Seloto: Desa Santri di Pulau Sumbawa

DESA SELOTO di Kabupaten Sumbawa Barat, cukup dikenal secara luas karena masyarakatnya yang berpegang teguh dengan adat istiadat dan sangat religius. Secara administrasi, desa Seloto terdiri dari tiga dusun, yaitu Brang Bulu, Barang Pandang, dan Lenang Lateh.

Sejak dahulu kala, Islam berkembang pesat di Seloto dan menjadi pusat perkembangan Islam di Sumbawa Barat. Di desa ini sulit sekali mendapati perempuan dewasa yang tidak menutup aurat. Kini masyarakat Sumbawa Barat memberikan legitimasi bahwa muslimah di desa Seloto berjilbab 99.9 persen.

Perkembangan nilai-nilai agama dikalangan masyarakat Seloto ditopang oleh dua buah pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al-Manar dan Pondok Pesantren Al-Muhajirin Satata.

Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, kebanyakan siswa menyambung pendidikan ke pondok pesantren baik yang ada di Seloto maupun pesantren lain di Taliwang, Utan, Sumbawa, bahkan sampai pulau Jawa.

*** 

Dalam kurun waktu tahun 1980-an, belasan kader dari Pondok Pesantren Al-Manar dikirim ke tanah Jawa, tepatnya di Pondok Modern Gontor untuk kader laki-laki dan Pondok Persatuan Islam (Persis) di Bangil, Jawa Timur. Kader-kader inilah yang kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan ajaran Islam yang kala itu pola beragamanya masyarakat Seloto masih diwarnai oleh unsur-unsur khurafat.

Kala itu, oleh masyarakat Taliwang dan sekitarnya selalu mengejek santriwati dan masyarakat Seloto yang berjilbab dengan sebutan "Hajah Belum" yang maksudnya mereka yang menutup aurat padahal belum naik haji. Dari situ menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan agamanya masyarakat Taliwang masih sangat dangkal. Mereka berpendapat bahwa hanya orang yang sudah menunaikan ibadah haji saja yang sesuai menutup aurat.

Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber, tokoh utama yang mengembangkan syiar agama Islam di Seloto adalah Haji Muhammad Syirat yang kemudian diteruskan oleh putranya Ust. Syihabuddin Syirat di Al-Manar pada tahun 1970.

Seiring dengan perkembangan demografi Seloto, kampung yang dulunya kecil mengalami perkembangan pesat, Seloto berkembang menjadi Desa yang terdiri dari tiga dusun sebagaimana tersebut di atas.

**

Pondok Pesantren Al-Manar yang menempati areal tanah sekitar 57 are itu merupakan infak dari 4 warga Seloto yaitu Saguni Abbas, Andayani, Siti Ma dan Siti Nurfa'i. Al-Manar berkembang cukup baik sementara itu, Ustadz Sihabuddin Syirat dan teman-temannya seperti Zaiuddin (Udeng Mai), Bina, dan Abdullah (Nembe Lepang) giat memperluas area Al-Manar. (Taufiqurrahman Hasyim : 2006).

Memasuki tahun 1999, Ust. Syihbuddin Syirat mulain menginisiasi berdirinya yayasan pendidikan Al-Muhajirin Satata di atas areal satu hektar tanah untuk madrasah dan pondok pesatren Al-Muhajirin Satata. Keberhasilan itu membuat desa Seloto memiliki dua pondok pesantren yang menjadi basis pendidikan dan dakwah.   

**

Tingginya minat masyarakat untuk mendalami ilmu agama, membuat desa ini dikenal sebagai "Desa Santri."

Saya amati, kebersamaan dan bersatunya masyarakat Seloto dapat dilihat dari bersatunya tempat menunaikan ibadah. Di Seloto  berkembang organisasi Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU) dan juga Nahdhatul Wathan (NW). Tetapi dalam hal ibadah, mereka berkumpul di masjid yang sama, dimana setiap waktu solat fardhu, masjid selalu ramai dengan jamaah. Tua dan muda senantiasa memenuhi panggilan azan untuk solat berjamaah lima waktu.

Pemerintah Desa Seloto mencanangkan program Seloto mengaji di mana masyarakatnya secara beramai-ramai mengadakan tartil al-Qur'an setiap minggu. Selain itu, pada hari tertentu, masyarakat umum juga mengadakan kajian keagamaan yang berpusat di Masjid Baiturrahman.

***

Seloto memiliki sejarah tersendiri sejak zaman penjajahan Belanda hingga hari ini. Cerita Seloto sebagai benteng dan persembunyian pejuang pada zaman penjajahan, cerita sikap pemerintah rezim orde baru terhadap masyarakat Seloto yang kekeh dengan prinsip berpolitik di bawah partai Islam berlambang Ka'bah (PPP) dan hingga saat ini dengan sikap dan pendirian masyarakatnya membangun desa dengan penuh kemandirian. 

Maju mundur Seloto terletak di tangan masyarakatnya untuk menentukan eksistensinya menjadi  desa madani yang disinyalirkan dalam al-Qurán, baldatun toyyibatun warobbun ghafur. (*).

Seloto, KSB: 02072017