Konfrensi Tingkat Tinggi G20, atau yang lebih luas dikenal sebagai pertemuan G20 adalah salah satu konfrensi tahunan yang dihadiri oleh perwakilan dari 20 negara yang berasal dari berbagai regional yang menyumbangkan lebih dari 80% perekonomian dunia. Diantaranya Negara yang tergabung di dalamnya adalah Amerika Serikat, Afrika Selatan, Arab Saudi,Argentina, Australia, Brazil, Cina, Inggris, India, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki dan Uni Eropa.
Eropa adalah organisasi regional dan bukan negara, tapi kehadiran Uni Eropa dalam Konfrensi ini adalah representatif atas 28 negara yang bernaung dalamnya, yang juga termasuk Negara-negara dengan perekonomian maju yang memiliki sumbangan besar dalam perekonomian dunia.
Waaupun tuan rumah KTT 20 ini awalnya dijadwalkan akan diadakan di India, namun atas negosiasi yang Pemerintah Indonesia lakukan dengan India mengizinkan Indonesia untuk terlebih dahulu menjadi tuan rumah KTT 20 ini. Atas dasar  kepemimpinan Indonesia di regional ASEAN, yang merupakan organisasi regional yang yang memiliki pengaruh signifikan signifikan. Indonesia dan India akhirnya bertukar posisi tahun untuk menjadi tuan rumah dari KTT tersebut.
Ada 3 prioritas yang akan dibicarakan dalam pertemuan ini. Pertama, Pemulihan pascapandemi Covid-19 dan konektivitas antar pemerintah global. Kedua, Meningkatkan literasi dan kecakapan digital menuju interkoneksi global untuk masyarakat. Ketiga, Arus data lintas negara. Hal ini seiring dengan Pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Jhonny G. Plate di situs resmi dari Kominfo.
Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki preogratif untuk mengambil keputusan terkait pihak hadirnya Rusia dalam KTT tahun ini. Invasi Rusia ke Ukraina beberapa bulan lalu membuat beberapa negara di kubu barat geram, dan meminta agar Presiden Rusia, yakni Vladimir Putin tidak diikutsertakan ke dalam daftar kehadiran KTT G20 Â yang akan dilaksanakan akhir tahun ini di Bali.
Pro-kontra bermunculan diantara negara anggotanya, Menteri Pembangunan Ekonomi Polandia, yaitu Piotr Nowak mengatakan bahwa ia mengajukan proposal untuk mengeluarkan keikutsertaan Rusia dalam KTT 20. Permintaannya ia sampaikan pada Presiden Amerika Serikat, Joe Biden saat pertemuannya dengan Amerika Serikat. Pandangan ini didukung oleh Presiden Amerika Serikat. Australia juga dengan tegas menyatakan akan memboikot 20 apabila Presiden Putin dibiarkan untuk hadir dalam konfrensi ini.
Sedang, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin menolak permintaan tersebut, dan mengatakan tidak ada anggota yang berhak untuk mengeluarkan suatu negara dari keanggotaan. Berbeda dengan posisi AS dan Cina dalam menyikapi kehadiran Rusia,Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan bahwa kelompok ini harus mengevaluasi ulang partisipasi Rusia dalam Grup 20.
Bagaimanapun juga, G20 adalah forum ekonomi, dan bukan forum politik yang di dalamnya akan fokus pada berbagai agenda penguatan ekonomi, perdagangan, kerjasama, dan dalam kapasitas meningkatkan kesejahteraan. Jadi kehadiran Putin dalam konfrensi ini tetaplah dianjurkan. Mengingan Rusia adalah negara adidaya, dengan perekonomian raksasa dan pengaruhnya sebagai negara adidaya. Maka keikutsertaan Putin dalam menyampaikan aspirasinya untuk didengarkan oleh audiens forum G20 sangatlah diperlukan.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi menyatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan pandangan dan usulan dari negara anggota lain tetapi pertemuan ini bertujuan untuk fokus terhadap pandemi dan pemulihan ekonomi. Dengan pernyataan ini, sangat terlihat bahwa Pemerintah Indonesia sedang menjauhkan kaitan antara invasi Rusia ke Ukraina dari tpik utama agenda pertemuan G20.Â
Sampainya undangan ke tangan Putih dan kesiapan untuk hadir dalam koferensi G20 yang telah ia nyatakan, perlu dilanjutkan dengan itikad baik, yaitu mempersiapkan protocol untuk menyambut kehadiran Putin.Â
Sebagai Presiden G20, tentu saja hal ini menjadi ujian bagi Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri bebas aktif di tengah pusaran konflik yang terjadi antara Rusia dengan Amerika Serikat akibat invasi Rusia ke Ukraina yang telah terjadi sejak tanggal 24 Februari lalu.
Indonesia perlu menjaga prinsip bebas-aktif Indonesia. Juga sikap menghormati norma internasional dimana semua negara anggota G20 dan semua negara berdaulat merupakan sahabat dari Indonesia, yang tujuannya tentu menjaga stabilitas, perdamaian dan membangun hubungan yang harmonis dengan seluruh dunia.
Pernyataan Jokowi yang cenderung tak menghiraukan dorongan dari negara-negara di blok barat yang ingin mengeluarkan Rusia dari keanggotaannya di G20 membuka ruang dialog bagi Rusia dengan negara lainnya terkait kondisi di wilayah konflik tersebut. Langkah diplomatik Jokowi ini perlu diapresiasi, karna membuka ruang dialog antara pihak yang berbeda kepentingan akan menghasilkan pendekatan yang lebih sistematis, dan tanpa melibatkan moncong senjata.
KTT G20 di Bali nanti akan membuka kesempatan bagi Putin untuk menyampaikan aspirasinya mengenai pembangunan dunia. Kalau Indonesia terjebak dalam isu boikot dan sanksi terhadap Rusia, maka politik luar negeri bebas aktif Indonesia akan dipertanyakan dalam fora internasional. Walaupun invasi yang Rusia lakukan memiliki impilasi yang besar pada perdmaian wilayah, namun  G20 tidak lantas menjadi forum yang tepat untuk menghukum Putin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H