Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Marxisme Kritis, Alat Analisa Membedah Struktur Ekonomi, Kekuasaan, dan Kapitalisme.

15 Desember 2024   05:09 Diperbarui: 15 Desember 2024   07:10 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga nama besar para pemikir Marxisme Kritis di Mazhab Frabkfurt. (Sumber foto: Blogspot/Guru Presisi)

Marxisme kritis lahir dari keinginan untuk memperbarui dan memperluas gagasan-gagasan Karl Marx di tengah dunia modern yang semakin modern, rumit dan kompleks. Bukan hanya untuk melskukan analisis  hubungan produksi dan eksploitasi tenaga kerja, Marxisme kritis juga adalah belati yang tajam yang mencoba memahami bagaimana kekuasaan dan kapitalisme bekerja di level yang lebih dalam.

Aspek inti meliputi budaya, psikologi, hingga sistem ideologi yang mengatur kehidupan manusia. Dalam konteks ini, Frankfurt School menjadi salah satu cabang paling berpengaruh, menggabungkan filsafat dan teori sosial untuk membongkar dominasi dan mencari jalan menuju emansipasi.

 Struktur Ekonomi dan Kapitalisme  

Dalam inti pemikiran Marxisme, kapitalisme dipahami sebagai sistem ekonomi yang didasarkan pada eksploitasi tenaga kerja. Marx mengajarkan bahwa nilai lebih (surplus value) dihasilkan oleh pekerja, tetapi keuntungan itu diambil oleh pemilik modal. Akibatnya, terjadi ketimpangan yang semakin dalam antara kelas pekerja (proletariat) dan pemilik modal (bourgeoisie).

Namun, Marxisme kritis melangkah lebih jauh. Ia tidak hanya fokus pada hubungan ekonomi yang terlihat, tetapi juga pada struktur tersembunyi yang menopang kapitalisme. Di era modern, kapitalisme tidak hanya bergantung pada eksploitasi fisik tetapi juga pada kontrol ideologi, sebagaimana orang diajarkan untuk menerima ketidakadilan sebagai sesuatu yang normal. Contohnya bisa dilihat dalam konsumsi massal, di mana kita seringkali lebih mementingkan kepemilikan barang daripada hubungan sosial yang bermakna. Sistem ini menciptakan alienasi, yaitu keterasingan manusia dari pekerjaan, sesama, dan bahkan dirinya sendiri.

Salah satu terobosan penting Marxisme kritis adalah analisisnya terhadap kekuasaan. Dalam kapitalisme modern, kekuasaan tidak hanya beroperasi melalui kekerasan atau kontrol langsung, tetapi juga melalui hegemoni yang secara konteks dapat dimanifestasikan dalam bentuk dominasi ideologi yang membuat masyarakat secara sukarela mengikuti aturan sistem yang menindas mereka. Konsep ini diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang Marxis Italia, yang menunjukkan bahwa budaya dan ideologi adalah medan pertempuran utama dalam mempertahankan atau melawan kapitalisme.

Misal, media massa sering kali berfungsi sebagai alat untuk memperkuat pandangan dunia kapitalis. Film, iklan, dan berita tidak hanya memberikan hiburan atau informasi, tetapi juga membentuk cara kita berpikir tentang sukses, kebahagiaan, dan moralitas. Sebagai contoh, bayangkan bagaimana iklan mengasosiasikan kesuksesan dengan kepemilikan mobil mewah, atau bagaimana berita sering menggambarkan gerakan sosial sebagai "ancaman" terhadap stabilitas. Semua ini adalah cara sistem kapitalisme mempertahankan hegemoninya.

 Frankfurt School dan Analisis Budaya

Frankfurt School, salah satu penerus dari aliran utama Marxisme kritis, banyak menjabarkan perihal bagaimana kapitalisme mengontrol kehidupan manusia. Tokoh-tokoh seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, Herbert Marcuse, dan Walter Benjamin mengembangkan gagasan bahwa budaya populer adalah alat dominasi yang efektif. Mereka menciptakan istilah culture industry, yang menggambarkan bagaimana seni, musik, film, dan hiburan lainnya telah dikomodifikasi untuk mempertahankan sistem kapitalis.

Adorno dan Horkheimer, misalnya, mengkritik bagaimana budaya populer menciptakan "konsumerisme pasif." Dalam budaya ini, masyarakat tidak lagi menggunakan seni atau budaya untuk berefleksi atau menantang sistem, tetapi hanya untuk mengalihkan perhatian mereka dari realitas yang keras. Sebuah lagu pop mungkin terdengar menyenangkan, tetapi jika dianalisis lebih dalam, ia sering kali hanya mereproduksi nilai-nilai kapitalis seperti individualisme, kompetisi, atau konsumsi tanpa akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun