Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca, Penulis dan Analis Sosial

Hidup dimulai dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Serangan Israel Kembali Diluncurkan Pasca Gencatan Senjata di Gaza Disepakati. Mengapa Hal ini Bisa Terjadi?

18 Januari 2025   02:30 Diperbarui: 18 Januari 2025   00:40 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serangan yang dilancarkan Militer Israel Pasca Perjanjian gencatan Senjata (image: news.detik.com)

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang seharusnya membawa harapan bagi rakyat Gaza, kembali diuji oleh kenyataan pahit di lapangan. Meskipun kesepakatan telah dicapai melalui mediasi Qatar dan dukungan internasional, serangan udara Israel tetap berlangsung hingga menyebabkan puluhan korban jiwa di wilayah yang sudah porak-poranda. Peristiwa ini memunculkan pertanyaan besar, apakah perdamaian benar-benar mungkin terjadi di tengah konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun?  

Pada Kamis, 16 Januari 2025, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman mengumumkan bahwa kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas akan berlaku mulai Minggu, 19 Januari. Kesepakatan ini tidak hanya mencakup penghentian sementara serangan, tetapi juga mencakup pembebasan sandera oleh Hamas dan tahanan Palestina oleh Israel.  

Kesepakatan tersebut disambut baik oleh komunitas internasional. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengonfirmasi detail kesepakatan tersebut, menegaskan bahwa gencatan senjata akan berlaku penuh dan mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza. Selain itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa penghentian konflik ini menjadi prioritas utama PBB, seraya menyatakan kesiapan badan dunia itu untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Palestina.  

Namun, kenyataan di lapangan ternyata jauh berbeda. Selang beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata, Israel tetap melancarkan serangan ke Gaza, menewaskan lebih dari 90 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Serangan ini bukan hanya mencoreng upaya mediasi internasional, tetapi juga memperlihatkan betapa rapuhnya kesepakatan damai di tengah ketegangan yang terus memuncak.  

Kekerasan yang Tak Berkesudahan  

Gaza, sebuah daerah kantong kecil yang dikepung oleh Israel sejak 2007, kembali menjadi saksi kekerasan yang brutal. Salah satu serangan Israel pada Rabu malam, 15 Januari, menghantam sebuah rumah di dekat Gedung Serikat Insinyur di Kota Gaza, menewaskan setidaknya 18 orang. Serangan lain di lingkungan Sheikh Radwan menambah jumlah korban tewas dengan 12 jenazah ditemukan oleh tim Pertahanan Sipil Palestina.  

Tidak hanya itu, serangan pesawat nirawak Israel di kamp Bureij, Gaza tengah, menargetkan sekelompok warga sipil dan menyebabkan lima korban jiwa. Hingga Jumat, 17 Januari, jumlah korban tewas terus bertambah, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban dan penduduk Gaza secara keseluruhan.  

Ironisnya, serangan ini terjadi tepat setelah warga Palestina merayakan kesepakatan gencatan senjata. Harapan untuk perdamaian yang sempat bersemi seketika hancur ketika bom kembali dijatuhkan.  

Mengapa Gencatan Senjata Selalu Gagal?

Pertanyaan utama yang muncul adalah mengapa gencatan senjata antara Israel dan Hamas kerap kali gagal bertahan lama? Jawabannya tidak sesederhana hitam dan putih. Konflik ini berakar dari sejarah panjang yang melibatkan perebutan wilayah, identitas nasional, serta perbedaan politik dan ideologi.  

Israel, sebagai negara yang menguasai sebagian besar wilayah Palestina sejak Perang Arab-Israel 1948, terus memperluas permukiman ilegal di tanah Palestina, melanggar hukum internasional. Sementara itu, Hamas, yang menguasai Gaza sejak 2007, dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain. Kedua pihak saling memandang satu sama lain sebagai ancaman eksistensial, sehingga kesepakatan damai sulit dicapai tanpa adanya kompromi mendalam.  

Selain itu, dinamika politik internal di kedua belah pihak juga turut memengaruhi keberhasilan gencatan senjata. Di Israel, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kerap menghadapi tekanan dari kelompok sayap kanan yang menginginkan sikap keras terhadap Hamas. Di sisi lain, Hamas juga menghadapi tantangan untuk menjaga legitimasi di mata warga Gaza yang terus menderita akibat blokade dan serangan Israel.  

Dampak pada Warga Sipil

Di balik konflik ini, warga sipil Palestina di Gaza adalah pihak yang paling menderita. Mereka hidup dalam kondisi yang nyaris tidak manusiawi, dengan akses terbatas ke air bersih, listrik, dan fasilitas kesehatan. Ketika serangan Israel terjadi, mereka kehilangan tempat tinggal, keluarga, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.  

Menurut data dari Al Jazeera, sejak serangan dimulai pada Rabu pagi, banyak warga Gaza yang terpaksa kembali berlindung di tenda-tenda pengungsian. Bagi mereka, kesepakatan gencatan senjata hanya menjadi kata-kata kosong yang tidak memiliki arti nyata di tengah ancaman bom dan peluru.  

Di sisi lain, warga Israel juga hidup dalam bayang-bayang ketakutan terhadap serangan roket yang diluncurkan Hamas. Meskipun sistem pertahanan Iron Dome berhasil mencegat sebagian besar roket, ancaman tetap nyata bagi warga sipil di wilayah selatan Israel.  

Peran Internasional dalam Konflik

Kesepakatan gencatan senjata kali ini tidak lepas dari upaya mediasi Qatar dan dukungan dari Amerika Serikat. Namun, apakah ini cukup untuk mengakhiri konflik?  

Banyak pihak menilai bahwa peran internasional perlu lebih dari sekadar menjadi mediator. Negara-negara seperti Amerika Serikat, yang selama ini menjadi sekutu dekat Israel, memiliki pengaruh besar untuk menekan Tel Aviv agar menghentikan serangan ke Gaza dan menghormati kesepakatan damai.  

Namun, kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap konflik ini sering kali dianggap bias. Dukungan finansial dan militer yang terus mengalir ke Israel menjadi salah satu alasan mengapa Tel Aviv merasa memiliki kebebasan untuk melancarkan serangan meskipun ada tekanan internasional.  

Di sisi lain, negara-negara Arab juga memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung Palestina. Meski beberapa negara telah menormalisasi hubungan dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, solidaritas terhadap rakyat Palestina tetap menjadi isu utama yang harus diperjuangkan bersama.  

  

Harapan Dunia

Meskipun situasi di Gaza tampak suram, harapan untuk perdamaian tidak sepenuhnya hilang. Langkah pertama yang harus diambil adalah memastikan bahwa kesepakatan gencatan senjata benar-benar dihormati oleh kedua belah pihak. Pengawasan internasional, termasuk dari PBB, sangat diperlukan untuk memantau pelaksanaan kesepakatan ini dan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggarnya.  

Selain itu, akar konflik yang sesungguhnya harus diselesaikan melalui dialog dan negosiasi jangka panjang. Penyelesaian dua negara (two-state solution) yang selama ini menjadi solusi yang diusulkan komunitas internasional perlu didorong kembali, meskipun jalan menuju ke sana masih penuh rintangan.  

Lebih dari segalanya, dunia harus terus memberikan perhatian pada nasib rakyat Gaza yang selama ini menjadi korban terbesar dari konflik ini. Bantuan kemanusiaan, rekonstruksi infrastruktur, dan dukungan psikologis bagi para korban sangat dibutuhkan untuk membantu mereka bangkit dari kehancuran.  

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas seharusnya menjadi titik awal untuk mengakhiri penderitaan panjang rakyat Palestina. Namun, serangan yang terus berlangsung menunjukkan betapa sulitnya mencapai perdamaian yang sesungguhnya di wilayah ini.  

Meskipun begitu, harapan tidak boleh padam. Dunia internasional memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa rakyat Gaza tidak lagi menjadi korban dari konflik yang tak berkesudahan. Karena pada akhirnya, perdamaian bukan hanya tentang menghentikan perang, tetapi juga tentang memberikan hak hidup yang layak bagi setiap manusia, tanpa terkecuali.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun