Kembali kepada inti permasalahan, setelah kuperiksa kata “kelamin” dalam kamus yang baru kubeli, ternyata kata itu di Malaysia menunjukkan arti ganda yaitu “keluarga” dan bisa juga diartikan “jenis kelamin”. Sementara di Indonesia, kata kelamin hanya merujuk maksud jenis kelamin.
Setelah itu, saat berjalan-jalan, baik di kota maupun di perkampungan sering kutemui perkataan kelamin baik dalam bentuk tulisan maupun sapaan. Banyak juga pamphlet berbunyi “Rumah ini hanya disewakan kepada mereka yang sudah berkelamin”.
Suatu hari aku diajak mudik oleh Zamri ke rumahnya di Triyang, Temerloh, Pahang. Mengendarai sepeda motor selama tiga jam cukup melelahkan. Kedatangan kami disambut girang oleh keluarganya, aku sendiri dilayan dengan penuh rasa kekeluargaan. Saat mengobrol santai di ruang makan sambil menikmati teh manis dan singkong goreng, Ibunya Zamri nyeletuk dengan pertanyaan, “Awak sudah berkelamin ke?” tanyanya sambil tersenyum.
Mendengar pertanyaan itu, saya ikut tersenyum tapi tidak menjawab. Aku sudah tidak heran lagi karena mengerti maksud pertanyaan itu. Zamri menegah ibunya kalau kata itu kurang pas bagi orang Indonesia walaupun di Malaysia artinya baik yaitu berkeluarga.
Demikian cerita perbedaan memaknai kata dalam dialek masyarakat rumpun Melayu Indonesia-Malaysia yang pernah kutulis pada Desember tahun 1999 dan menghiasi rubrik bahasa di Buletin KJRI Johor Bahru pada tahun 2007 silam. Kini setelah tujuh tahun berlalu, kucoba tulis kembali dengan pemaparan yang lebih sederhana. Semoga bermanfaat dan berkenan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H