Hala mati dalam usia muda, dan ini adalah awal perjalanan cinta dan spiritual dari Khalil Gibran. Dalam bukunya yang berjudul ‘Broken Wings’ atau ‘Sayap-sayap patah’, Khalil menyamarkan Hala dengan nama Selma Karamy.
Wanita Kedua adalah Mary Haskell, seorang wanita yang memiliki peran penting dalam karyanya yang berjudul ‘The Prophet’ atau dalam terbitan Pversi Indonesia dengan judul ‘Sang Nabi’ yang berkisah tentang agama, kesenangan, kematian dan persahabatan. Ia adalah sahabat dan teman diskusi dari Khalil, sekaligus editor dari tulisan-tulisannya.
Sedang, wanita ketiga adalah May Ziadah, seorang penulis kelahiran Palestina yang mempelopori banyak tulisan tentang aliran Feminisme Timur, atau Oriental Feminism. Kepada May, Kahlil menjatuhkan hatinya.
Sebuah kisah cinta antara dua penulis, sekaligus dua penyair yang bekelana di dua Benua yang saling berjauhan. Khalil berada di new York, Amerika Serikat sampai akhir hayatnya, sedangkan May berada di Kairo, Mesir sampai ajal menjemput.
Lewat sepucuk surat, keduanya berkomunikasi selama hampir 20 tahun. Rasa cinta Gibran kepada May mengalir begitu lembut, mesra dan sangat mendalam. Perjalanan cinta inilah yang mengantarkan Khalil pada karya lainnya yang berjudul Love Letters
Kisah cinta ini bermula saat mereka yang mereka jalin awalnya terjadi pada tahun 1912, saat May mengirimkan sebuah surat tentang tokoh dalam buku Kahlil yang berjudul ‘Broken Wings’, atau kita kenal sebagai ‘Sayap-sayap patah’.
Dalam buku itu, May menuliskan kritiknya kepada sang tokoh utama, yaitu Selma Karameh. May tersentuh dengan kisah cita yang dibawakan oleh Khali namun ia merasa kalau penggambaran tentang Selma Karameh terlalu liberal.
May, berpendapat kalau gambaran Khalil tentang Selma merupakan gambaran rasa ketidakadilan atas hak-hak perempuan. Sejak saat itu, keduanya saling berkirim surat dan menuangkan argumen-argumen dalam surat balasan yang mereka kirimkan. Saat Khalil Gibran berada di Amerika, May sempat menggantikan Mary Haskell menjadi editor dari tulisan-tulisan Khalil.
Kisah cinta antara May dan Gibran memanglah unik, melalui khayalan dan mimpi, mereka membayangkan rasa cinta yang hadir dalam hati masing-masing.
Dalam masa-masa sulitnya Khalil dan waktu sesaat sebelum Khalil menghadapi kematian, Khalil masih menyempatkan diri untuk menuliskan surat kepada May, yang tertuliskan “I am, May, a small volcano whose opening has been closed”, sebagai gambaran akan ketakutan kematian yang ia hadapi. Kemudian pada tanggal 10 April 1931, Gibran menghembuskan nafas terakhirnya di New York Hospitals, ia mengalami kompilasi penyakit yang diakibatkan oleh kangker yang menyebar ke hatinya.
Kematian Khalil membuat May merasa sangat kehilangan. Kematian ayah, ibu, sahabat, dan Kahlil Gibran sebagai satu-satunya pria yang May cintai membuat kesehatan tubuh May terganggu dan harus menjalani pengobatan keberbagai negara.