Walau di kampung yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota, waktu sahur di Seloto tidaklah sepi seperti yang dibayangkan. Tetap meriah dengan gerombolan penabuh gendang dan panci yang bersolawat membangunkan warga untuk bersahur. Saya termasuk aktif ikut keliling kampung membangun warga untuk bersahur. Â
BerbukaÂ
Waktu berbuka jelas waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua muslim yang berpuasa. Saya sendiri menyaksikan kemeriahan jelang berbuka di Seloto yang memiliki kebiasaan saling memberikan lauk pauk atau kueh tradisional yang ada di sebuah rumah akan dihantar ke rumah saudara mara atau rumah tetangganya. Dan yang menarik saling membalas pemberian. Begitu setiap hari sehingga kita akan berkesempatan makan berbagai macam jenis makanan walaupun keluarga di rumah hanya memasak satu jenis masakan saja.
Zakat Fitrah
Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah di pusatkan di masjid atau madrasah. Zakat yang kebanyakan berupa beras itu akan dibagikan kepada warga kampung yang berhak menerimanya.
Malam takbiran
Seperti biasa, malam takbiran dimana-mana pasti meriah bahkan dengan pawai sepeda motor. Namun di Seloto cukup khidmat. Takbiran berpusat di masjid dengan sedikit pawai obor dan lampion yang dikoordinir oleh guru-guru sekolah. Bagi saya, untuk tataran kampung, sudah lebih dari cukup kreatif dan meriah.
Idul Fitri
Beberapa hari sebelum lebaran dan bahkan sebelum masuknya bulan puasa, warga kampung akan bergotong royong membersihkan kawasan perkuburan karena banyak warga yang akan melakukan ziarah kubur sebaik saja usai shalat iedul fitri.
Di hari kemenangan, para warga kampung akan mengutamakan mengunjungi anggota masyarakat yang sedang terbaring sakit atau warga kampung yang sudah tua (uzur). Baru kemudian mengunjungi rumah sahabat handai dan memenuhi undangan mencicipi kueh khas dan makanan tradisional lebarannya umat Islam rumpun Melayu yakni ketupat, opor ayam dan lontong sayur.***
Begitulah cerita dan pengalamanku saat belajar berpuasa dan suasana Ramadhan di kampungku--Seloto.