerdekaan yakni Rencana Pembelajaran 1947 hingga sekarang Kurikulum 2013, senantiasa menekankan dan mengutamakan aspek sikap (afektif) yang mengacu pada pengamalan setiap butir sila dalam Pancasila.

Dalam konteks Indonesia, masalah afektif justru mengatasi konsep kognitif dan psikomotorik tanpa harus mengacu pada Taksonomi Bloom.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun