Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apabila Kematian hanya Keyakinan, lalu Hidup Mencari Apa?

3 Desember 2024   16:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   16:10 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kematian yang masih menjadi misteri dan Menimbulkan pertanyaan yang sulit dijawab. (Image source: tirto.id)

Kematian adalah salah satu fenomena yang paling misterius sejak masa purba. Berbagai sudut pandang dihadirkan sebagai cara manusia mencerna proses hilangnya nyawa dari jasad fisik seorang manusia. Sebagian besa peradaban berkembang dengan membawa pertanyaan pada proses mistifikasi dan sakralisasi pada kematian itu sendiri, karena jawaban soal kematian adalah penjelasan yang sulit dipahami dan dimengerti oleh nalar manusia. 

Di beberapa peradaban kuno, dengan mudahnya kita dapat menemukan dewa sesembahan yang dianggap sebagai dewa bencana dan Kamatian, karena perihal kematian tidak pernah bosan untuk diulas sebagai upaya mencari kebenarannya. Tidak pernah ada manusia yang dapat menjelaskan perihal kematian secara logis, terkecuali dalam pandangan medis yang berarti terhentinya fungsi organ tubuh manusia dan manusia mengalami shutdown, sebagaimana proses yang terjadi di komputer saat komponennya berhenti untuk memproses data dan informasi.

Begitupun halnya tidak terdapatnya bukti yang dapat secara gamblang menjelaskan pasca kematian itu apa. Apakah ada kehidupan setelah kematian? Ataukah kematian adalah akhir dari proses panjang itu sendiri?

Memang kematian adalah sebuah hal ditakuti oleh kebanyakan manusia, sebagaiman menelusuri pesisir sungai Amazon yang hingga saat ini masih terlalu berbahaya untuk dilakukan, kematian yang tidak dapat dibuktikan ataupun dijelaskan dengan pendekatan bukti selalu membuat bulu kuduk kita berdiri setiap kali membahasnya.

Tapi, kematian adalah proses dari kehidupan manusia yang tidak dapat terhindarkan. Ia adalah kepastian yang tidak mungkin dielakkan, selslu dibicarakan dengan berat hati, atau bahkan dianggap tabu untuk membahasnya secara ilmiah dan mendalam. Terkadang kematian dianggap sebagai akhir perjalanan itu sendiri. Namun, bila kita mau untuk mengulasnya dalam perspektif medis, kematian adalah proses biologis yang sangat rasional. Ia dapat dianalisis, dipahami, dan dalam beberapa kasus, bahkan diprediksi. Dalam banyak cara, tubuh manusia tidak jauh berbeda dari mesin canggih yang berjalan secara kompleks. Sebagaimana sebuah komputer yang suatu hari akan berhenti berfungsi karena kerusakan komponen atau usia pakai, tubuh manusia pun memiliki batasannya.  

Tubuh Manusia sebagai Mesin Biologis yang Rumit. 

Bayangkan tubuh manusia sebagai komputer supercanggih. Jantung adalah unit daya yang menjaga seluruh sistem tetap berjalan, otak adalah prosesor pusat yang memproses informasi dan mengendalikan semua fungsi, dan organ-organ lainnya seperti ginjal, paru-paru, dan hati bertindak sebagai komponen vital yang memastikan kelancaran operasional. Darah berperan seperti aliran listrik yang menghubungkan semuanya, sedangkan sistem saraf bertindak sebagai kabel data yang memungkinkan komunikasi antarkomponen.  

Namun, sebagaimana komputer, tubuh manusia tidak kebal terhadap kerusakan. Komponen individu, seperti organ atau jaringan, dapat mengalami malfungsi akibat berbagai faktor, mulai dari usia, trauma, infeksi, hingga penyakit kronis. Ketika satu bagian mulai gagal, efek domino sering kali terjadi. Organ lain yang saling bergantung satu sama lain akan terganggu, hingga pada akhirnya seluruh sistem kolaps.  

Dalam dunia medis, kematian diartikan sebagai hilangnya fungsi vital tubuh secara permanen, khususnya fungsi otak, jantung, dan paru-paru. Ketika otak berhenti menerima oksigen dan darah, ia tidak dapat lagi mengirimkan sinyal untuk menjaga tubuh tetap hidup. Pada titik ini, tubuh tidak lagi mampu memperbaiki dirinya sendiri, dan kehidupan berakhir.  

Meskipun sering dipahami sebagai peristiwa tunggal, kematian sebenarnya adalah proses yang bertahap. Ia dimulai dengan tahap awal yang disebut *agonal phase*, saat tubuh mulai kehilangan kontrol terhadap fungsi vitalnya. Ini bisa ditandai dengan pernapasan yang tidak teratur, detak jantung yang melemah, dan penurunan tekanan darah.  

Ketika jantung berhenti memompa darah, proses yang dikenal sebagai "cardiac arrest", dimana seluruh tubuh mulai kehilangan suplai oksigen. Tanpa oksigen, sel-sel tubuh mulai mati, dimulai dari organ-organ yang paling sensitif, seperti otak. Ini dikenal sebagai tahap "clinical death". Dalam waktu sekitar 4-6 menit, jika sirkulasi darah dan oksigen tidak dipulihkan, otak akan mengalami kerusakan permanen, dan tubuh memasuki tahap "biological death", di mana kematian dianggap tidak dapat dibalik.  

Namun, tidak semua kematian terjadi karena kegagalan jantung atau otak. Dalam beberapa kasus, organ lain seperti ginjal atau hati mungkin menjadi titik awal dari kegagalan sistemik. Ketika satu organ tidak lagi mampu menjalankan fungsinya, tubuh akan mencoba beradaptasi, tetapi mekanisme kompensasi ini memiliki batas. Ketika adaptasi tidak lagi cukup, kematian menjadi tidak terhindarkan.  

Seperti komputer yang memiliki masa pakai terbatas, tubuh manusia juga memiliki batas waktu. Setiap organ dan sistem dalam tubuh memiliki "umur teknis" yang berbeda-beda. Contohnya, jantung kita dirancang untuk berdetak sekitar tiga miliar kali sepanjang hidup, tetapi faktor seperti pola makan, stres, dan genetik dapat mempengaruhi kinerjanya. 

Layaknya hard drive yang menjadi aus setelah bertahun-tahun digunakan, organ tubuh kita pun mengalami keausan yang dikenal sebagai proses penuaan. Sel-sel tubuh memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri, tetapi kemampuan ini berkurang seiring waktu. DNA yang rusak, protein yang salah lipat, dan radikal bebas yang menumpuk adalah beberapa faktor yang mempercepat degradasi ini.  

Kadang-kadang, kerusakan bisa terjadi secara mendadak, sebagaimana kerusakan dari komponen di motherboard yang korsleting akibat lonjakan listrik. Serangan jantung, stroke, atau trauma berat adalah contoh dari kegagalan mendadak ini dalam tubuh manusia. Di sisi lain, ada juga kasus di mana tubuh "mati perlahan," seperti komputer tua yang menjadi semakin lambat dan tidak responsif sebelum akhirnya berhenti bekerja. Ini adalah analogi yang tepat untuk penyakit degeneratif seperti Alzheimer atau penyakit ginjal kronis.  

Perspektif Medis dan Pandangan Spiritual perihal Kematian.  

Dalam dunia medis, kematian dipandang sebagai akhir dari fungsi biologis. Namun, pandangan ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi makna spiritual atau filosofi yang sering dikaitkan dengan kematian. Sebaliknya, pemahaman medis dapat melengkapi pandangan agama dengan menawarkan penjelasan tentang bagaimana tubuh manusia bekerja dan berhenti bekerja.  

Bagi banyak orang, kematian adalah awal dari perjalanan baru, entah itu ke surga, reinkarnasi, atau penyatuan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Perspektif ini memberikan penghiburan dan makna yang mendalam, terutama dalam menghadapi kehilangan. Dalam dunia medis, menghormati pandangan ini adalah bagian penting dari perawatan pasien yang mendekati akhir hidup mereka.  

Pemahaman kita tentang kematian telah berkembang seiring waktu. Di masa lalu, kematian sering kali didefinisikan sebagai berhentinya napas dan denyut nadi. Namun, dengan kemajuan teknologi medis, kita sekarang dapat mempertahankan fungsi-fungsi ini dengan alat seperti ventilator dan pompa jantung. Akibatnya, definisi kematian telah bergeser ke konsep *brain death*, yaitu ketika otak berhenti berfungsi sepenuhnya, bahkan jika jantung dan paru-paru masih bekerja dengan bantuan mesin.  

Pemahaman ini penting dalam konteks transplantasi organ. Organ seperti jantung dan ginjal dapat diambil dari individu yang telah dinyatakan mati secara otak, tetapi masih memiliki aliran darah ke organ-organ tersebut. Dalam hal ini, kematian seseorang tidak hanya menjadi akhir, tetapi juga awal dari kehidupan baru bagi orang lain. 

Melihat kematian sebagai proses biologis tidak berarti kita harus mengurangi nilai emosional atau spiritualnya. Sebaliknya, pemahaman ini dapat membantu kita menghadapi kematian dengan cara yang lebih bijaksana dan penuh penerimaan.  

Sebagai manusia, kita mungkin tidak bisa menghindari kematian, tetapi kita dapat mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik selama kita masih hidup. Dengan memahami bagaimana tubuh kita bekerja dan apa yang menyebabkannya berhenti bekerja, kita dapat membuat pilihan yang lebih baik tentang kesehatan dan gaya hidup kita.  

Mengafirmasi Kematian Sebagai Akhir Perjalanan Manusia.

Kematian yang diyakini sebagai fenomena yang melampaui sekadar malfungsi organ atau penghentian fungsi otak. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan, yang sama alamiahnya dengan kelahiran. Perspektif medis memberikan kita wawasan tentang mekanisme fisik di balik kematian, sementara pandangan spiritual membantu kita menemukan makna dan tujuan di dalamnya.  

Mungkin tubuh manusia adalah mesin yang suatu saat akan rusak dan berhenti berfungsi. Tetapi manusia, dengan kesadaran dan kemampuannya untuk mencintai, bermimpi, dan menciptakan, adalah lebih dari sekadar mesin. Dan mungkin, itulah yang membuat kematian, dalam segala kesedihannya yang menjadi sesuatu yang juga indah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun