Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Raffi Ahmad, Selebriti yang Menembus Batasan Dunia Politik Tanah Air

8 Oktober 2024   01:15 Diperbarui: 7 Oktober 2024   23:26 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raffi Ahmad dilantik Waketum KADIN. sumber gambar: Antara News

 Masyarakat yang merasa janggal, mulai menelusuri terkait keberadaan fisik dan status legalitas universitas tersebut. Penelusuran dimulai oleh mahasiswa doktoral di Chulalongkorn University, Niar Ibrahim Rose, serta investigasi media seperti Tempo, menemukan bahwa tidak ada kampus fisik UIPM di Bangkok maupun di lokasi lain yang disebutkan. Hal ini semakin membuat masyarakat yang ragu menjadi gaduh terhadap keabsahan status universitas tersebut, yang tentunya berdampak pada validitas gelar yang diberikan.

Jika dilihat dari sisi akademik, pemberian gelar kehormatan bukanlah hal yang seharusnya dilakukan dengan sembarangan. Institusi pendidikan memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk menjaga integritas akademis mereka. Gelar akademik, terutama yang berbasis kehormatan, harus memiliki dasar yang kuat dan tidak hanya sekedar formalitas atau sarana promosi bagi lembaga maupun penerima. Dalam konteks ini, wajar jika publik meragukan apakah UIPM memenuhi standar tersebut, mengingat adanya indikasi bahwa universitas tersebut beroperasi tanpa izin resmi dan tanpa aktivitas akademik yang memadai.

Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana sosok selebritas diangkat menjadi simbol kesuksesan, tidak hanya di dunia hiburan tetapi juga dalam konteks bisnis, politik, dan bahkan pendidikan. Popularitas sering kali menjadi modal yang lebih kuat daripada kemampuan teknis atau intelektual, yang dalam kasus Raffi Ahmad terlihat dari berbagai posisi strategis yang dia pegang, seperti Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan ketua tim pemenangan dalam berbagai ajang politik.

Kedudukan Raffi dalam posisi-posisi penting ini tentu tidak bisa dipisahkan dari popularitasnya sebagai figur publik. Popularitas ini memberi akses dan pengaruh yang luas, yang sering kali dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik itu institusi pendidikan, partai politik, atau organisasi bisnis, untuk menarik perhatian massa. Dalam banyak hal, Raffi Ahmad adalah representasi dari bagaimana selebritas digunakan sebagai simbol kesuksesan dalam berbagai bidang, bahkan dalam konteks akademik yang seharusnya memiliki standar yang lebih kaku dan terukur.

Namun, kita juga perlu mengakui bahwa Raffi Ahmad bukan hanya sekadar selebritas. RANS Entertainment menjadi salah satu perusahaan media dan hiburan terbesar di Indonesia. Kesuksesannya sebagai pengusaha tidak bisa dipandang sebelah mata, dan dalam hal ini, penghargaan yang ia terima mungkin memang pantas. Tapi spekulasi tentang apakah popularitasnya yang besar dapat dijadikan alasan utama untuk memberikannya gelar kehormatan, atau apakah pencapaian bisnisnya yang menjadi faktor penentu akan selalu jadi pertanyaan di hadapan publik dan masyarakat.

Selain dalam dunia akademik, peran Raffi Ahmad di bidang ekonomi dan politik juga menunjukkan bagaimana popularitas selebritas digunakan untuk mempengaruhi opini publik. Sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia yang akan datang, Raffi tentu jadu memiliki tanggung jawab besar dalam mengembangkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Penunjukan ini menimbulkan anggapan tentang keputusan tersebut didasarkan pada kompetensi Raffi sebagai pengusaha, atau hanya memanfaatkan daya tariknya sebagai figur publik untuk kepentingan Kadin.

Begitu pula dalam ranah politik, di mana Raffi ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan pasangan calon di Pilkada Banten 2024. Peran strategis ini menunjukkan bagaimana dunia politik semakin mengintegrasikan selebritas dalam strategi kampanye. Raffi Ahmad, dengan basis penggemar yang luas, tentu menjadi sosok yang dapat mendongkrak popularitas calon yang diusung. Namun, apakah keterlibatan Raffi dalam dunia politik ini benar-benar didasarkan pada kapasitasnya untuk memimpin kampanye atau hanya sekadar memanfaatkan statusnya sebagai selebritas untuk menarik perhatian pemilih?

Kontroversi seputar gelar kehormatan Raffi Ahmad juga memberikan pelajaran penting bagi masyarakat tentang bagaimana kita memandang otoritas dan keabsahan gelar akademik. Dalam era digital, di mana informasi dapat dengan mudah diakses dan diperiksa, kredibilitas institusi dan individu harus dipertahankan dengan jujur dan adil, juga memastikan akuntabilitas yang baik. Hasil penelusuran yang telah dilakukan oleh pihak media dan individu seperti Niar Ibrahim Rose menunjukkan bahwa klaim-klaim akademik yang tidak didukung dengan bukti yang valid akan terus terlihat tidak masuk akal dan mencurigakan.

Selebritas seperti Raffi Ahmad memiliki peran yang besar dalam membentuk persepsi publik tentang kesuksesan, pendidikan, dan politik. Namun, kita juga harus ingat bahwa popularitas dan prestasi di dunia hiburan tidak selalu setara dengan kompetensi dalam ranah akademik atau kepemimpinan publik. Sebagai masyarakat yang cerdas, penting untuk tetap menjaga keseimbangan antara mengapresiasi prestasi individu dan menuntut kesungguhan serta integritas dari setiap institusi yang terlibat.

Keterlibatan selebritas seperti Raffi Ahmad dalam politik dan ekonomi juga menimbulkan keraguan di tengah masyarakat Indonesia mulai kehilangan standar yang lebih obyektif dalam menilai pemimpin atau tokoh publik. Apakah kita terlalu mudah terpesona oleh popularitas dan mengabaikan kompetensi yang sebenarnya, atau apakah ini justru hanyalah bagian dari perubahan persepsi masyarakat yang seiring dengan perubahan zaman, di mana kesuksesan dan pengaruh sosial di media digital dianggap lebih penting daripada gelar akademik atau pengalaman teknis ataupun kualifikasi khusus. Masyarakat, terutama di era informasi yang semakin terbuka ini, perlu mengembangkan sikap kritis dan tidak serta merta menerima setiap klaim yang muncul tanpa verifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun