Mohon tunggu...
thrio haryanto
thrio haryanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Penikmat Kopi Nusantara

Menyukai kopi tubruk dan menikmati Srimulat. Pelaku industri digital. Pembaca sastra, filsafat, dan segala sesuatu yang merangsang akalku. Penulis buku Srimulatism: Selamatkan Indonesia dengan Tawa (Noura Book Publishing, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Lelaki yang Lahir pada Hari Kematiannya

19 Mei 2018   22:32 Diperbarui: 19 Mei 2018   23:55 3150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah danau yang airnya keruh, kami duduk berdua di atas sampan. Aku dan saudaraku. Sejauh mata memandang, pepohonan dengan sulur-sulur akar yang menggantung dari dahannya, lalu jatuh mencium danau.

Tak ada angin. Kami yang bertelanjang, tiada sedikit pun merasakan dingin.

"Apakah kau masih ingat ucapan Bapak?" tanyanya.
"Tentang apa?"
"Tentang kita,"
"Tentu. Aku tak akan pernah melupakannya,"

Mendadak air danau bergelombang. Sampan kami bergoyang, dan kami berpegangan.

"Apa jadinya jika tiba-tiba air danau ini surut?" tanyaku ketika danau kembali tenang.
"Itu artinya kita akan berpisah,"

"Kita akan masuk ke pusarannya, dan membawa ke dalam cermin. Dan saat itu terjadi, itulah saatnya kita akan berpisah.

Aku diam.
"Dan itu artinya kau akan pelan-pelan melupakan percakapan kita dan ucapan Bapak," lanjutnya.

"Kau terlalu menganggapku lemah," timpalku.

"Tidak. Bukan seperti itu. Tapi kau akan segera menemukan keasyikanmu. Dan keasyikan adalah muslihat yang menipumu. Saat itu terjadi, kau akan melupakan apa yang telah terjadi selama ini,"

"Kau," lanjutnya, bagaikan mata yang lama terpejam, yang hanya melihat gelap, kemudian terbuka dan melihat segala sesuatu. Kau terpukau oleh segala sesuatu yang tak pernah kau lihat sebelumnya. Hingga kau sibuk mengenalinya satu persatu sampai-sampai kau lupa mengenali dirimu. Kau mengambilnya satu persatu dari mereka yang menyenangkanmu. Kau makin jauh meninggalkan dirimu, makin tak mengenali dirimu. Jangankan mengingat aku, kesibukanmu itu akan membawamu makin melupakan dirimu dan Bapak.

Aku berusaha tersenyum sambil memeluknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun