Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Daya Beli Masyarakat

18 Mei 2024   22:55 Diperbarui: 26 Juni 2024   00:04 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keseimbangan Fiskal dan Moneter (Image Sorce: UMSU)

Kebijakan ekonomi pemerintah memainkan peran penting dalam mengarahkan perekonomian suatu negara. Dua alat utama yang digunakan untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal berkaitan dengan pengeluaran dan pajak pemerintah, sementara kebijakan moneter melibatkan pengaturan tingkat suku bunga oleh bank sentral. Di Indonesia, kebijakan-kebijakan ini memiliki dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. 

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal melibatkan keputusan pemerintah terkait pengeluaran dan penerimaan negara melalui pajak. Kedua aspek ini memiliki dampak langsung terhadap daya beli masyarakat.

Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi daya beli masyarakat melalui berbagai cara. Misalnya, ketika pemerintah meningkatkan belanja untuk proyek infrastruktur, hal ini dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat karena mereka memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan.

Contoh konkret dari kebijakan ini adalah proyek pembangunan jalan tol, jembatan, dan infrastruktur transportasi lainnya di Indonesia. Proyek-proyek ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja selama fase konstruksi, tetapi juga meningkatkan efisiensi ekonomi jangka panjang dengan mengurangi biaya transportasi dan waktu perjalanan. Dengan demikian, masyarakat memiliki lebih banyak uang dan waktu yang dapat dialokasikan untuk konsumsi.

Kebijakan Pajak

Kebijakan pajak juga memiliki pengaruh besar terhadap daya beli masyarakat. Penurunan pajak penghasilan, misalnya, akan meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat. Sebaliknya, peningkatan pajak dapat mengurangi daya beli karena masyarakat memiliki lebih sedikit uang yang tersisa setelah membayar pajak.

Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dari 1% menjadi 0.5% dari omzet. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan UKM dan meningkatkan daya beli pelaku usaha kecil yang merupakan bagian signifikan dari populasi. Dengan pendapatan yang lebih tinggi setelah pajak, pelaku UKM dapat meningkatkan konsumsi mereka.

Subsidi dan Bantuan Sosial

Selain pajak dan belanja infrastruktur, pemerintah juga dapat mempengaruhi daya beli melalui subsidi dan bantuan sosial. Subsidi bahan bakar, listrik, dan pangan dapat langsung mengurangi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan dasar, sehingga meningkatkan daya beli mereka. Program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan tunai kepada keluarga miskin, yang juga meningkatkan daya beli mereka.

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter di Indonesia dijalankan oleh Bank Indonesia, yang memiliki mandat untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, baik terhadap barang dan jasa (inflasi) maupun terhadap mata uang negara lain. Salah satu instrumen utama kebijakan moneter adalah pengaturan tingkat suku bunga.

Pengaruh Suku Bunga terhadap Konsumsi dan Investasi

Tingkat suku bunga memiliki dampak langsung terhadap biaya pinjaman dan penghematan. Ketika Bank Indonesia menurunkan suku bunga, pinjaman menjadi lebih murah. Hal ini dapat mendorong konsumsi dan investasi karena masyarakat dan perusahaan lebih cenderung untuk meminjam uang untuk membeli barang-barang besar seperti rumah dan mobil atau untuk melakukan investasi bisnis.

Sebagai contoh, penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia pada tahun 2020 bertujuan untuk merangsang ekonomi yang terkena dampak pandemi COVID-19. Penurunan ini membuat pinjaman lebih terjangkau, mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dan bisnis untuk berinvestasi, yang pada akhirnya meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Pengaruh Suku Bunga terhadap Inflasi

Selain mendorong konsumsi dan investasi, suku bunga juga mempengaruhi tingkat inflasi. Tingkat suku bunga yang rendah dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya dapat mendorong inflasi. Sementara itu, tingkat suku bunga yang tinggi dapat menekan inflasi dengan mengurangi permintaan.

Bank Indonesia berupaya untuk menjaga inflasi pada tingkat yang terkendali, karena inflasi yang terlalu tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat. Misalnya, jika harga barang dan jasa naik lebih cepat daripada peningkatan pendapatan, masyarakat akan merasa lebih miskin meskipun pendapatan nominal mereka tetap atau meningkat sedikit.

Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter

Kebijakan fiskal dan moneter tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Koordinasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting untuk mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan.

Koordinasi dalam Menangani Krisis Ekonomi

Salah satu contoh penting dari koordinasi ini terjadi selama krisis ekonomi. Misalnya, selama krisis ekonomi global 2008-2009, pemerintah Indonesia mengimplementasikan stimulus fiskal melalui peningkatan belanja infrastruktur dan pengurangan pajak, sementara Bank Indonesia menurunkan suku bunga untuk mendorong pinjaman dan investasi. Koordinasi ini membantu menstabilkan perekonomian dan mendorong pemulihan yang lebih cepat.

Pengaruh terhadap Stabilitas Ekonomi

Koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter juga penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Jika kebijakan fiskal terlalu ekspansif (misalnya, pengeluaran yang sangat tinggi atau penurunan pajak yang besar) tanpa dukungan kebijakan moneter yang tepat, hal ini dapat menyebabkan inflasi yang tinggi. Sebaliknya, kebijakan moneter yang terlalu ketat (misalnya, suku bunga yang sangat tinggi) dapat menghambat pertumbuhan ekonomi meskipun kebijakan fiskal bersifat ekspansif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun