Dalam situasi masyarakat seperti itu, humor bisa berujung pada kegemparan dan perkara alih-alih menghasilkan tawa. Bukan penguasa namun masyarakat yang memperkarakan.
Jika akhir-akhir ini kita merasa masyarakat gampang tersinggung oleh suatu humor, bisa jadi masyarakat kita sedang mengalami kemiskinan rasa humor. Bisa jadi juga, kita sedang mengalami kemiskinan pelawak (yang cerdas).
Apa pun itu, saya berharap, kondisi tersebut tidak meruntuhkan semangat para pelawak, apalagi sampai menghambat lahirnya pelawak-pelawak baru. Jangan sampai kita tidak punya pelawak karena bangsa tanpa pelawak adalah bangsa yang lemah.
Emha Ainun Nadjib pernah mengatakan dalam sebuah seminar di Ancol pada pertengahan Oktober 1994, seperti dikutip Darminto M. Sudarmo dalam bukunya Anatomi Lelucon di Indonesia (2004), "Sebuah bangsa boleh tidak punya koruptor, penjahat, debt collector, penipu, dan lain-lain; tetapi pelawak, harus punya. Bangsa yang tidak memiliki pelawak akan terkena malapetaka."
Semoga bangsa kita selamat!
*
Bintaro, 22 Mei 2020
Thrio Haryanto
Penikmat Humor dan Penulis Buku Srimulatism: Selamatkan Indonesia dengan Tawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H